OPINI : Implementasi Penggunaan KKP di Satker pada KPPN Palembang

Kasi Manajemen Satker dan Kepatuhan Internal KPPN Palembang Sofyan Hadi/sriwijayamedia.com-jay

Sriwijayamedia.com – Sesuai dengan amanah PMK 196/PMK/2018, implementasi penggunaan Kartu Kredit Pemerintah (KKP) di seluruh satker pengelola dana APBN efektif dilaksanakan sejak 1 Juli 2019.

Begitu juga dengan satker – satker yang ada di wilayah bayar KPPN Palembang sudah dimulai sejak saat itu. Dimulai dengan penandatanganan surat Perjanjian Kerja sama (PKS) antara satker dengan Bank Penerbit KKP, khususnya dengan bank yang tergabung dalam Himpunan Bank Negara (HIMBARA), seperti Bank Nasional Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Bank Mandiri.

Bacaan Lainnya

Implentasi penggunaan KKP di satker – satker yang ada di wilayah bayar KPPN Palembang belum banyak yang menggunakannya.

Sepanjang tahun 2022 dari Januari sampai November 2022, KKP yang diterbitkan berjumlah 122 kartu dengan jumlah kartu yang aktif digunakan untuk transaksi sebanyak 99 KKP dengan jumlah nilai transaksi Rp7.841.303.439.

Implementasi penggunaan KKP ini sebenarnya masih dapat ditingkatkan lagi, dengan mengantisipasi kendala-kendala yang sering timbul dalam pelaksanaan berupa : satker belum menerima KKP dari Bank HIMBARA ; adanya biaya administrasi berupa biaya tambahan (surcharge) yang dikenakan kepada pemegang KKP pada setiap transaksi ; belum semua rekanan satker memiliki mesin Electronic Data Capture (EDC) ; adanya Keterlambatan pihak bank penerbit KKP dalam menerbitkan tagihan KKP ; masih ada satker yang belum paham atau mengerti penggunaan KKP ; proses pengurusan perubahan pemegang KKP ternyata membutuhkan waktu cukup lama ;
dan dikenakan biaya administrasi apabila melakukan pembayaran KKP melalui teller bank.

Sebenarnya KKP dapat digunakan dan dimanfaatkan oleh satker untuk berbagai kegiatan seperti : pembayaran langganan daya dan jasa berupa listrik, telepon, langganan internet, dan lisensi zoom; pengadaan barang melalui marketplace (digipay maupun marketplace publik); dan pengadaan tiket pesawat dan akomodasi hotel ketika perjalanan dinas.

Grafik dan tabel ilustrasi transaksi KKP/sriwijayamedia.com-dok


Dalam penerapan KKP, banyak pihak yang memberikan statement negatif terhadap kebijakan ini. Diantaranya sebagai berikut :

1. Bunga Menambah Beban Negara : Banyak kalangan yang memprotes kebijakan ini dan dikhawatirkan akan membebani negara dengan adanya biaya bunga yang tinggi seperti kartu kredit pada umumnya ditambah adanya biaya administrasi.

Terkait hal ini, sesuai dengan Peraturan Direktur Jenderal (Perdirjen) Perbendaharaan No 17/PB/2017, biaya terkait penggunaan KKP telah diupayakan serendah mungkin. Beban bunga tidak akan dikenakan karena semua tagihan harus dibayar sebelum jatuh tempo tagihan.

Pada tahap ujicoba KKP ini, DJPb telah menandatangani perjanjian kerjasama dengan bank penerbit kartu kredit untuk membebaskan biaya adminitrasi.

2. Takut Menggunakan KKP Karena Keamanan Masih Diragukan : Di pihak pengguna, banyak pengelola keuangan yang takut menggunakan KKP karena berpotensi disalah gunakan oleh pihak lain.

KKP memang seperti kartu kredit lainnya yang dapat digunakan jika data kartu seperti jenis, nomor kartu, tanggal kadaluarsa, dan Card Verification Value (CVV) jatuh ke pihak lain.

Oleh karena itu, saat ini KKP telah dilengkapi dengan One Time Password (OTP). Selain itu, KPA juga akan menerima notifikasi setiap terdapat transaksi yang menggunakan KKP sehingga dapat dimitigasi apabila terdapat transaksi yang mencurigakan.

3. Perpajakan Sulit Diterapkan dalam Transaksi : Pada awal penerapannya, perpajakan merupakan hal yang cukup sulit ketika menerapkan KKP. Bendahara/pemegang KKP harus berkoordinasi dengan penjual untuk menyertakan pajak ke dalam tagihannya.

Seiring berjalannya waktu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) telah mempermudah kebijakan perpajakan transaksi KKP dengan menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) No 231/PMK.03/2019.

Salah satu isi PMK tersebut adalah pembebasan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan Pajak Penghasilan (PPh) 22 terhadap belanja LNSTANSI pemerintah pusat yang menggunakan pembayaran dengan kartu kredit pemerintah. Hal ini sangat membantu bagi bendahara pengeluaran maupun pengelola keuangan dalam administrasi maupun optimalisasi anggaran.

4. Kurangnya Mesin EDC di Daerah : Banyak pengelola keuangan menjadikan alasan ketiadaan mesin EDC di daerah sebagai kendala dalam bertransaksi dengan KKP. Padahal, di era industri 4.0, tidak ada batasan tempat dalam bertransaksi selama terdapat koneksi jaringan internet.

Satker dapat membayar tagihan listrik atau telepon, membeli toner/tinta untuk printer, bahkan membeli belanja modal seperti laptop melalui marketplace. Bahkan pembelian tersebut dipermudah dengan adanya pembebasan pungutan pajak terhadap pembelian dengan KKP dan penerapan KKP domestik yang dapat melakukan pembayaran melalui QRIS.

Dengan demikian diharapkan kepada satker – satker yang ada di wilayah bayar KPPN dapat segera melakukan penggunaan KKP secara optimal.

Oleh :

Sofyan Hadi, Kepala Seksi (Kasi) Manajemen Satker dan Kepatuhan Internal Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Palembang

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *