Anggota Komisi X DPR Sabam Sinaga Sebut Revisi UU Sisdiknas Diperlukan untuk Jawab Tantangan Pendidikan

Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Demokrat Sabam Sinaga, dalam Forum Legislasi yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (3/6/2025)/sriwijayamedia.com-adjie

Sriwijayamedia.com – Anggota Komisi X DPR RI dari Fraksi Demokrat Sabam Sinaga menilai revisi Undang-Undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) sebagai langkah mendesak untuk menjawab berbagai tantangan di sektor pendidikan Indonesia.

Sabam menyatakan bahwa regulasi yang sudah lama berlaku perlu diperbarui agar selaras dengan dinamika zaman serta kondisi riil di lapangan.

Bacaan Lainnya

Dalam Forum Legislasi yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (3/6/2025), Sabam menguraikan sejumlah persoalan krusial yang masih membayangi dunia pendidikan, mulai dari tekanan terhadap tenaga pendidik, perilaku perundungan di sekolah, hingga ketimpangan infrastruktur di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar).

“Banyak hal yang menjadi perhatian, dari intimidasi terhadap guru, bullying siswa, hingga sarana prasarana yang belum memadai. Belum lagi soal perbedaan kualitas pendidikan antarwilayah yang masih besar,” ujar Sabam.

Sabam menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait pembebasan biaya pendidikan di sekolah swasta.

Dia melihat keputusan ini sebagai momen strategis untuk meninjau ulang keseluruhan sistem pembiayaan pendidikan di Indonesia.

“Putusan MK itu menjadi berkah menurut saya. Ini waktu yang tepat untuk merevisi pembiayaan pendidikan secara menyeluruh, termasuk memetakan kembali pos-pos anggaran lintas kementerian,” katanya.

Komisi X DPR RI, ungkap Sabam, menemukan ketidakseimbangan alokasi dana pendidikan antar kementerian.

Ia mencatat bahwa anggaran pendidikan di kementerian non-teknis kerap jauh lebih besar dibandingkan kementerian teknis, dengan rasio pembiayaan per mahasiswa bisa mencapai 1 banding 14.

“Informasi yang kami dapat, biaya per mahasiswa di lembaga lain bisa 14 kali lebih tinggi dibanding PTN atau PTS. Ini ketimpangan yang harus dibenahi,” tegasnya.

Sabam juga mengkritisi keberadaan lembaga pendidikan tinggi di luar naungan Kemendikbudristek yang menjalankan program serupa dengan perguruan tinggi negeri maupun swasta.

“Kalau di Kementerian Kesehatan ada Poltekkes di hampir semua provinsi, padahal universitas negeri dan swasta juga punya jurusan yang sama. Apakah ini masih relevan untuk diteruskan?” ucapnya.

Sabam pun turut menyinggung mengenai program makan bergizi gratis yang digagas Presiden Prabowo.

Dia menilai program ini dapat menjadi sarana efektif untuk meningkatkan kualitas gizi siswa dan menurunkan angka stunting, asalkan peran sekolah diperkuat dalam pelaksanaannya.

“Makan bergizi gratis ini peluang besar untuk tekan angka stunting. Dulu ada program UKS, mungkin bisa kita aktifkan kembali sebagai alat ukur dampaknya,” jelas Sabam. (Adjie)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *