ASPEK Indonesia Soroti Kasus Video Viral Buruh Erma Oktavia

Presiden ASPEK Indonesia Mirah Sumirat, SE.,/sriwijayamedia.com-santi

Sriwijayamedia.com – Buntut video viral buruh PT Sai Apparel Industries Grobogan, Erma Oktavia, yang berujung pada proses mediasi oleh Disnaker Grobogan dan Jawa Tengah (Jateng) terhadap buruh dan perusahaan menjadi perhatian Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK Indonesia).

Diketahui PT Sai Apparel Industries dinyatakan bersalah karena tidak membayar upah lembur para buruh. Pihak manajemen PT Sai Apparel Industries akhirnya membayar upah lembur para buruh sesuai dengan jam kerjanya.

Bacaan Lainnya

Presiden ASPEK Indonesia Mirah Sumirat, Sabtu (18/2/2023) mendesak Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) untuk mengambil pelajaran dari kasus pelanggaran upah lembur yang terjadi di PT Sai Apparel Industries.

“Kemenaker harus berbenah total, dengan menambah jumlah dan meningkatkan kualitas tenaga pengawas di seluruh Indonesia, baik di tingkat pusat maupun di provinsi, kota dan kabupaten. Jika pemerintah tidak berbenah diri, maka kasus-kasus seperti yang dialami oleh Erma Oktavia, akan mungkin terulang di kemudian hari,” tegas Mirah Sumirat.

Mirah menilai, kasus yang viral karena keberanian seorang pekerja perempuan Erma Oktavia, ini merupakan fenomena gunung es di dunia ketenagakerjaan Indonesia.

Dari ribuan pekerja di PT Sai Apparel Industries, hanya ada satu pekerja perempuan yang berani mengambil resiko mengungkap kasus pelanggaran norma ketenagakerjaan yang terjadi di perusahaannya. Bahkan dengan membuat video yang kemudian viral.

Mirah memprediksi dari ratusan ribu perusahaan yang ada di Indonesia, pasti masih banyak lagi yang telah melakukan praktik pelanggaran norma ketenagakerjaan di perusahaannya.

Hanya saja kasusnya belum terungkap ke media, baik karena faktor ketidaktahuan pekerja, ketidakberanian pekerja, maupun karena adanya intimidasi dari pihak manajemen perusahaan.

Selain itu juga karena faktor lemahnya fungsi pengawasan dari Kementerian Ketenagakerjaan dan Dinas Ketenagakerjaan di tingkat provinsi, kota dan kabupaten.

“Kami mendesak pemerintah untuk memberikan sanksi tegas kepada perusahaan yang melakukan pelanggaran norma ketenagakerjaan,” pintanya.

Selain pelanggaran upah lembur, potensi kasus pelanggaran norma ketenagakerjaan yang banyak terjadi antara lain adalah pembayaran upah di bawah upah minimum, tidak diberikannya hak cuti, pelanggaran jam kerja yang eksploitatif, tidak didaftarkannya buruh sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan, termasuk tindak pidana menghalangi pendirian dan aktivitas serikat pekerja.(Santi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *