Warga Rempang Bertahan, Tolak Pembangunan Strategis Nasional Rempang Eco City

Warga Tempang bersama WALHI dan YLBHI dalam konferensi pers di Kantor WALHI, Jaksel, Jum'at (16/8/2024)/sriwijayamedia.com-ismi

Sriwijayamedia.com – Perwakilan warga Rempang, Aris meminta jangan merampas hak adat warga Rempang, masyarakat disana tidak anti pembangunan, hanya meminta pembangunan yang wajar.

Hal itu disampaikannya dalam konferensi pers yang bertemakan ‘Rempang Belum Tumbang, Tolak PSN Rempang Eco – City’ yang digelar di Kantor WALHI, Jakarta Selatan (Jaksel), Jum’at (16/8/2024).

Bacaan Lainnya

Menurut Aris, warga Rempang akan tetap mempertahankan tanah adatnya, dan lebih memilih untuk melakukan aksi unjuk rasa hingga audiensi di Jakarta, ketimbang harus hengkang dari tanah leluhurnya sendiri.

“Kalau untuk kita di kampung hari ini, masih tetap akan bertahan. Upaya yang sudah kita lakukan itu melakukan kunjungan – kunjungan ke lembaga terkait, seperti sudah ke KLHK, Ombusman, Komnas HAM, Komnas Perempuan sampai mengadakan aksi di depan Kedutaan Tiongkok juga di depan Kementrian Perekonomian.,” ujar Aris, dihadapan awak media yang hadir pada acara tersebut.

“SDM kami sangat terbatas, kami meminta tolong kepada rekan – rekan untuk mendukung kami. Mungkin pemerintah pusat melihat celah dengan rendah nya SDM kami ini, makanya mereka ingin melakukan relokasi. Sejauh ini, kami diiming-imingi oleh Pemerintah Batam, satu personel kalau mau pindah, dikasih uang makan sebesar Rp 1.200.000. Para aparat juga mengatakan, mau atau tidak maunya kami pindah dari Rempang, pembangunan Eco City ini akan tetap berjalan,” terangnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif WALHI Zenzi Suhadi menilai Proyek Strategis Nasional (PSN) itu seharusnya proyek yang bisa menjawab apa yang dibutuhkan rakyat.

Tapi yang terjadi sekarang pemerintah menetapkan dulu, baru dikaji. Hal ini yang menjadi kesalahan dan akan terus menimbulkan konflik untuk masyarakat yang terdampak.

“Mereka dipaksa pemerintah untuk pindah, mau dalam keadaan logis berfikir, rasional atau tidak, mereka akan memilih mati disana daripada harus diusir mentah mentah. Tidak hanya masyarakat Melayu yang memiliki prinsip itu, tapi di Indonesia itu memiliki kepercayaan spiritual nya sendiri,” tegas Zenzi.

Permasalahan yang terjadi saat ini, isu Rempang Eco City sampai Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN), WALHI menilai, kesalahannya ada pada pola pemikiran pemerintah.

Dimana pemerintah membuat hukum secara otorian, yakni orang yang berada di atas hukum. Seolah – olah semua kebijakan dilandaskan dengan hukum, yang nyatanya tidak sesuai.

“Kita harus melihat prinsip dasar dari sebuah negara, dimana Indonesia merupakan negara hukum. Sejak awal negara ini berjanji akan melindungi segenap bangsa Indonesia dan tanah air nya, inilah hukum, perjanjian dan kontrak yang tertinggi di Indonesia. Ini juga yang menjadi sumpah tertinggi untuk seluruh pemerintah, pejabat, hingga aparat yang dilantik. Namun ini dirampas oleh keserakahan, kejahatan, kapitalisme, dan berselingkuh dengan kekuasaan,” jelas Isnur, perwakilan YLBHI.(Ismi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *