Oleh :
Dr Usmar, SE., MM., Dekan Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Moestopo, Jakarta & Ketua Umum (Ketum) Lembaga Kebudayaan Nasional (LKN)
Jelang akan dibukanya pendaftaran resmi Capres dan Cawapres pada 19 Oktober 2023 – 25 November 2023 untuk Pemilu 2024 mendatang, sudah terasa dinamika dan geliatnya yang makin memanas situasi sosial politik di tanah air, meski saat ini secara resmi baru ada nama kandidat Capres yang akan di usung partai politik (parpol). Namun dinamika manuver organ relawan pendukung kandidat Capres dan Cawapres juga makin masif dan atraktif manuvernya ikut meramaikan momentum tersebut.
Sebenarnya geliat dari aktivitas para relawan ini sangatlah positif, mengingat dampak lanjutan dari kiprah para relawan ini adalah mendorong partisipasi aktif masyarakat untuk ikut menyemai tumbuhnya demokrasi substantif dalam kontestasi politik baik, pilpres maupun pilkada.
Tentu saja dukungan para relawan politik ini, tidaklah bebas nilai, tapi ada beberapa transaksional sebagai pengiring kesepakatannya, baik itu berupa kesamaan ideologi, kesamaan program kerja, sampai dengan cocoknya distribusi pembiayaan sebagai pengganti kreativitas dan aktivitas para relawan tersebut untuk dukungannya, serta konsesi apa kelak yang akan diperoleh jika sang kandidat memenangkan kontestasi politik Pilpres.
Namun tak terhindarkan adalah ekses sebagai relawan yang mendukung kandidat tertentu telah melahirkan tradisi voluntarisme berpolitik, yang terkadang tak jarang sebagai voluntarisme politik yang ‘nir ideologi’ yang riil diperjuangkan.
Selain keinginan memperoleh material langsung yang dapat dirasakan spontan, meski terkadang hanya berbasis opini umum bahwa kandidat yang akan di dukung berpotensi menang. Padahal sejatinya Ideologi bukan wilayah pragmatisme.
Bahwa kehadiran relawan politik sangat positif berkontribusi terhadap pembangunan model demokrasi ekstra parlementer tak terbantahkan, sekaligus juga relawan politik dapat mendorong demokrasi partisipatoris.
Demokrasi partisipatoris yakni demokrasi yang lebih memberikan perluasan akan partisipasi publik dengan basis utama atas kepedulian dan persoalan publik sebagai fundamen kebersamaan atas komitmen berbangsa dan bernegara.
Sejarah Relawan Politik
Dalam historiografi politik kemunculan sebutan relawan (volunteer) sudah ada sejak tahun 1755 oleh seorang Perancis M Fr Voluntaire ketika memberi pelayanan kepada tentara yang sedang berperang.
Tugasnya adalah mengabdi secara ikhlas dalam kegiatan altruistik untuk mendorong, memperbaiki, dan meningkatkan kualitas kehidupan di bidang sosial, budaya dan ekonomi.
Sedangkan istilah relawan diambil dari Bahasa Jerman “aktivismus” yang muncul pada akhir perang dunia pertama. Istilah ini kemudian digunakan untuk menandai prinsip keterlibatan politik secara aktif oleh kaum intelektual.
Bukan hanya pemikiran, tetapi juga usaha untuk membela dan mewujudkan pemikiran tersebut disebut “aktivisme”. (Bambang Arianto, JSP Vol.18 No.2.2014)
Relawan Politik Pilpres 2024
Gegap gempita relawan politik yang berseliweran di berbagai media yang mendukung kandidat tertentu dalam kontestasi Pilpres 2024 juga dengan berbagai argumentasi pembenar terhadap pemberian dukungan tersebut.
Banyak dari relawan politik yang menjadi media darling ini, dahulunya adalah tokoh pergerakan mahasiswa, kaum intelektual dan aktivis secara umum lainnya.
Tentu saja keinginan untuk berperan aktif dalam kontestasi Pilpres sangat wajar dan boleh-boleh saja. Tetapi harapan ideal yang muncul pada langkah dan pilihan politik pada para relawan ini adalah tidak mencederai atau bahkan memudarkan komitmen mereka pada peradaban, kemanusiaan dan kesejahteraan rakyat banyak pada umumnya serta semakin menguatkan eksistensi bangsa dan negara dalam bingkai persatuan.
