Palembang, Sriwijaya Media-Media harus memiliki semangat nasionalisme dan memegang teguh Pancasila sebagai ideologi pemersatu bangsa. Berpegang teguh pada hal itulah agar media massa terhindar dari hoax.
Demikian dikatakan Pokja Pengaduan Etik Dewan Pers, Rustam Fahri Mendayun dalam Seminar Nasional Workshop Cek Fakta yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Wilayah Sumsel, di Roca Café and Restaurant Jalan Demang Lebar Daun Palembang, Kamis (22/8).
Menurut dia, media itu harus mendidik, mampu meningkatkan kemampuan SDM, mencerdaskan dan mencerahkan, serta dapat menghibur.
“Terpenting harus ada nasionalisme. Dengan begitu, mudah-mudahan media kita akan selamat dari namanya hoaks,” tuturnya.
Dia mengklaim tiap hari dewan pers menerima pengaduan masyarakat terhadap media. Data yang masuk, ada sekitar 72 media cetak dilaporkan masyarakat per bulan. Sementara media cyber 355 pengaduan, dan media penyiaran 20 pengaduan.
“Namun tidak semua media yang diadukan bersalah dan melanggar UU Pers. Kalaupun setelah kita mediasi ternyata media diputus bersalah, maka Dewan Pers meminta perusahaan pers meminta maaf dan memberikan ruang hak jawab kepada pihak yang dirugikan,” jelas Rustam.
Rustam mengatakan, transformasi menuju ke era digital sekarang ini justru tidak dibarengi dengan kualitas wartawan. Rendahnya kualitas wartawan mengingat profesi ini sangat terbuka lebar bagi siapapun yang ingin menjadi wartawan maupun pemilik media.
Bahkan, ada pemilik tambal ban yang memiliki media. Fenomena ini terjadi lantaran mudahnya dalam membuat perusahaan pers dan tidak ada pihak yang dapat melarangnya.
“Salah satu langkah Dewan Pers mengadakan verifikasi perusahaan pers dan menggelar Uji Kompetensi Wartawan (UKW) untuk menyaring media-media yang benar-benar menjalankan tugas dan fungsinya menyiarkan informasi bagi masyarakat,” terangnya.
Sementara itu, Pengurus DPP AMSI Suwarjono mengharapkan masyarakat bukan hanya menjadi penikmat saja, melainkan terlibat langsung untuk mendistribusikan sebuah informasi.
“Nah, disitulah informasi hoaks dengan mudah menyusup bahkan memenuhi informasi publik, karena tidak ada filterisasinya. Kami tetap optimistus, media akan tetap menjadi acuan publik. Yakni bisa dipercaya, karena menggunakan standar dan kode etik secara jurnalisme” jelas Suwarjono.
Dia menekankan agar media starup di Sumsel, termasuk dalam pembuatan kontens tidak sekedar isi belaka, melainkan bagaimana menjalankan bisnis media untuk kelangsungan hidup media itu sendiri. Setidaknya ada sekitar 148 juta bangsa Indonesia sebagai pengguna facebook, belum lagi instagram, twitter, youtube, dan lain-lain.
“Bahkan, media kalah besar penghasilannya dengan youtubers atau endorser di twitter. Padahal media harus bertaruh nyawa dalam menggali informasi, tapi tetap tidak menjadi magnet bagi publik,” katanya.(jay)