Jakarta, Sriwijaya Media-Penerapan New Normal yang hangat diperbincangkan oleh berbagai pakar dalam berbagai bidang, termasuk dalam aspek pendidikan. Prokontra yang terjadi di masyarakat memang tidak bisa dielakkan, karena masing masing memiliki pandangan dan persepsi yang berbeda.
Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) sebagai organisasi kepelajaran terbesar di Indonesia ikut berkonstribusi memberikan masukan kepada pemerintah melalui mini riset.
Lembaga Student Research Center (SRC) Pimpinan Pusat (PP) IPNU melakukan survei tentang New Normal dalam prespektif pelajar yang dilakukan pada 4-14 Juni 2020, dengan responden 1.273 pelajar SMP, SMA dan mahasiswa di 34 provinsi di Indonesia.
Direktur SRC PP IPNU, Agus Suherman Tanjung menyampaikan survei diawali dengan pertanyaan tentang pengetahuan pelajar tentang apa itu New Normal. Ada 67,5% pelajar menjawab paham new normal, kemudian 20,3% kurang paham, 10,7% menjawab sangat paham, dan sisanya 1,5% menjawab tidak paham.
“Lebih menarik lagi dalam survei ini juga menampilkan data tentang pemberlakuam new normal pada pendidikan baik sekolah maupun kampus, data menunjukkan 17,3 responden menjawab sangat setuju, kemudian 52% menjawab setuju, 25,9% tidak setuju, dan 4,8% menjawab sangat tidak setuju,” terangnya.
Sementara itu, Ketua Umum PP IPNU, Aswandi Jaelani, menyampaikan bahwa dari survei ini para pelajar ini hampir 69,3 % sepakat dengan penerapan new normal dalam pendidikan.
“Ya betul, jadi menurut mereka penerapan new normal ini sudah bisa diterapkan di bidang pendidikan, bahkan angkanya 69,3% pelajar yang setuju terhadap pemberlakukaan new normal ini. Namun yang terpenting juga tetap memperhatikan protokol kesehatan yang berlaku dan failitasnya juga harus memadahi,” tutur Aswandi.
Selain fasilitas, perlu adanya perubahan dalam metode dan model pembelajaran yang dilakukan baik oleh kampus dan sekolah. Hal ini menggapai dari hasil survei yang menunjukan bahwa 68% siswa menginginkan model pembelajaran dilakukan dengan kombinasi antara tatap muka dan daring (virtual).
Pembelajaran pada New Normal sebaiknya dilakukan dengan model blended learning, artinya menggabungkan antara pembelajaran tatap muka (offline) dan melalui daring (online). Jadi Belajar secara tatap mukanya tidak full, misalkan satu hari dibagi menjadi dua shift.
“Strategi lainnya adalah ketika pembelajaran berbasis teori maka cukup dengan daring sedangkan yang berbasis praktek dapat dilakukan dengan tatap muka,” jelasnya.
Adapun tentang isu ajaran baru diundur menjadi awal tahun 2021 mayoritas Pelajar dan Mahasiswa menjawab tidak setuju dengan prosentase 60,8%, dan ada 39,2% yang menjawab setuju.(jay/rel)