Sriwijayamedia.com – Kasus dugaan korupsi penyelenggraan formula E hampir satu tahun diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Penanganan yang dinilai jalan di tempat ini menimbulkan aneka spekulasi dalam penanganan kasus ini.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pada Minggu (11/12/2022) lalu menyatakan bahwa penyelidikan kasus dugaan korupsi penyelenggaraan Formula E terus berjalan.
Alex mengaku belum bisa mendapatkan dokumen dan klarifikasi dari Formula E Operation (FEO) selaku penyelenggara global ajang balap mobil listrik tersebut.
Menurut dia, KPK dalam tahap penyelidikan belum dapat meminta bantuan SFO (Serious Fraud Office) atau KPK-nya Inggris untuk melakukan klarifikasi tersebut.
Menanggapi lambannya proses penanganan kasus korupsi ini, Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto dalam siaran pers Senin (9/1/2023) meminta Ketua KPK Firli Bahuri untuk bertindak tegas dan segera menetapkan kasus ini dalam proses penyidikan.
“Proses penyidikan akan membuat kasus ini terang benderang,” ujar Hari.
Dia juga merasa janggal dengan pernyataan Alexander Marwata. Jika memang level penyelidikan tidak bisa mengakses dokumen FEO, mestinya segera dilakukan penyidikan.
“Keragu-raguan apa yang membuat KPK lambat memutuskan kasus ini menjadi level penyidikan?” tanya Hari.
Memasuki tahun politik, Hari meminta kasus ini diayun oleh kepentingan politik.
Menurut dia, saat ini yang GR bakal dibidik oleh kasus ini adalah salah satu tokoh yang ingin ikutan pilpres.
Dia melihat justru itu salah satu urgensi KPK segera naikan ke penyidikan. Jangan sampai ada salah satu capres yang berlabel abu-abu atau justru baru ditetapkan tersangka setelah menjadi capres, tentunya ongkos politiknya akan sangat mahal.
Di sisi lain, jangan juga kasus ini kemudian menjadi sandera bagi tokoh yang ingin maju sebagai capres itu. Publik, tidak akan melihat kasus ini sebagai kasus hukum lagi, tetapi sebagai political siege.
“KPK tidak boleh terjebak dalam frame ini, KPK harus menunjukkan independensi dan profesionalitas. Salah ya salah, kalau benar ya benar,” terang Hari.
Hari juga mengaku prihatin dengan adanya pernyataan ahli dan praktisi hukum yang menekan KPK, kalau mau penyidikan harus ada tersangka.
“Saya prihatin karena yang berteriak penyidikan harus sudah ada tersangkanya dulu justru dari kalangan pakar dan praktisi hukum. Heran saja, mereka belajar Pengantar Ilmu Hukum itu dimana?,” tanyanya.
Hari lantas menyitir Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang merupakan panduan bagi penegakan hukum pidana di RI.
“Dalam KUHAP Pasal 1 jelas disebutkan penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Sekali lagi, guna menemukan tersangkanya,” jelasnya.
Selain itu, dia juga menyebut UU No 19/2019 tentang KPK Pasal 12. Di stu terdapat sejumlah kewenangan KPK sebagai berikut: pertama dalam melaksanakan tugas penyelidikan dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, KPK berwenang melakukan penyadapan.
Kedua, dalam melaksanakan tugas penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPK berwenang: memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk melarang seseorang bepergian ke luar negeri; meminta keterangan kepada bank atau lembaga keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka atau terdakwa yang
sedang di periksa; memerintahkan kepad bank atau lembaga
keuangan lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain yang
terkait; memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka untuk memberhentikan sementara tersangka dari jabatannya; meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka atau terdakwa kepada instansi terkait; menghentikan sementara suatu transaksi keuangan, transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau pencabutan
sementara perizinan, lisensi serta konsesi yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi yang sedang diperiksa; meminta bantuan Interpol Indonesia atau
instansi penegak hukum negara lain untuk melakukan pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di luar negeri; dan meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang terkait untuk melakukan
penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara pemberantasan tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.
Pasal 47 (1), dalam proses penyidikan, penyidik dapat melakukan penggeledahan dan penyitaan atas izin tertulis dari Dewan Pengawas.
“Sekali lagi saya menegaskan, upaya penyidikan merupakan upaya lanjutan terstruktur dan terukur dalam menanganai kasus pidana, terutama korupsi. Selama masih penyelidikan, tidak akan ketemu tersangka. Sebab kewenangan menetapkan tersangka pun ada di level penyidikan. Apakah KPK masih mau kucing-kucingan di Kasus Formula E?,” papar Hari.(Irawan)