Sriwijayamedia.com – A. Pendahuluan
Sesuai dengan definisi yang ada dalam UU Keuangan Negara No 17/2003, yang dimaksud dengan APBN adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Definisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sering diartikan sebagai rencana keuangan tahunan pemerintahan negara Indonesia yang disetujui oleh DPR yang berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan dan pengeluaran negara selama satu tahun anggaran (1 Januari – 31 Desember).
Sebagai rencana keuangan tahunan pemerintah negara, APBN mempunyai fungsi Otorisasi, fungsi perencanaan, fungsi pengawasan, fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi stabilisasi. Fungsi-fungsi APBN tersebut dapat dijelaskan dalam gambar berikut:
APBN disusun dengan tujuan sebagai pedoman pendapatan dan belanja dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan negara. Dengan APBN, pemerintah mempunyai gambaran yang jelas mengenai apa saja yang akan diterima sebagai pendapatan dan pengeluaran apa saja yang harus dilakukan selama satu tahun.
Untuk itu, APBN secara umum mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan dengan menghimpun pendapatan negara dalam rangka mewujudkan perekonomian nasional berdasarkan asas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, keadilan, efisiensi, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, dan kemandirian guna mencapai tujuan bernegara yaitu Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Terhadap alokasi anggaran pada masing-masing kementerian/lembaga, sering kali masih terdapat blokir anggaran atau adanya tanda bintang pada DIPA satuan kerja kementerian/lembaga. Blokir anggaran merupakan anggaran yang sudah tercantum dalam belanja negara namun belum dapat dilakukan pencairan/realisasi.
Beberapa penyebab adanya blokir anggaran antara lain disebabkan karena dalam rangka penerapan kebijakan automatic adjustment atau penyesuaian otomatis maupun karena pada saat penelaahan anggaran, masih terdapat dokumen yang belum dilengkapi/harus diperbaiki, atau belum jelas keperuntukannya. Kebijakan automatic adjustment ini telah diatur dalam UU No 6/2021 tentang APBN Tahun Anggaran 2022, tepatnya pada pasal 28 ayat 2.
Kebijakan automatic adjustment diterapkan untuk menggantikan langkah refocusing anggaran yang pada tahun lalu diambil pemerintah. Tahun lalu pemerintah mengambil kebijakan dengan melakukan refocusing dan realokasi anggaran dengan mengurangi anggaran beberapa kementerian/lembaga. Hal ini diambil pemerintah guna memulihkan perekonomian akibat dampak oleh lonjakan kasus Covid-19.
Pembukaan blokir dapat diusulkan oleh Menteri/Pimpinan Lembaga kepada Menteri Keuangan dengan menyertakan dokumen pendukung sesuai yang dipersyaratkan. Adanya blokir anggaran mengindikasikan ketidaksiapan K/L dalam perencanaan dan penganggarannya, program/kegiatan/output/belanja tersebut tidak cukup penting sehingga sampai akhir tahun anggaran masih belum diselesaikan blokirnya dan tidak dipermasalahkan ketidakberhasilan penyalurannya.
B. Data dan Analisis Blokir Anggaran K/L Lingkup Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi Sumsel
Gambaran blokir anggaran periode 5 (lima) tahun terakhir yaitu TA 2018 sampai dengan TA 2022 dapat digambarkan dalam berikut :
Berdasarkan grafik tersebut, hampir setiap tahun terdapat blokir anggaran. Blokir anggaran terbesar terjadi pada Tahun 2021. Hal ini disebabkan karena adanya kejadian luar biasa yaitu mewabahkan Covid-19 sehingga pemerintah melakukan refocusing anggaran untuk penanganan Covid-19.
Adapun blokir yang relatif rendah terjadi pada tahun 2019 hal ini mengingat pada Tahun 2019 pertumbuhan ekonomi tumbuh relatih baik. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data pertumbuhan ekonomi Indonesia di sepanjang tahun 2019 tumbuh di angka 5,02%.
Pada pertengahan Tahun Anggaran 2022, terdapat fenomena yaitu terjadi lonjakan blokir anggaran yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan karena adanya kebijakan pemerintah untuk memblokir angggaran yang merupakan automatic adjustment atau penyesuaian otomatis.
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati melalui surat Nomor S-458/MK.02/2022 tertanggal 23 Mei 2022 meminta K/L untuk melakukan pencadangan anggaran (automatic adjustment) tahun 2022 guna mengantisipasi meningkatnya ketidakpastian perekonomian global yang berdampak pada perekonomian domestik sekaligus mengganggu pemulihan ekonomi nasional.
Adapun gambaran blokir anggaran periode bulan Januari 2020 sampai dengan bulan Desember 2020, dapat digambarkan dalam grafik berikut :
Pada grafik tersebut, terlihat bahwa meskipun terdapat penurunan blokir anggaran sebesar 7,85% pada bulan Mei 2022, namun terdapat penamhaban blokir anggaran yang cukup signifikan pada bulan Juni 2022 (kenaikan sekitar 40% dibandingkan bulan sebelumnya). Dan mulai bulan September 2022, blokir anggaran sudah mulai menurun secara signifikan.
