Sriwijayamedia.com- Menanggapi capaian 100 hari pertama Kabinet Merah Putih Prabowo-Gibran periode 2024-2029, Direktur Yayasan Lembaga Banguan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur berharap pemerintah dapat menerima berbagai masukan dari kalangan ahli maupun masyarakat.
Hal ini penting dilakukan sebelum pemerintah atau kementerian terkait membuat sebuah kebijakan dan menerapkannya.
“Selain menerima masukan-masukan dari masyarakat, pemerintah juga perlu mempelajari dan menerima data-data ilmiah hasil penelitian dan survei sebagai informasi awal yang dapat digunakan untuk mengambil kebijakan, terutama dibidang penegakan hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM),” kata Isnur, dalam wawancara khusus di Gedung YLBHI, Jakarta, belum lama ini.
Isnur menilai saat ini dalam bidang reformasi hukum dan penegakan HAM, pada susunan kabinet yang dibentuk tidak mencerminkan adanya keseriusan.
Terbukti sejak awal kabinet terbentuk, Yusril Ihza Mahendra sebagai Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menkohukham) telah mengeluarkan pernyataan yang dianggap blunder dan Natalius Pigai yang didapuk sebagai Menteri HAM pun turut mengeluarkan sikap serupa.
Usulan-usulan program ham yang dibuat tidak sesuai dengan semangat dari keputusan konstitusi dan HAM. Alih-alih hendak melakukan penguatan HAM, namun yang menurutnya justru kemunduran dalam bidang HAM.
“Kita juga melihat bagaimana rencana-rencana aksi manusia yang tidak secara tegas, yang muncul hanya pada wilayah manusia budaya, bukan pada jaminan perbaikan kepolisian dan kebebasan berekspresi. Penguatan militer justru ada disana,” terang Isnur.
Isnur menjelaskan program HAM adalah akselerasi dari semua kementrian, Undang-undang (UU) dan HAM, bukan kebijakan yang dibuat sendiri.
Seperti membuat program Universitas HAM, yang bukan merupakan program HAM. Program HAM adalah misalnya, bagaimana membuat pendidikan gratis dan berkualitas bagi masyarakat, kampus-kampus tidak memasang biaya kuliah mahal, bagaimana pelayanan kesehatan di RS bisa murah dan terakses cepat serta terlayani dengan baik.
RS adalah program yang ada di Kemenkes, dan ini adalah program HAM.
“Itulah program mainstreaming atau pembentukan HAM dalam semua aspek kehidupan, bukan bikin program sendiri, atau bangunan sendiri,” papar Isnur.
Selain itu merupakan hal penting untuk kemungkinan perlunya masukan dari banyak pihak, baik dari kalangan ahli maupun masyarakat sipil, termasuk melihat bagaimana Rencana Aksi Nasional (Ranham) disusun. Karena rencana aksi program HAM NASIONAL ada didalam Ranham.
“Kepada pemerintah sebelum meluncurkan program seharusnya mendengarkan masukan maupun temuan dan riset dari masyarakat agar sesuai dengan semangat yang dibutuhkan oleh masyarakat, termasuk menghentikan rencana pembangunan berskala massif yang menggusur rakyat dimana-mana. Misalnya rencana pembangunan food estate yang bedampak pada penebangan hutan dan menggusur masyarakatnya. Daripada membuka lahan seluas itu, mengapa tidak memberdayakan petani?. Petani diberdayakan, diberikan support, akses pupuk dan sebagainya supaya cepat dapat kemampuan swasembada pangan,” jelas Isnur.
Hak atas keadilan, hidup, kepastian hukum, keamanan,pendidikan kesehatan pendidikan perumahan dan sebagainya adalah bagian dari pemenuhan HAM kebutuhan manusia.
Oleh karena itu, Isnur menegaskan pada pasal 27 hingga pasal 31 kontitusi UUD 1945 harus dapat diwujudkan oleh presiden terpilih Prabowo Subiyanto. Ia harus fokus pada janji negara didalam konstitusi.
“Prabowo harus bisa mewujudkannya. Prabowo harus fokus pada janji negara didalam konstitusi. Kemudian dari situ ada turunan dari pasal-pasal yang memuat kewajiban negara sebagai pemerintah,” pinta Isnur.
Nasionalisme yang digaungkan oleh Prabowo harus dibaca secara utuh. Pada point konstitusi semua harus diturunkan.
Misalnya kebebasan berpendapat dimuka umum, jangan sampai masih ada lagi mahasiswa berdemostrasi, dipukuli lalu dibubarkan.(santi)