Amnesty International Indonesia Desak Usut Kematian 10 Warga terkait Unras dan Pembebasan Aktivis HAM Delpedro

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid/sriwijayamedia.com-adjie

Sriwijayamedia.com – Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengaku prihatin dengan bertambahnya jumlah kematian terkait unjuk rasa dan penangkapan aktivis – aktivis HAM, serta penembakan gas air mata polisi ke sejumlah kampus. Seperti Kampus Universitas Islam Bandung (Unisba) dan Universitas Pasundan di Bandung, Jabar.

“Kami menyesalkan bertambahnya jumlah kematian terkait unjuk rasa pekan lalu, begitu pula dengan penangkapan Delpedro Marhaen di Jakarta, Khariq Anhar di Banten, Syahdan Husein di Bali dan dua pendamping hukum dari YLBHI masing-masing di Manado dan Samarinda. Bahkan terakhir, muncul gejala pengerahan pamswakarsa yang dapat mendorong konflik horisontal di masyarakat. Ini semua menunjukkan negara memilih pendekatan otoriter dan represif daripada demokratik dan persuasif. Tuduhan pun memakai pasal-pasal karet yang selama ini dikenal untuk membubuhkan kritik. Ini harus dihentikan. Bebaskanlah mereka,” kata Usman dalam keterangan persnya, Rabu (3/9/2025).

Bacaan Lainnya

Usman menegaskan, negara harus mengoptimalkan pendekatan pemolisian demokratis, persuasif dan dialog dengan pengunjuk rasa, sebagaimana saran Kantor HAM PBB.

Menurut dia, ancaman hukuman hanya memicu eskalasi ketegangan antara kepolisian dan para pengkritik.

“Mereka berhak berkumpul dan menyampaikan pendapat di depan umum. Itu adalah hak asasi manusia. Sekali lagi, kami mendesak Polri membebaskan Delpedro, Syahdan dan ratusan pengunjuk rasa lainnya yang ditangkap hanya karena bersuara kritis sejak 25 Agustus 2025,” tegasnya.

Usman mengecam keras penembakan gas air mata ke arah kampus Unisba dan Universitas Pasundan yang dipakai sebagai posko medis bagi pengunjuk rasa atau menjadi korban kekerasan.

“Gas air mata itu membahayakan keselamatan warga sipil yang ada di dalam maupun di sekitar kedua kampus tersebut. Penggunaan gas air mata yang berlebihan bisa mengakibatkan luka fatal dan bahkan kematian seperti Tragedi Kanjuruhan,” ungkap Usman.

Negara, lanjut Usman, seharusnya melakukan investigasi independen yang melibatkan tokoh-tokoh dan unsur masyarakat yang memiliki integritas dan keahlian.

Komnas HAM juga harus segera melakukan penyelidikan projustiti atas terbunuhnya sepuluh warga sipil selama aksi untuk rasa.

“Negara harus mau bekerja sama dengan Komnas HAM dalam memastikan mereka yang bertanggung jawab atas kematian ini dapat dimintai pertanggungjawaban,” imbuhnya.

Usman hamid mengatakan, negara semestinya hadir dengan manusiawi, yaitu mendengarkan tuntutan warga, menghormati kebebasan berekspresi, serta menegakkan hukum secara adil.

“Tanpa itu, pernyataan Presiden hari Minggu lalu bahwa negara menghormati dan terbuka terhadap kebebasan penyampaian pendapat dan aspirasi masyarakat hanya slogan kosong yang dikubur oleh praktik otoriter melanggar HAM,” jelasnya. (Adjie)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *