Oleh :
Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto
Jakarta, Sriwijaya Media-Pemerintah bersama DPR sepakat membahas lebih lanjut isi Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Landas Kontinen yang penyusunannya sudah dilakukan sejak 2017.
Landas kontinen dicirikan dengan dasar laut dan tanah di bawahnya masih merupakan kelanjutan alamiah dari wilayah daratan hingga pinggiran luar tepi kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut dari garis pangkal.
Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto menegaskan Pancasila sebagai dasar negara harus menjadi landasan hukum ultimatum dalam menentukan dan mengkaji sebuah aturan perundangan.
“Tidak boleh ada UU ataupun aturan di bawahnya yang disusun dengan mengabaikan Pancasila sebagai Dasar Negara dan sumber hukum nasional,” katanya.
Dalam konteks RUU Landas Kontinen yang saat ini baru mulai dibahas oleh DPR dan pemerintah, dia menilik adanya kecenderungan menggeser urgensi RUU ini dengan mengaburkan esensi yang ada di dalam RUU dengan mengambil terminologi yang keluar konteks. Konteks ini secara sederhana bisa dibedah dengan analisa menggunakan pisau Pancasila.
Setiap RUU yang dibahas di DPR dan Pemerintah secara ideal mestinya memuat jiwa dari 5 Sila dari Pancasila. Namun, pada praktiknya, RUU kerap hanya bisa mengakomodasikan 2-3 sila dari Pancasila. Hal itulah yang kemudian akan menjadi ciri dari RUU yang dimaksud.
Hari Purwanto menegaskan urgensi dari RUU Landas Kontinen diperlukan untuk memperkuat dasar hukum dan memberikan kepastian hukum dalam melakukan klaim atas landas kontinen di atas 200 mil laut, pelaksanaan hak berdaulat untuk melakukan eksplorasi dan/atau eksploitasi sumber daya alam di landas kontinen, perundingan dan penyelesaian batas landas kontinen Indonesia dengan negara-negara tetangga, dan pelaksanaan penegakan hukum di landas kontinen.
Artinya pembobotan terhadap RUU ini ada pada penguatan hak berdaulat. Hak berdaulat, lqnjut Hari, adalah hak untuk mengelola dan memanfaatkan untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi, konservasi dan pengelolaan sumber daya alam baik hayati dan non-hayati dari perairan di atas dasar laut dan dari dasar laut dan tanah dibawahnya dan berkenan dengan kegiatan lain untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi zona ekonomi tersebut, seperti produksi energi dari air, arus dan angin.
Merujuk pada hal ini, Hari mengaku terkejut dengan dua pernyataan Menteri Kelautan dan Perikanan Wahyu Sakti Treggono. Dalam rapat dengan DPR Menteri KKP menyatakan bahwa RUU Landas Kontinen ini demi kedaulatan bangsa dan RUU ini telah mencakup kepentingan pertahanan sehingga aparat tak ragu dalam mengambil tindakan hukum di laut kedepannya.
Hari menegaskan, kedaulatan NKRI sudah final dan RUU ini tidak ada kaitannya dengan kedaulatan wilayah NKRI. Namun, RUU ini akan menegaskan batas wilayah hak berdaulat atas sumberdaya alam bagi NKRI. Karenanya yang berelasi dalam penjagaan wilayah ini adalah domain keamanan bukan pertahanan. Karena, nantinya akan ada penegakkan hukum oleh penegak hukum RI terhadap pelanggar dan pelaku kejahatan di kawasan landas kontinen.
Pernyataan Wahyu ini memang terkesan remeh dan sederhana, tetapi implikasinya bisa serius. Bahkan bisa mengganggu hubungan dengan negara tetangga. Sebagai contoh, jika ada Nelayan Malaysia yang memancing di wilayah landas kontinen, apakah merupakan pelanggaran wilayah kedaulatan atau pelanggaran Hukum? Pernyataan Menteri KKP dapat mengaburkan dan mengacaukan operasi di lapangan.
Hari juga mempertanyakan kenapa Wahyu lebih memilih diksi kedaulatan dibanding menjelaskan potensi ekonomi SDA di kawasan Landas Kontinen kepada DPR. Semestinya Wahyu sebagai utusan pemerintah memberikan penjelasan kepada DPR selaku wakil rakyat tentang kandungan potensi SDA di kawasan landas kontinen. Termasuk potensi untuk pengelolaan kawasan tersebut dalam bentuk pulau-pulau buatan (reklamasi) juga pemanfaatan pasir bawah laut untuk kepentingan reklamasi. Potensi pengelolaan kabel bawah laut NKRI yang saat ini banyak dimanfaatkan oleh negara tetangga.
Dalam kesempatan hari lahir Pancasila ini, Hari mengajak pihak yang membahas RUU Landas Kontinen ini untuk kembali menggunakan Pancasila sebagai dasar penyusunan RUU. Bukan semata-mata kepentingan kelompok tertentu.
“Sekarang eranya sudah transparan. Bukan jamannya lagi untuk mencoba menyelundupkan kepentingan kelompok aau oligarki pada reulasi atau RUU yang sedang dibahas di DPR. Rakyat memiliki cara untuk mengawasinya,” jelasnya.