Palembang, Sriwijaya Media- Aksi pelarangan pengambilan gambar, atau video saat persidangan kasus bandar narkoba di Pengadilan Negeri (PN) Palembang oleh hakim maupun panitera dengan dalih telah sesuai dengan Surat Edaran (SE) Mahkamah Agung (MA) mendapat tanggapan dari praktisi hukum di Kota Palembang.
Dr H Firman Freaddy Busroh saat ditemui di Palembang, Rabu (6/1/2021) menilai SE itu menjadi suatu hal yang sangat kontradiksi terhadap asas didalam hukum acara pidana.
Untuk itu, perlu dilakukan uji materiil terhadap SE terkait pelarangan itu.
“Seorang pengacara, konsultan hukum, ataupun masyarakat yang mengejar keadilan, tentunya ini merupakan hal yang perlu untuk diuji kembali,” ujarnya.
Selama ini, kata dia, beberapa perkara kasus korupsi itu terbuka untuk umum sehingga bisa memenuhi asas dalam hukum acara peradilan pidana yaitu asas terbuka yakni keterbukaan.
Dia melanjutkan karena ini akan bertentangan dengan asas didalam hukum acara peradilan pidana. Jadi, didalam hukum acara peradilan pidana ada beberapa sifatnya terbuka untuk umum, seperti kejahatan publik.
Tapi ada beberapa yang sifatnya tertutup, seperti perkara keluarga, perkara anak, perkara asusila yang menyangkut aib dari korban.
“Kalau untuk perkara umum, delik umum, ataupun delik khusus seperti korupsi, narkotika, berdasarkan hukum acara peradilan pidana adalah perkara yang dinyatakan terbuka untuk umum,” terangnya.
Dia menambahkan disatu sisi pengadilan akan mengindahkan dan melaksanakan SE MA itu. Karena pengadilan sifatnya hubungan sub koordinasi dengan MA.
Namun disisi lain, media menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan Undang-Undang keterbukaan informasi.
“Ini merupakan suatu persoalan bagi media untuk meliput perkara yang seharusnya dapat diliput tetapi tidak bisa diliput. Tentunya ini akan menjadi suatu tanda tanya. Ya, akan ada legal action, ataupun yudisial review terhadap SE MA itu,” tegasnya.
Untuk posisi kedudukan antara SEdengan KUHAP, didalam hukum ada namanya istilah hirarki Peraturan Perundang-Undangan (Perpu), sebagaimana diatur didalam Undang-Undang (UU) Nomer 12/2011, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 15/2019.
“Jadi SE ini sifatnya mengikat secara internal organisasi. SE secara hirarki tidak masuk didalam asas hukum acara pidana, maupun ilmu hukum. Ada yang dikenal dengan hukum yang lebih atas mengesampingkan hukum yang berada dibawah, bukan sebaliknya hukum dibawah mengesampingkan hukum yang berada diatas, dan itu jelas salah,” jelas.(ton)