Kepala Satgas Korsupgah KPK, Aida Ratna Zulaiha menyatakan berdasarkan hasil evaluasi wajib lapor LHKPN di OKI masih sangat rendah. LHKPN ini wajib berdasarkan Undang-Undang dan Peraturan KPK. Sedangkan laporan gratifikasi dilakukan jika ada saja.
“Di OKI, ada 177 orang wajib lapor (LHKPN), tapi berdasarkan catatan baru 40% yang melapor. Bahkan, di DPRD dari 41 orang yang wajib lapor, ternyata baru 1 orang yang menyampaikan laporan,” tutur Aida.
Aida menerangkan, sejak 2009 hingga 2018, bahwa modus korupsi utama yang paling besar ditemukan adalah suap dan pengadaan barang dan jasa dengan 87%. Di mana yang paling banyak terjerat adalah aktor politik dan eksekutif, sehingga pencegahan korupsi terintegrasi ini sangat diperlukan.
“Untuk itu koordinasi dan pencegahan supervisi korupsi ini dilakukan. Jadi kami datang menyampaikan,” ujarnya.
Aida menjelaskan bahwa negara Indonesia masih dalam peringkat 38 tingkat korupsinya atau masih setara dengan negara yang ada di Asia Tenggara seperti Filipina dan masih jauh dari negara di Rropa Timur yang nilainya mencapai hampir 90.
Aida mengungkapkan publik menilai kinerja anggota dewan berada dikisaran 32% sejajar dengan DPRD provinsi. Beberapa jenis korupsi yang biasa terjadi di DPRD diantaranya suap menyuap, pemerasan, pengadaan barang dan jasa gratifikasi.
Dalam kegiatan ini, pihaknya berharap komitmen kepala daerah, anggota DPRD OKIuntuk melanjutkan program dan perbaikan tata kelola dalam rangka memperkecil titik rawan korupsi dalam menjalankan tugas dan fungsi.
Salah satu anggota DPRD OKI Antoni, mengatakan selaku wakil rakyat yang telah disumpah untuk memperjuangkan aspirasi, tentu harus benar-benar menunjukkan kinerja terbaik bagi rakyat.