DPP Pandawa Nusantara : Tekan Kemiskinan Lebih Penting dari Menambah Masa Jabatan

Sekjen DPP Pandawa Nusantara Faisal Anwar/sriwijayamedia.com-irawan

Sriwijayamedia.com – Undang-Undang (UU) Desa No 6/2014 pada Pasal 39 menyebutkan jabatan Kepala Desa (Kades) adalah 6 tahun dan bisa selama 3 periode baik berturut-turut maupun tidak berturut-turut. Hal ini juga sesuai dengan putusan MK No 42/PUU-XIX/2021.

UU Desa kemudian dichallenge melalui aksi demo ribuan kades di depan Gedung DPR RI menyuarakan revisi UU No 6/2014. Terutama Pasal 39 tentang masa jabatan kadesdari 6 tahun menjadi 9 tahun dengan argumentasi sulitnya penyelesaian konflik sosial pasca pemilihan sehingga mengganggu efektivitas kerja kades.

Bacaan Lainnya

Dalam hal itu, DPP Pandawa Nusantara mengapresiasi langkah kades menyampaikan tuntutan tersebut. Namun tuntutan penambahan masa jabatan sebagai solusi dari efektivitas kinerja kades sekaligus penyelesaian konflik pilkades belum tentu tepat.

Hal ini dapat dilihat konflik pilkades bisa terus berlangsung meski sampai akhir masa jabatan kades.

“Saya mengapresiasi tuntutan Kepala Desa dengan argumentasi yang dibangun tentang penambahan masa jabatan dari 6 tahun menjadi 9 tahun karena butuh waktu untuk penyelesaian konflik sosial pasca pilkades. Namun argumentasi tersebut belum tentu tepat. Karena banyak juga kasus konflik sosial pasca Pilkades tidak dapat diselesaikan hingga selesai masa jabatan kades,” kata Sekjen DPP Pandawa Nusantara Faisal Anwar, Kamis (26/1/2023).

DPP Pandawa Nusantara mendukung kades mengusulkan penambahan APBN untuk pembangunan desa. Sesuai dengan Data BPS (periode Maret-September 2022) adanya peningkatan 0,04 juta orang miskin di perdesaan, dari 12,29 persen menjadi 12,36 persen.

Sehingga asumsi penambahan APBN untuk mengurangi kemiskinan ditingkat desa menjadi lebih penting dibandingkan tuntutan masa jabatan kades.

“Saat ini masyarakat desa masih perlu diberikan insentif untuk meningkatkan perekonomiannya, mengingat kita baru saja melewati pandemi yang mencabik-cabik perekonomian, baik yang di kota maupun pedesaan,” terangnya.

Selain itu, APBN tersebut juga dapat digunakan untuk mengedukasi masyarakat agar tetap menjunjung tinggi demokrasi, bahkan di tingkat desa.

Terkait aspirasi yang disampaikan oleh Persatuan Perangkat Desa Indonesia (PPDI) tentang perlindungan terhadap status kerja perangkat desa yang tidak termasuk ASN, peningkatan kesejahteraan dan penerbitan nomor induk perangkat desa, DPP Pandawa Nusantara berpandangan revisi UU Desa No 6/2014 menjadi sangat penting dilakukan mengingat aspirasi yang disampaikan oleh para aparatur desa sudah sangat lama disuarakan.

Namun tetap perlu ada kajian akademis dan mendalam demi menemukan solusi yang tepat dalam setiap permasalahan yang terjadi ditingkat desa.

“Sebelum dilakukan revisi UU No 6/2014, kami mendorong kajian secara akademis dan mendalam guna menjawab semua permasalahan yang terjadi di pemerintahan desa. Revisi UU No 6/2014 jangan sampai sarat kepentingan politik tertentu. Revisi UU tersebut sepenuhnya didorong untuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat di tingkat desa, efektivitas kinerja perangkat desa, dan terciptanya kerukunan serta kohesi sosial antar masyarakat ditingkat desa,” jelasnya.(Irawan)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *