Sriwijayamedia.com – Asosiasi Serikat Pekerja (ASPEK) Indonesia mengatakan Tunjangan Hari Raya (THR) menjadi hal yang dinanti pekerja/buruh, khususnya mereka yang hendak mudik dan berbelanja kebutuhan lebaran.
THR sendiri merupakan hak pendapatan pekerja yang wajib diberikan pemberi kerja menjelang Hari Raya keagamaan dalam bentuk uang tunai yang disesuaikan dengan lama bekerja dan agama yang dianut pekerja.
Pemberian THR bagi pekerja/buruh merupakan tradisi dan sebagai salah satu upaya untuk memenuhi kebutuhan pekerja/buruh dan keluarganya dalam merayakan Hari Raya Keagamaan.
Kebijakan ini ditujukan untuk meningkatkan aspek kesejahteraan dan perlindungan bagi para pekerja. Namun THR tersebut hanya bisa dinikmati oleh pekerja formal, lalu bagaimana dengan perkerja seperti driver online, ojek online dan para pekerja ekspedisi yang berstatus pekerja mitra (driver online).
Demikian disampaikan Presiden ASPEK Indonesia Mirah Sumirat, SE., Sabtu (8/4/2023).
“Padahal mereka sama-sama merayakan Hari Raya seperti masyarakat Indonesia pada umumnya. Lalu mereka minta THR pada siapa?. Seharusnya pemerintah bisa mencarikan solusi atas permasalahan yang terjadi setiap tahun, bukan hanya memberikan himbauan kepada perusahaan yang mempekerjakan pekerja mitra,” pungkas Mirah.
Dalam kondisi ekonomi yang kurang baik, gelombang PHK terus terjadi membuat pekerja formal semakin berkurang, lalu kemana pekerja formal yang terPHK..?.
Ternyata hasil penelitian mereka banyak beralih menjadi driver online, ojek online dan kurir ekspedisi yang berstatus mitra yang saat ini jumlahnya kurang lebih 4 juta orang
Setali tiga uang, Ketua Umum (Ketum) Serikat Pekerja Platform Daring (SPPD) Herman Hermawan menambahkan kalau pekerja formal untuk merayakan Hari Raya mendapatkan THR, lalu pekerja seperti pekerja mitra mendapatkan THR dari mana. Apalagi “narik” sekarang lagi sepi.
“Hal ini menjadi tanggungjawab pemerintah sebagai pemangku kebijakan, jangan hanya pekerja formal saja yang dibuatkan permenaker tentang THR, akan tetapi para pekerja platform juga harus segera dibuatkan Pemenaker agar kami memiliki payung hukum yang jelas,” paparnya.
Herman “Chipeng”menyampaikan, pekerja mitra sangat rentan. Hari ini ‘narik’, besok belum tentu mendapat penumpang.
Apalagi dengan biaya potongan aplikasi yang sangat tidak manusiawi 20 persen plus biaya pemesanan. Bahkan sekarang ada argo Rp20.000, tapi bersihnya ke driver hanya Rp12.000. Faktor naiknya harga BBM bersubsidi jenis Pertalite dari Rp7.000 menjadi Rp10.000, biaya perawatan kendaraan dan angsuran kendaraan.
“Dari tahun 2014 sejak adanya uber grab dan Gojek hingga kini 2023 kami belum juga memiliki payung hukum yang jelas, dimana peran PEMERINTAH selaku pemangku kebijakan. Hal ini tentu menjadi tanggung jawab Pemerintah,agar nilai Pancasila yaitu sila ke -5 bisa di implementasikan sesuai bunyinya yaitu “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia“,” jelasnya.(Santi)