Palembang, Sriwijaya Media-Organisasi kepemudaan yang tergabung dalam kelompok Cipayung Plus Sumsel menggelar rembuk akbar di Sekretariat Cipayung Plus Sumsel di Palembang, Kamis, (8/10/2020). Tujuan dari rembuk akbar ini adalah sebagai upaya untuk menolak atas UU Omnibus Law Cipta Kerja yang telah disahkan oleh DPR RI, belum lama ini.
Adapun OKP yang tergabung dalam Cipayung Plus Sumsel tersebut antara lain Badko HMI, PKC PMII, KMHDI, GMKI, PMKRI, KAMMI, SEMMI, IPM dan IPNU.
Cipayung Plus Sumsel menilai UU Omnibus Law Cipta Kerja tidak berpihak kepada rakyat, melainkan hanya menguntungkan para pengusaha. Tentunya hal tersebut telah menciderai amanah reformasi dan kemerdekaan RI.
Ketua PKC PMII Sumsel Husin Rianda didampingi Ketua PMKRI Palembang Martinus Jarwanto mengatakan bahwa UU Omnibus Law ini terlalu kapitalistik karena materi dalam UU tersebut kurang transparan dan kurang melibatkan pekerja serta civil society sehingga sepantasnya ditolak.
“Ya, hal itu adalah melanggar etika, karena juga dilakukan dalam masa Covid-19,” ujarnya.
Husin menjelaskan bahwa tugas DPR adalah memperjuangkan aspirasi rakyat serta peka terhadap kesenjangan sosial, tetapi ini justru menindas rakyat dengan mengesahkan UU Omnibus Law Cipta Kerja.
Karena sudah jelas dalam undang-undang cipta kerja tersebut banyak pasal-pasal yang merugikan rakyat dan ini wajib untuk ditolak.
Maka dengan agenda rembuk akbar Cipayung Plus Sumsel akan membuat tuntutan untuk menolak UU Omnibus Law yang nantinya akan diserahkan ke DPRD Provinsi Sumsel, Gubernur Sumsel serta Kapolda Sumsel.
Berikut poin-poin tuntutan yang disampaikan Cipayung Plus Sumsel antara lain Cipayung Plus Sumsel mengecam DPR dan Pemerintah tidak peka terhadap kesengsaraan rakyat ditengah pandemi Covid-19 dan tidak fokus untuk menyelesaikan persoalan Covid-19, justru membuat regulasi yang merugikan rakyat dan menguntungkan investor.
“Cipayung Plus Sumsel mengecam DPR dan pemerintah yang telah memfasilitasi kepentingan monopoli ekonomi dan oligarki yang dilegalkan dalam UU Cipta Kerja, dengan dalil mendorong pemulihan ekonomi nasional dan memperluas lapangan kerja. Lalu, kami mengecam proses pembentukan UU Cipta Kerja tidak partisipatif dan eksklusif. Proses pembentukannya melanggar prinsip kedaulatan rakyat sesuai Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 dan tidak mencerminkan asas keterbukaan sesuai Pasal 5 UU No. 12 Tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-Undangan,” jelasnya.
Tak sampai disitu saja, pihaknya juga mengecam DPR dan pemerintah yang memperkecil kemungkinan pekerja WNI untuk bekerja karena UU Cipta Kerja menghapus mengenai kewajiban menaati ketentuan jabatan dan kompetensi bagi para Tenaga Kerja Asing (TKA).
Terakhir, Cipayung Plus Sumsel dengan tegas menolak UU Omnibus Law dan siap mengawal uji materi (judicial riview) UU Cipta Kerja ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kami juga tetap mendukung kawan-kawan yang aksi di lapangan untuk menyalurkan aspirasi secara langsung, namun Cipayung plus Sumsel menyuarakan agar semua elemen tetap kondusif dan menjaga keamanan bersama, terutama Sumsel dikenal sebagai Provinsi dengan zero konflik,” terangnya.
Ditempat yang sama, Ketua Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM) Sumsel Wawan Setiawan didampingi Ketua KMHDI Sumsel I Wayan Darmawan menyatakan bahwa pemerintah dan DPR tidak peka terhadap kesengsaraan rakyat ditengah pandemi Covid-19, justru membuat regulasi yang merugikan rakyat dan menguntungkan investor.
“Bahwa pemerintah telah memfasilitasi kepentingan monopoli ekonomi yang kemudian dapat menyengsarakan rakyat, terutama kaum buruh,” terangnya.
Regi Yasika, Ketua KAMMI Sumsel Babel berpendapat pada UU Cipta Kerja Omnibus Law sektor investasi hanya mempunyai sumbangsih 7% pada peningkatan tenaga kerja. Sementara sumbangsih terbesar adalah UMKM.
“Lalu mengapa UU Cipta Kerja menekankan pada investasi,” tanyanya.(jay/rel)