Komite I DPD RI Gelar RDPU Inventarisir Pengawasan Implementasi UU Desa

Usai RDPU dengan pakar atau ahli dalam rangka inventarisasi materi pengawasan atas pelaksanaan UU Desa, Ketua Komite I DPD RI Andi Sofyan Hasdam berfoto bersama/sriwijayamedia.com-adjie

Sriwijayamedia.com – Komite I DPD RI menggelar Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan pakar atau ahli dalam rangka inventarisasi materi pengawasan atas pelaksanaan Undang-Undang (UU) Desa.

Ketua Komite I DPD RI Andi Sofyan Hasdam mengatakan kebijakan afirmasi yang besar kepada desa, berpeluang menghasilkan perubahan besar bagi pemerintah desa dan masyarakat desa di seluruh Indonesia, berupa kemandirian desa.

Tetapi di sisi lain juga dapat menciptakan hasil yang berlawanan sehingga menimbulkan masalah-masalah baru bagi desa.

“Beberapa persoalan yang muncul antara lain lemahnya kapasitas aparat desa untuk mengimplementasikan UU Desa dan ketidakcakapan dalam pengelolaan dan pertanggungjawaban yang dapat menuju kepada penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara atau korupsi,” kata Andi Sofyan, dalam RDPU, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (3/3/2025).

Senator asal Kalimantan Timur ini mengatakan ketegangan antar instansi pemerintahan yang membina dan terlibat dalam pembangunan desa yaitu Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Kemendes PDTT yang dapat menimbulkan gesekan dalam aturan turunan UU Desa yang dibuat oleh masing-masing instansi tersebut.

Hal ini pada akhirnya dapat menghambat penyelenggaraan urusan pemerintahan desa.

Sebelumnya, Pakar Pemerintahan Desa Sutoro Eko Yunanto, menyampaikan bahwa dalam pelaksanaannya selama 11 tahun terakhir, UU Desa dikuasai oleh teknokrasi yang selalu melakukan kolonisasi desa.

Misi UU Desa masih jauh dari harapan. UU Desa mengalami reduksi, distorsi, tidak terjadi koherensi serta konsistensi.

“Pendekatannya teknokratis. UU Desa diatur peraturan menteri, peraturan daerah, peraturan bupati. Semangatnya hanya pasal, ayat, syarat, dan prosedur dalam Perda atau Perbup. Biasanya copy-paste. Jika asas rekognisi, salurannya langsung dari pusat ke desa,” ucapnya.

Sutoro menilai, karena kuasa atas desa, desa dijadikan obyek. Sehingga, perkembangan desa tidak sesuai nilai dan semangat UU Desa. Desa dihadapkan dengan pasal, ayat, syarat, dan prosedur dalam regulasi.

“Hak dan kewenangan desa dibunuh diutamakan pada kewajiban dan tanggungjawab desa khusus pada uang semata. Dengan dana desa, kepala desa dibikin jadi mandor proyek yang harus patuh pada aturan dan siap melayani menteri,” ungkapnya. (Adjie)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *