Sriwijayamedia.com – Partai Buruh melakukan unjuk rasa serentak di berbagai kota menolak pengesahan Perppu Omnibus Law Cipta Kerja menjadi Undang-Undang (UU), di depan Kantor DPR RI Jakarta, Senin (13/3/2023).
Aksi ini lebih cepat dari rencana semula, yang akan diselenggarakan pada 14 Maret 2023.
“Kemungkinan besar sidang paripurna DPR RI untuk mengesahkan Perppu Omnibus Law Cipta Kerja menjadi UU dimajukan pada 13 Maret 2023. Kami tidak mau kecolongan untuk kedua kali. Berkaca seperti saat pengesahan Omnibus Law Cipta Kerja tahun 2020 lalu, di mana DPR RI tiba-tiba memajukan sidang paripurna dari jadwal semula,” kata Presiden Partai Buruh Said Iqbal.
Said menjelaskan aksi dipusatkan di depan DPR RI ini diikuti ribuan buruh berasal dari Jabodetabek.
Sementara itu, pada saat bersamaan, aksi juga dilakukan di ratusan kota industri besar yang ada di Indonesia. Seperti di Bandung-Jawa Barat, Semarang-Jawa Tengah, Surabaya-Jawa Timur, Jogjakarta, Medan-Sumatera Utara, Aceh, Bengkulu, Lampung, Pekan Baru-Riau, Batam-Kepulauan Riau, Banjarmasin-Kalimantan Selatan, Samarinda-Kalimantan Timur, Makassar-Sulawesi Selatan, Morowali-Sulawesi Tengah, Ambon-Maluku, Ternate-Maluku Utara dan beberapa kota industri lainnya.
Adapun tuntutan utama yang akan disuarakan dalam aksi kali ini adalah menolak pengesahan UU Omnibus Law Cipta Kerja dalam Sidang Paripurna DPR RI.
“Dimana dampak buruk Omnibus Law Cipta Kerja sudah dirasakan oleh buruh. Seperti kenaikan upah minimum yang kecil, outsourcing di semua jenis pekerjaan, kontrak berkepanjangan, PHK mudah, hingga pesangon murah,” terang Said.
Dia melanjutkan, tututan lain yang akan disuarakan adalah mendesak agar RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga atau PPRT segera disahkan.
Said heran, RUU PPRT yang diminta segera disahkan tidak kunjung disahkan. Tetapi giliran Omnibus Law Cipta Kerja yang ditolak keras kaum buruh, justru ngotot segera disahkan.
“DPR ini sebenarnya mewakili siapa? Mewakili rakyat kecil atau milik modal?,”tanya Said.
Selain dua isu di atas, buruh juga menyuarakan penolakan terhadap RUU Kesehatan. Termasuk meminta dilakukan audit forensik penerimaan pajak negara dan copot Dirjen Pajak.
“Di saat upah buruh murah akibat kebijakan Omnibus Law Cipta Kerja dan para petani yang kehidupannya semakin sulit akibat impor beras, justru pejabat negara terkesan hidup berfoya-foya. Perilaku pejabat negara yang seperti ini menyakiti hati rakyat dan tidak menunjukkan empati di tengah kesulitan yang dialami rakyat,” jelasnya.
Untuk itu, pihaknya mendesak dilakukan audit forensik penerimaan pajak negara dan segera copot Dirjen Pajak.(Santi)