KPAI Dorong Vaksin Jadi Prasyarat Kembali PTM

IMG_20211126_084249

Jakarta, Sriwijaya Media – Janji Presiden di Hari Anak Nasional tentang keinginan semua anak anak Indonesia bisa segera sekolah lagi akan segera terpenuhi.

Pasalnya, dengan hadirnya vaksin untuk anak berumur 6-11 tahun melengkapi vaksin sebelumnya yang telah disuntikkan kepada 23.217.629 anak di kelompok usia 12-17 tahun dari target capaian 26.705.490 anak di umur ini.

Kadiv Wasmonev KPAI Jasra Putra menegaskan bahwa usia sekolah anak terbanyak adalah di rentang usia ini. Sehingga keinginan pemerintah membuka Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di seluruh sekolah awal tahun depan sangat rasional.

Namun, Jasra mengingatkan agar sekolah yang telah PTM sebelumnya dan terdeteksi ada penularan Covid-19, hendaknya menjadi prioritas vaksinasi anak umur 6-17 tahun.

“Pemerintah punya tantangan untuk menyegerakan target vaksin untuk anak 6-11 tahun. Padahal kita ketahui pemerintah sama sekali belum memulai vaksin di umur anak ini. Sehingga memulai PTM tahun depan, berarti harus konsolidasi segera dalam membangun herd immunity di lingkungan sekolah, sebelum awal tahun ajaran 2022 tiba. Dimana disana ada anak, guru, staf, karyawan dan orang tua yang harus menjadi target dosis vaksin,” terangnya.

Di sisi lain, lanjut dia, bagaimana dengan ketersediaan vaksin saat ini, terutama jenis Sinovac yang telah lulus uji fase Badan POM (dengan tidak ada keraguan) yang di dukung 4.600 dokter anak dalam Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI).

Bahkan Kemenkes sendiri membutuhkan 30 juta dosis vaksin untuk menyasar 25-27 juta anak berusia 6-11 tahun di Indonesia. Sedangkan pemerintah juga ada kebutuhan 40 juta dosis untuk vaksin kedua saat ini. Sehingga bagaimana bisa mencapai target sebelum awal tahun.

“Ini yang perlu dukungan kita semua. Artinya kita juga mendorong jenis vaksin lain, untuk segera mendaftarkan ke Badan POM, agar bisa di berikan kepada anak anak usia sekolah,” tuturnya.

Untuk itu, KPAI menyambut baik keinginan pemerintah ini, namun pemerintah punya tugas mulia mengejar dalam 2 bulan ini.

Artinya pembukaan sekolah harus di awali dengan upaya kuat penyelenggara pendidikan untuk segera menyelesaikan vaksin anak 6-17 tahun. Namun tidak hanya anak, tidak cukup hanya guru, tapi juga karyawan, staf dan orang tua.

Catatan IDAI dalam vaksin ini, dikecualikan untuk yang memiliki sakit berat, sedang menderita keganasan, sesek, gagal jantung, karena perlu rekomendasi dokter spesialisnya dan butuh panduan lanjut dari IDAI.

Sedangkan kekhawatiran tentang imunisasi dan vaksin, dokter sudah menjawab, untuk anak berumur 6 tahun biasanya sudah selesai imunisasi dasar, sehingga tidak ada alasan untuk menunda vaksin Covid-19.

“Kenapa kita harus mendukung PTM, KPAI selalu mengingatkan bahwa 2 tahun pandemi ini mengancam development index kita, terutama masa depan anak-anak,” ucapnya.

Dia menambahkan bahwa ancaman loss learning, loss protection dan loss generation benar-benar nyata. Akibat masa depan anak direbut oleh mereka yang tidak tahu cara bekerja dengan anak.

Hal ini terbukti dengan survey KPAI selama pandemi, seperti perbedaan cara belajar setiap orang tua, menyebabkan anak anak mengalami ketertinggalan yang sangat jauh.

Sehingga kondisi ini kalau tidak dijembatani, akan semakin menjauhkan sekolah dari anak dan orang tua.

Ancaman putus sekolah akan tinggi, Disamping orang tua beralasan belum aman memberi kepercayaan ke sekolah, akibat belum semua divaksin. Namun tidak di pungkiri transformasi cepat digital di dunia pendidikan, juga telah memberi model baru pembelajaran untuk sekolah melalui PJJ, dimana anak dan orang tua merasa nyaman belajar dari rumah. Terutama mereka yang memiliki fasilitas, media dan dukungan pembelajaran yang mumpuni.

Namun pola pelajar ini tidak sepenuhnya bisa untuk anak anak yang masih sangat butuh perhatian, pendidikan kedisiplinan dan pendampingan khusus. Meski pilihan model belajar direkomendasikan lebih baik dilakukan dengan tatap muka, karena banyak proses belajar yang tidak bisa tergantikan.

“Kita bisa mengajak anak sendiri taat prokes, tapi bagaimana dengan anak lainnya. Ini juga yang harus jadi pertimbangan menyegerakan vaksinasi Covid-19 untuk anak. Karena pengalaman Covid-19 selama ini, anak lebih banyak berperan menjadi carrier, baik menularkan sesame anak, maupun menularkan mereka yang menyayanginya. Sedangkan anak masih berkembang untuk memahami ini,” jelasnya.

Seperti kedekatan cucu dengan kakek neneknya, anak dengan orang tuanya, anak dengan bayi dan balita. Sehingga sangat penting pendampingan orang tua, apalagi anak tidak mudah mendeskripsikan kesehatannya.