Komitmen inilah semestinya yang harus terus digaungkan oleh para relawan politik tersebut, dilevel manapun mereka berada dan diposisi pendukung kandidat capres manapun mereka bekerja. Karena mengingat dengan pengetahuan dan idealisme yang dulu mereka miliki, tentunya mereka bukanlah hanya pengembira dalam kontestasi politik Pilpres nanti.
Bahkan harapannya mereka dapat berbuat lebih jauh lagi yaitu berpartisipasi aktif dalam mendorong pendidikan politik rakyat dalam memahami realitas politik dari kandidat yang didukungnya, juga mampu memberi contoh yang elegan dalam menyikapi perbedaan yang ada dan terjadi antar para kandidat Capres dan Cawapres juga para pendukung dari masing-masing kandidat tersebut.
Namun hal utama yang diharapkan kepada mereka sebagai relawan politik yang terdidik, cerdas dan terlatih sebagai aktivis gerakan dalam mendukung Capres dan Cawapresnya dapat ikut mewarnai nilai-nilai yang akan dituangkan dalam program kerja para Capres dan Cawapres yang didukung tersebut jika kelak mereka memenangkan kontestasi politik Pilpres.
Jika mereka nanti tak beda seperti relawan politik lain yang hanya ingin eksis dan sekedar ingin masuk gerbong kekuasaan semata dari kandidat yang didukungnya dan itu pun hanya berbasis opini umum bahwa yang bersangkutan potensi menang, tanpa mengindahkan ideologi politik sang kandidat yang didukungnya sungguhlah naif dan amat disesalkan.
Idealnya relawan politik yang memiliki rekam jejak perjuangan sebagai aktivis gerakan mahasiswa dan aktivis gerakan lainnya. Ketika mendukung sang kandidat tertentu harus berlandaskan memang ada persamaan nilai yang di perjuangkan dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, bukan sekedar pertimbangan terakomodasinya kepentingan personal semata.
Hakekatnya para aktivis gerakan tidak pernah mengabdi pada orang per orang, tapi mereka mengabdi pada sucinya kesamaan cita-cita untuk membangun bangsa dan negara serta kesejahteraan rakyatnya.
Tentunya aktivis gerakan yang mampu dan dapat berbuat seperti ini adalah aktivis gerakan yang memiliki ideologi politik yang jelas untuk diperjuangkan.
Nilai Yang Wajib Didukung Relawan Politik
Banyak hal dalam permasalahan kebangsaan yang harus dilakukan oleh siapapun pemenang politik pilpres 2024 yang akan datang.
Sebagai pondasi gerakan bersama para aktivis gerakan yang tergabung dalam gerakan relawan politik haruslah melakukan kesepakatan awal dan komitmen bersama terhadap kandidat yang didukungnya, antara lain :
1. Dalam bidang Pangan. Tidak hanya persoalan bagaimana pangan dapat kita cukupi dalam konteks ‘Ketahanan Pangan (food security)’, tapi yang harus dibangun adalah bagaimana kita membangun ‘Kemandirian Pangan (food independence)’ dan ‘Kedaulatan Pangan (food sovereignty)’.
2. Begitu juga dalam Bidang Kesehatan, Pendidikan & Kebudayaan
3. Selanjutnya penguatan Ekonomi rakyat dalam bingkai sistem ekonomi konstitusional kita yang tidak hanya sekedar narasi lip service semata, tapi memang akan di implementasikan dalam program kerja kandidat capres mereka kelak jika mereka terpilih sebagai pemegang mandat rakyat.
4. Setelah selesai pesta demokrasi dalam kontestasi politik Pilpres, segera para relawan politik dari aktivis gerakan ini, untuk mewarnai terjadinya konsolidasi nasional anak bangsa untuk menguatkan kembali persatuan.
Jika ke empat hal fundamental diatas mampu dibangun dan di pegang sebagai prinsip berpolitik para aktivis gerakan yang tergabung dalam relawan politik pendukung capres manapun, maka kita dapat tersenyum, ternyata para mantan aktivis gerakan itu, sudah menjalankan tugas sejarahnya dengan benar.
Jika tidak maka sejarah juga akan mencatat bahwa para mantan aktivis gerakan itu tak lebih hanya sekedar memenuhi nafsu syahwat berkuasa semata.