Sriwijayamedia.com – Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto menyampaikan dirinya adalah tahanan politik yang sedang mengalami kriminalisasi hukum karena kepentingan kekuasaan.
Hasto menyampaikan harapannya agar persidangan dirinya di PN Jakarta Pusat bisa dilaksanakan secara independen.
“Sikap saya tetap tidak berubah. Apa yang terjadi adalah suatu bentuk kriminalisasi hukum karena kepentingan kekuasaan di luar sana. Jadi, saya adalah tahanan politik,” kata Hasto Kristiyanto, Jumat (14/3/2025).
Berikut adalah pernyataan lengkap Hasto Kristiyanto, yang dituliskannya di dalam selembar kertas dengan bolpoin bertinta biru.
“Akhirnya, momentum yang saya tunggu tiba. Proses persidangan terhadap kasus hukum yang dipaksakan oleh KPK bisa dimulai pada hari ini. Saya percaya terhadap independensi lembaga peradilan ini, sehingga diharapkan dapat menjadi lambang supremasi penegakan hukum yang berkeadilan. Sebab itulah, hakim dalam mengambil keputusan selalu menyatakan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa,” tulisnya.
“Sikap saya tetap tidak berubah. Apa yang terjadi adalah suatu bentuk kriminalisasi hukum karena kepentingan kekuasaan di luar sana. Jadi, saya adalah tahanan politik. Saya sudah membaca surat dakwaan dengan sangat cermat, dan hampir semuanya merupakan produk daur ulang. Semua ini adalah produk daur ulang dari perkara yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap atau inkrah,” tulisnya lagi.
Begitu banyak manipulasi terhadap fakta-fakta hukum. Setidaknya ada minimal 20 keterangan yang sengaja dibuat berbeda antara dakwaan, keterangan saksi, dan putusan pengadilan yang sudah inkrah.
Perlu rekan-rekan pers ketahui bahwa proses P21 juga terlalu dipaksakan.
“Sebagai tersangka, kami telah mengajukan saksi yang meringankan. Namun, saksi yang namanya sudah dikirimkan ke KPK ternyata tidak pernah diperiksa. Saat P21, saya juga sedang dalam kondisi sakit radang tenggorokan dan kram perut akibat terlalu semangat berolahraga. Namun, proses ini tetap dipaksakan, sehingga hak-hak saya sebagai terdakwa sengaja dilanggar. Ini adalah pelanggaran HAM yang sangat serius,” akunya.
Proses P21 di KPK rata-rata berlangsung 120 hari, tetapi saya justru diproses hanya dalam waktu kurang lebih dua minggu. Mengapa? Karena tujuannya untuk menggugurkan proses praperadilan yang kedua.
Persoalan yang saya hadapi juga tidak menimbulkan kerugian negara. Jadi, tidak ada kerugian negara.
Memproses kembali perkara yang sudah inkrah nyata-nyata menciptakan ketidakpastian hukum dan bertentangan dengan fakta-fakta hukum yang telah diputuskan oleh pengadilan sebelumnya. Inilah muatan kriminalisasi politik.
Saya berjuang demi nilai-nilai demokrasi, menjaga konstitusi, serta melindungi peradaban Indonesia yang seharusnya dibangun di atas supremasi hukum. Betul? (Dijawab teriakan “Betul!” Oleh pengunjung sidang).
Jadi, ini terjadi akibat abuse of power.
“Mohon doanya. Saya akan menghadapi semuanya dengan kepala tegak dan senyuman di wajah. Karena proses daur ulang ini sangat kental dengan muatan politik. Terima kasih. Satyam Eva Jayate. Merdeka!,” pintanya. (Adjie)