Sriwijayamedia.com – Para budayawan dan sejarawan tergabung dalam Aliansi Masyarakat Peduli Cagar Budaya (AMPCB) Kota Palembang melakukan aksi demonstrasi, di halaman Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Palembang, Jum’at (17/2/2023).
Massa AMPCB Kota Palembang menyatakan sikap “Palembang Darurat Cagar Budaya”.
“Upaya yang dilaksanakan Pemkot Palembang hanyalah sebatas basa-basi belaka. Belum ada implementasi pelestarian cagar budaya yang konkret di Palembang, alias masih jauh panggang daripada api. Padahal Wali Kota (Wako) Palembang H Harnojoyo sebagai Ketua Presidium Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI),” kata Penanggung Jawab Aksi Vebri Al Lintani, didampingi Koordinator Aksi Dr Dedi Irwanto dan lainnya.
Menurut Vebri, berdasarkan catatan sejarah, Kota Palembang telah dikenal sejak abad ke -7 (16 Juni 682 M) sebagai pusat Kedatuan Sriwijaya, negeri adidaya yang menguasai bandar-bandar hampir se-Asia Tenggara.
Selanjutnya hadir Kerajaan dan Kesultanan Palembang
Darussalam, masa kolonial (Belanda dan Jepang) dan masa Republik Indonesia.
Setiap masa periode sejarah tersebut, kata dia, tentu meninggalkan warisan budaya, baik yang berbentuk benda (tangible) maupun tak benda (intangible).
Atas dasar latar belakang sejarah yang panjang tersebut, saat ini Palembang menyandang predikat sebagai kota tertua di Indonesia dan telah ditetapkan menjadi Kota
Pusaka dalam rakernas JKPI, di Baubau tahun 2015 silam.
“Untuk mewujudkan pelestarian cagar budaya, Pemkot telah menerbitkan Perda Kota Palembang No 11/2020 tentang Pelestarian dan Pengelolaan Cagar Budaya sebagai turunan UU No 11/2010 tentang Cagar Budaya. Sebelumnya telah dibentuk pula Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) pada tahun 2019,” terangnya.
Dia melanjutkan berdasar data Dinas Kebudayaan (Disbud) Kota Palembang tahun 2021, ada 209 kategori bangunan cagar budaya yang terdaftar, 164 yang diverifikasi dan 1 yang telah disertifikasi oleh Wako Palembang yaitu Pasar Cinde.
Sedangkan untuk kategori benda ada 212 terdaftar dan 109 terverifikasi, kategori situs 24 terdaftar, 19 terverifikasi, kategori struktur 40 terdaftar, 31 terverifikasi, kategori kawasan 2 terdaftar dan 2 terverifikasi.
“Dari data cagar budaya yang terdata tersebut, belum ada satupun cagar budaya yang telah ditetapkan secara resmi. Ya, belum ada satupun cagar budaya yang disertifikasi oleh Wako, kecuali Pasar Cinde. Cagar budaya yang disertifikasi untuk dihancurkan atau dilahirkan untuk dibunuh. Selebihnya, cagar budaya di Palembang rusak tidak terpelihara dan terancam punah,” jelasnya.
Menyikapi hal itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Palembang Drs Ratu Dewa mengatakan, gedung Kuto Besak Teater Restaurant (KBTR) itu memang aset Pemkot Palembang yang selama ini dikelola pihak ketiga.
Tetapi, setelah ada telaah dan kajian, akhirnya Wako Palembang menyetujui KBTR diperuntukkan penggunaan Kantor Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kota Palembang.
“Tentu setelah kita lihat kondisi yang ada di Gedung KBTR tersebut memang banyak barang-barang yang sudah hilang, dan sempat diambil oleh orang-orang lain yang tidak bertanggung jawab, termasuk pintu, closed dan lainnya,” imbuhnya.
Dia mengaku telah menginstruksikan Polisi Pamong Praja (Pol PP) beberapa pekan lalu untuk menjaga aset ini, karena merupakan cagar budaya.
“Insya Allah dalam waktu dekat ini akan segera kita perbaiki, melalui Dinas Perumahan Rakyat, Kawasan Permukiman, dan Pertanahan (Perkimtan), dan Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan (DLHK),” bebernya.
Dia mengucapkan terima kasih kepada massa aksi yang telah mengingatkan atas permasalahan cagar budaya.
“Masukan dari para budayawan, dan sejarawan sangat berarti bagi kami untuk menjaga keberadaan cagar budaya di Palembang,” jelasnya.(ton)