Sriwijayamedia.com – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi NasDem Rudianto Lallo mengatakan, instruksi Presiden (Inpres) Prabowo Subianto terkait pemberantasan korupsi harus dianggap sebagai sumber etis kebijakan dan dipandang sebagai panduan moral bagi para organ pembantu-pembantunya.
“Siapa organ pembantu Presiden hari ini dalam kontes penegakan hukum ada tiga. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kejaksaan, dan Polri,” kata Rudianto, dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertema ‘Mendukung Upaya Pemerintah Dalam Penegakan Hukum’ yang diselenggarakan oleh Koordinatoriat Wartawan Parlemen (KWP) bekerja sama dengan Biro Pemberitaan DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (14/11/2024).
Rudianto mengaku bingung dengan kondisi pemberantasan korupsi di Indonesia, yang memiliki tiga lembaga penegak hukum. Sementara di negara-negara lain hanya satu lembaga, namun kasus-kasus korupsi masih saja terjadi di Indonesia.
“Korupsi misalkan, di Indonesia (ada) tiga penegak hukumnya. di dunia hanya satu di negara lain. Indonesia kita punya tiga Pak, tapi sampai hari ini korupsi tidak pernah tuntas betul,” imbuhnya.
Sementara itu, Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi PKS Nasir Jamil menjelaskan bahwa ada tiga sendi negara yang harus dijaga oleh pemerintah, yaitu sendi demokrasi, sendi negara hukum dan sendi keadilan sosial.
“Jadi negara hukum inilah yang memang harus kita pertahankan. Jadi kalau negara hukum maka rumusnya hukum itu harus menjadi panglima. Di masa orde baru, ekonomi yang menjadi panglima,” ungkap Nasir.
Manurut Nasir, saat ini sudah sangat diperlukan adanya pembaruan hukum dalam rangka penegakan hukum yang benar.
“Karena itu negara hukum ini yang harus kita dorong bersama-sama agar pemerintahan yang sekarang Pak Prabowo Subianto itu melanjutkan. Dia harus juga memperhatikan hak asasi manusia karena demokrasi itu ya harus menjunjung tinggi supremasi ya bukan hanya hukum tapi juga hak asasi manusia,” jelasnya. (Adjie)









