Sriwijayamedia.com – Revisi Undang-Undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) berpotensi menimbulkan persoalan baru, jika tidak dilakukan secara komprehensif.
Hal ini disampaikan oleh Pengamat Pendidikan Dharmaningtyas, menyoroti masih banyak ketidakjelasan terkait tata kelola pendidikan, keterlibatan kementerian, serta perlindungan hak-hak guru.
Dharma bahkan mengatakan kalau sejak 2010 dirinya sudah mendesak revisi UU Sisdiknas karena ada pasal-pasal yang dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK).
“Namun, hingga kini banyak masalah yang belum disentuh, termasuk hubungan pendidikan dengan kebudayaan dan posisi pesantren,” kata Dharma, dalam diskusi Forum Legislasi bertema ‘Revisi UU Sisdiknas Dinilai Tekankan Pemerataan dan Mutu Pendidikan’, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (30/9/2025).
Menurut dia, kodifikasi sejumlah undang-undang ke dalam UU Sisdiknas berisiko mengabaikan hal-hal fundamental.
Misalnya, keberadaan UU Guru dan Dosen, UU Pendidikan Tinggi, serta UU Kebudayaan yang memiliki kaitan erat dengan pendidikan.
Dharma menekankan, kekhawatiran terbesar para guru adalah hilangnya jaminan hak dan tunjangan profesi jika aturan itu diturunkan ke dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP).
“Kalau hak guru hanya diatur lewat PP, maka kekuatan hukumnya tidak sekuat undang-undang,” imbuhnya.
Selain itu, ia juga menyoroti tata kelola pendidikan yang terlalu kompleks karena melibatkan banyak kementerian. Misalnya, Kementerian Pendidikan, Kementerian Agama, hingga Kementerian Sosial yang mengelola sekolah rakyat.
“Kalau semakin banyak kementerian ikut mengatur, pendidikan kita makin sulit maju,” terangnya.
Dharma juga mengingatkan agar revisi UU Sisdiknas tidak mengabaikan peran sekolah rakyat, sekolah rumah, maupun lembaga pendidikan alternatif.
Menurut dia, keberadaan sekolah rakyat sangat penting sebagai wadah belajar bagi anak-anak dari keluarga miskin yang dibiayai negara.
Dia juga menyoroti keterlibatan pihak filantropis dalam penyusunan UU Sisdiknas.
Dharma mengingatkan agar kepentingan pasar tidak mendominasi arah pendidikan nasional. (Adjie)