Sehingga sangat membutuhkan dorongan, penguatan dan pendampingan untuk segera vaksin. Belum lagi angka positif Covid-19 pada anak Indonesia menjadi tertinggi di dunia, meski hanya 1 persen.

“Namun kalau itu terjadi pada anak kita, tentu menjadi penyesalan yang tak perlu, karena sebenarnya bisa dicegah. Data menunjukkan saat pandemi, anak yang rentan positif Covid-19 justru dialami bayi baru lahir dan anak dibawah umur 5 tahun. Artinya dengan kakaknya di vaksin, akan melindungi adik adiknya,” ulasnya.

Pihaknya patut khawatir dengan datangnya bulan libur besar jelang akhir tahun dan awal tahun. Bahwa bangsa Indonesia sangat memiliki sistem kekerabatan kuat, budaya silaturahmi kuat, menghormati yang lebih tua. Sehingga sangat sulit melarang orang untuk bepergian.

“Lalu bagaimana nasib anak anak kita di momen itu. Kita sudah belajar dari masa sebelumnya, saat libur besar dan mobilitas tinggi, serta belum banyak orang di vaksin, yang kemudian berakhir tragis ratusan ribu orang meninggal secara mendadak, yang meninggalkan kesedihan mendalam sampai saat ini, terutama buat anak anak,” pungkasnya.

Seperti laporan Kementerian Sosial (Kemensos) bahwa 32.000 anak kehilangan aktor utama pengasuhnya karena meninggal akibat Covid-19, baik dari orang tua, kakek, nenek, kakak, wali, keluarga asuh dan keluarga pengganti. Tentu pihaknya tidak ingin memperbanyak angka tersebut.

Pihaknya belajar juga dari masa lalu, banyaknya informasi vaksin Covid-19 yang tidak layak. Bayangkan kalau itu di konsumsi anak-anak. Sehingga pihaknya sangat mengandalkan media untuk membenahi komunikasi tentang ‘pentingnya vaksin Covid-19 bagi anak’.

Karena data Kemenkominfo menyampaikan 89 persen penduduk Indonesia gunakan Smartphone. Artinya Smartphone orang tua, juga di pakai anak anak mereka.

Belum lagi data 12 juta anak sudah di media sosial. Sehingga penting membenahi komunikasi, agar anak-anak mendapatkan informasi yang layak agar dapat dipahami sesuai tingkat kognitifnya atau pemahamannya, umurnya, tumbuhkembangnya. Apalagi bila ia anak yang memiliki kebutuhan khusus dan disabilitas.

Mendukung PTM, adalah artinya juga mendukung suksesnya vaksinasi Anak. Artinya pihaknya perlu mengapresiasi kerjakeras tanpa lelah dari Badan POM, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Komnas KIPI (Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi), ITAGI (Indonesian Technical Advisory Group on Immunization), Asia Pacific Pediatric Association dan para ahli akemisi dari kampus kampus di Indonesia dalam menemukan, mengeluarkan ijin dan memperkuat para orang tua, agar tidak ada keraguan didalamnya, dalam segera mengantarkan anak anaknya untuk vaksin Covid-19.

Agar Indonesia benar benar dapat mempersempit gerak virus Covid 19. Sehingga saat PTM berjalan tahun depan. Benar benar penyelenggaraan pendidikan benar-benar dapat berjalan tanpa gangguan Covid-19.

Namun pihaknya juga mengingatkan, hendaknya ada kelas akselerasi untuk anak-anak yang 2 tahun ini hanya dirumah, karena tentu banyak ketertinggalan, kalau mereka dibebani kurikulum yang sekarang, sebenarnya akan banyak orang tua yang menyurutkan diri mendatangkan anak ke sekolah. Selain orangtua masih berat mengirimkan anak ke sekolah, karena faktor di sekolah dan menjaga orang dirumah agar tidak tertular Covid-19, apalagi kalau berbicara keluarga yang baru saja kehilangan salah satu orang tua karena Covid-19, tentu sangat tidak mungkin mengirimkan anak ke sekolah.

Umumnya penyakit menular bisa datang sewaktu waktu, kapan saja dan mewabah, bila dibiarkan. Tentu sama dengan Covid-19 yang merupakan penyakit mudah menular, perlu kewaspadaan. Sehingga taat prokes tetap menjadi penting dan tidak bisa ditinggalkan. Sehingga sekolah harus memperhatikan fasilitas yang ada di tempatnya masing masing. Serta dukungan sekolah untuk tetap menaati prokes.

Sehingga bila sekolah ingin benar-benar sukses melaksanakan PTM, harus mempertimbangkan segala aspek tersebut. Terutama kelas akselerasi dalam rangka mengejar ketertinggalan anak dalam mengikuti belajar sekolah saat mereka di rumah.

“Saya kira kalau kita menanyakan sebab orang tua tidak mempercayakan anaknya ke sekolah, akan ada banyak cerita dari pengalaman 2 tahun mendampingi anak sekolah dari rumah. Artinya sekolah harus lebih care, karena kondisi pembelajaran yang berbeda beda saat di rumah. Namun juga harus diingat, regulasi Sistem Pendidikan Nasional kita mengakomodir 2 model pembelajaran yang tetap harus dijalankan sekolah yaitu PTM dan PJJ, sehingga tidak ada alasan ketika anak mengalami halangan belajar di sekolah, tetap memiliki hak mengikuti pembelajaran,” jelasnya.(santi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *