Jakarta, Sriwijaya Media – Gereja-gereja Pentakosta di Indonesia yang merupakan sebuah gerakan kalangan protestanisme sangat menekankan pada peranan karunia-karunia Roh Kudus.
Aliran ini sangat mirip dengan gerakan karismatik, namun gerakannya muncul lebih awal dan terpisah dari gereja arus utama. Kaum Kristen Karismatik, pada awal gerakannya, cenderung untuk tetap tinggal di dalam denominasi mereka masing-masing.
Gereja Pentakosta memiliki ciri-ciri umum yaitu sangat menekankan keyakinan akan peranan Roh Kudus dan karunia-karunia Roh Kudus di dalam kehidupan sehari-hari para pengikutnya.
Pembaharuan infrastruktur ibadah seperti lagu-lagu rohani yang digunakan lebih modern dibandingkan dengan lagu-lagu lama yang bernuansa Gregorian.
Bahkan gereja juga mengizinkan peran kaum perempuan dalam pelayanan. Desakralisasi hubungan antara imam dan jemaat lebih ditekankan pada nilai kekeluargaan, sehingga jauh dari kesan kesenjangan tingkat kerohanian.
Pendeta Jason Balompapueng, Ketua Umum Persekutuan Gereja-Gereja Pentakosta Indonesia (PGPI) ditemui di Kantor PGPI Jalan Raya Kelapa Gading Permai No 10, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Senin (13/12/2021) menegaskan bahwa PGPI merupakan organisasi gereja/lembaga keumatan yang hadir untuk melayani, membawa damai dan memberitakan injil dalam dunia politik serta membina hubungan baik dan mendukung pemerintahan sah, di manapun, siapapun, dan apapun agamanya, untuk membawa suara kenabian bagi pemerintah dan bangsa.
Menurut pendeta Jason, PGPI memiliki peran strategis untuk ikut mencegah dan meredam gejolak di masyarakat dalam merangkul umatnya, terutama terkait isu agama dan konflik kepentingan elit politik.
“Untuk itu, kami mengimbau kepada umat Kristiani dengan semangat Natal untuk tetap menjaga kerukunan antar umat beragama dan menjaga keutuhan NKRI,” ajak pendeta Jason.
Dia menyebutkan adapun imbauan yang dikeluarkan oleh PGPI dalam menghadapi Natal 2021 dan Tahun Baru 2022 adalah mendorong warga untuk memprioritaskan penyelenggaraan ibadah dan perayaan Natal dan Tahun Baru, yang aman serta memperhatikan kebijakan yang diberlakukan pemerintah dalam upaya mengakhiri pandemi Covid-19 di negeri Indonesia
Terkait hal tersebut, pengumpulan umat secara ragawi, dan perayaan di rumah-rumah dalam bentuk “open house” sebaiknya dihindari.
“Kami minta berikan pemahaman kepada keluarga-keluarga Kristen, bahwa keluarga merupakan palungan bagi kelahiran Yesus, sehingga sentrum perayaan Natal sepatutnya ditempatkan pada persekutuan keluarga,” terangnya.
Bukan itu saja, pihaknya mendorong warga senantiasa menjadi teladan bagi masyarakat luas dalam penerapan protokol kesehatan (prokes), seperti memakai masker, menjaga jarak, sering mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, menjauhi kerumunan, serta mengurangi mobilitas dan perilaku hidup bersih dan sehat.
Lalu, bersama warga agar dapat meningkatkan empati dan solidaritas terhadap para korban bencana alam dan warga yang menderita akibat persoalan kemiskinan, diskriminasi dan ketidakadilan.
“Berkat yang kita terima dari Tuhan, dan sebagai ungkapan syukur atas masa Adven, Natal dan Tahun baru nanti, adalah baik untuk dibagikan kepada mereka yang sangat membutuhkan perhatian dan bantuan kita dalam rangka mengurangi beban dan penderitaannya,” paparnya.
Dia melanjutkan pihaknya sangat mengapresiasi peran nyata gereja-gereja selama ini dalam upaya bersama memutus mata rantai penularan Covid-19, serta bersedia bahu membahu menolong anak-anak bangsa yang terdampak berat pandemi dan bencana alam yang terjadi berulang kali.
“Alkitab mengatakan: “Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna” (Yakobus 2:22),” jelasnya. (Santi)