Oleh :
Pradikta Andi Alvat, SH., MH.
Kesalahan dalam konteks hukum pidana menjadi unsur penting. Karena, kesalahan menjadi unsur penting esensial terkait aspek pertanggungjawaban pidana.
Oleh sebab itu, dikenal asas tiada pidana tanpa kesalahan. Maknanya, orang tidak bisa dijatuhi pidana tanpa adanya kesalahan. Secara teoritik, kesalahan dalam hukum pidana dibagi dalam dua bentuk yakni kesengajaan (dolus) dan kelalaian (culpa).
Kesengajaan dalam doktrin hukum pidana diartikan sebagai mengetahui dan menghendaki suatu perbuatan baik beserta konsekuensi hukumnya maupun tidak. Kesengajaan terbagi dalam tiga golongan. Pertama, kesengajaan sebagai maksud. Merupakan kesengajaan yang menghendaki pelaku untuk mewujudkan suatu perbuatan sekaligus menyadari bahwa akibat dari perbuatannya pasti atau mungkin akan terwujud. Contoh: Si A yang sengaja menusuk si B.
Kedua, kesengajaan sebagai kepastian. Merupakan kesengajaan berupa kesadaran melakukan suatu perbuatan, dan dengan dilakukannya perbuatan tersebut pasti akan menimbulkan akibat lainnya. Contoh: Si A hendak membunuh si B yang berada dibalik kaca kantor dengan jalan menembaknya dari luar kantor. Ketika si A menembak si B, maka pasti kaca kantor tersebut juga akan pecah/rusak. Sehingga si A (dengan membunuh si B dengan menembak dari luar kantor) telah melanggar dua delik. Delik pembunuhan dan delik pengrusakan barang.
Ketiga, kesengajaan sebagai kemungkinan. Merupakan kesengajaan berupa kesadaran melakukan suatu perbuatan, dan dengan dilakukannya perbuatan tersebut kemungkinan akan terjadi akibat lainnya. Kesengajaan sebagai kemungkinan dikenal sebagai teori “Apa boleh buat” atau dolus eventualis. Contohnya, Si A hendak membunuh si B dengan jalan mengirim roti beracun ke rumahnya. Dengan mengirim roti beracun ke rumah si B, si A pada dasarnya menyadari jika kemungkinan yang akan mati karena memakan roti beracun tidak hanya si B, tetapi juga keluarganya.
Selain kesengajaan, bentuk lain dari kesalahan adalah kelalaian atau culpa. Pada prinsipnya kelalaian merupakan kebalikan dari kesengajaan. Dalam kelalaian tidak ada unsur menghendaki. Kelalaian mengandung tiga unsur. Kurang penghati-hati, kurang pemikiran, dan kurang kebijaksanaan.
Jank Remelink dalam buku Hukum Pidana (2003) mengatakan bahwa inti dari pada kelalaian terletak pada kurang cermat, kurang mawas diri, dan kurang pengetahuan.
Kelalaian dapat dibedakan menjadi kealpaan yang parah atau culpa lata dan kealpaan yang ringan atau culpa levisma. Dalam doktrin hukum pidana, hanya culpa lata yang dapat dipidana sedangkan culpa levisma tidak.
Selain itu, kelalaian juga dapat dibedakan menjadi kealpaan yang disadari dan kealpaan yang tidak disadari. Kealpaan disadari adalah manakala pelaku dapat membayangkan atau memperkirakan terjadinya suatu akibat dari perbuatannya.
Meskipun demikian, ia tetap melakukan perbuatan tersebut sembari berharap apa yang dibayangkan atau diperkirakan tidak akan terjadi dengan melakukan tindakan pencegahan toh pada akhirnya terjadi juga.
Misalnya Si A menggelar pesta ulangtahun dengan menyalakan lilin di tempat yang rawan terjadi kebakaran, misalnya di ruangan dari kardus. Meskipun si A dapat membayangkan atau memperkirakan akan risiko yang akan terjadi. Tetapi si A tetap melakukan perbuatannya sembari melakukan pencegahan agar risiko kebakaran tidak terjadi, namun akhirnya kebakaran tetap terjadi.
Sedangkan kealpaan yang tidak disadari adalah manakala pelaku tidak dapat membayangkan atau memperkirakan terjadinya suatu akibat dari perbuatannya. Namun seharusnya menurut ukuran umum orang tersebut seharusnya dapat membayangkan atau memperkirakan akan terjadinya akibat dari perbuatannya.
Misalnya, si A yang berada di atas atap rumahnya yang berada di kawasan pemukiman padat. Kemudian melempar batu bata dari atap rumahnya menuju jalan umum perumahan rumah si A dan batu bata tersebut mengenai orang lain yang kebetulan sedang berjalan. Dalam kasus ini, si A menurut ukuran umum seharusnya menyadari bahwa tindakannya melempar batu bata dari atap rumahnya ke bawah (jalan umum) memiliki kemungkinan akan mengenai orang lain.
Dari pemaparan diatas, bagaimana membedakan dolus eventualis (kesengajaan sebagai kemungkinan) dengan culpa lata yang disadari.
Perbedaannya adalah bahwa dalam dolus eventualis terdapat situasi “Apa boleh buat” dimana batin pelaku menyetujui akibat yang mungkin akan terjadi dari perbuatannya. Sedangkan dalam culpa lata yang disadari, pelaku tidak menyetujui atau tidak menginginkan terjadinya akibat dari perbuatan yang dilakukannya.
Tetapi perbuatan tersebut tetap dilakukan sembari menekan resikonya. Toh, setelah melakukan tindakan pencegahan, akibat dari yang tidak dikehendakinya akhirnya terjadi juga.
Kongkretnya, inti perbedaan dari dolus eventualis dan culpa lata yang disadari adalah pada kehendak batin.