Hal ini menunjukkan bahwa blokir anggaran telah dibuka sebagai tindaklanjut dari kesigapan kementerian/lembaga melengkapi dokumen perencanaan kegiatan.
C. Pengaruh Blokir Anggaran Terhadap Penyerapan Anggaran
Pengaruh Blokir Anggaran Terhadap Penyerapan Anggaran Kementerian/Lembaga Lingkup Kanwil DJPb Provinsi Sumsel Tahun 2022
Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa satuan kerja yang persentase blokir anggaran tinggi, akan berpengaruh terhadap penyerapan anggaran. Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah mempunyai persentase blokir anggaran tertinggi (perbandingan pagu anggaran dan blokir anggaran) yaitu sebesar 17,63% berakibat pada penyerapan anggarannya cukup rendah yaitu baru mencapai 55,5% dibandingkan dengan rata-rata penyerapan anggaran telah mencapai 81,93% (data cut off tanggal 15 Desember 2022).
Demikian juga Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi yang mempunyai blokir anggaran sebesar 11, 48%, tingkat penyerapan anggaran baru mencapai 53,95%.
D. Penyebab Blokir Anggaran dan Upaya Meminimalisir Blokir Anggaran
1. Penyebab Blokir Anggaran
Secara umum, terdapat beberapa hal yang menyebabkan blokir anggaran antara lain:
a) Alokasi anggaran yang masih harus dilengkapi dengan dokumen sebagai dasar pengalokasian anggaran, antara lain persetujuan DPR RI, hasil reviu / audit dari badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (khusus untuk dana optimalisasi), naskah perjanjian (khusus PHLN/PHDN), dan nomor register (khusus PHLN/PHDN);
b) Alokasi anggaran yang masih terpusat dan belum didistribusikan ke satker-satker daerah.
c) Penerapan kebijakan automatic adjustment atau penyesuaian otomatis. Hal ini sesuai arahan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati bahwa pemerintah melakukan blokir penggunaan anggaran di seluruh Kementerian/Lembaga (K/L) sebesar 5% dari pagu. Anggaran ini berasal dari program yang tidak prioritas. Pemerintah tidak ingin melakukan refocusing secara mendadak sehingga dilakukan automatic adjustment atau pencadangan otomatis. Blokir anggaran sebesar 5% dari pagu K/L dicadangkan sejak awal tahun namun bukan berarti dipangkas melainkan tidak bisa digunakan sementara.
2. Upaya Meminimalisir Blokir Anggaran
Secara umum blokir anggaran menunjukkan kurang optimalnya perencanaan anggaran oleh kementerian / Lembaga maupun untuk keperluan cadangan anggaran. Cadangan anggaran dimaksudkan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan karena adanya ketidakpastian perekonomian global termasuk antisipasi adanya lonjakan pandemi covid di Tahun 2022.
Beberapa upaya yang perlu dilakukan oleh kementerian/lembaga dalam rangka meminimalisir adanya blokir anggaran antara lain:
a) Setiap pengajuan usulan anggaran oleh satuan kerja kementeran/lembaga agar dilengkapi dengan dokumen perencanaan secara lengkap misalnya persetujuan DPR RI, hasil reviu/audit dari badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (khusus untuk dana optimalisasi), naskah perjanjian (khusus PHLN/PHDN), dan nomor register (khusus PHLN/PHDN);
b) Menghindari pengalokasian anggaran yang belum jelas keperuntukannya atau masih sebagai output cadangan, kecuali jenis belanja yang tidak bisa diprediksi sebelumnya misalnya biaya penanggulangan bencana dan lain-lain.
c) Tidak merencanakan anggaran untuk suatu belanja yang acuan atau dasar hukumnya belum jelas. Misalnya, tidak merencanakan pembayaran tunjangan kinerja selama belum ada Peraturan Pemerintah yang menetapkan tentang pemberian tunjangan kinerja pada kementerian/lembaga tersebut.
d) Pengajuan alokasi anggaran khususnya yang dibiayai dari pinjaman luar negeri harus direncanakan secara matang. Dalam hal alokasi anggaran yang bersumber dari pinjaman luar negeri tidak terserap, pemerintah akan menanggung beban bunga sementara manfaat dari alokasi dana tersebut belum didapatkan.
Oleh karena itu, usulan kegiatan dari satuan kerja hendaknya dilengkapi dengan Term of Reference (TOR) dan Rencana Anggaran dan Belanja (RAB) sehingga ketika alokasi pembiayaan yang bersumber dari pinjaman luar negeri disetujui, kegiatan dapat segera dilaksanakan.
Adapun terkait penerapan kebijakan automatic adjustment atau penyesuaian otomatis, ada baiknya tidak melakukan blokir anggaran pada kementerian/lembaga, namun dialokasikan pada Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA.015.999).
Hal ini sangat penting mengingat bloklir anggaran berpengaruh terhadap penyerapan anggaran dan penyerapan anggaran merupakan salah satu indikator dari 8 indikator IKPA (Indikator Kinerja Pelaksanaan Anggaran) yang mempunyai bobot cukup besar yaitu sebesar 20%.
Oleh :
Ahmad Santoso, S.Sos., MM., Kepala Seksi (Kasi) Kepatuhan Internal pada Kanwil DJPb Provinsi Sumsel