Sriwijayamedia.com – Lembaga Swadaya Masyarakat Pemerhati Organisasi Sosial dan Ekonomi Republik Indonesia (LSM POSE RI) bersama Barikade 98, Tim 9 Naga Hitam, PWRI dan AWDI Kabupaten Musi Banyuasin (Muba), menggelar aksi damai, di depan Kantor Bupati Muba, Selasa (27/8/2024).
Aksi tersebut dilakukan sebagai upaya menyampaikan aspirasi ratusan ribu masyarakat Kabupaten Muba yang hidupnya bergantung pada sektor pertambangan dan penyulingan minyak secara tradisional.
Dalam orasinya, massa aksi mendesak pemerintah untuk segera merealisasikan revisi Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 1/2008, atau menerbitkan aturan baru yang dapat memberikan legalitas serta mengakomodir kepentingan masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam berupa minyak bumi.
Setelah mengelar longmarch dan orasi, perwakilan peserta aksi kemudian diterima langsung oleh Pj Bupati Muba H Sandi Fahlepi untuk melakukan audiensi.
Pj Bupati Muba Sandi Fahlevi didampingi Asisten II Bidang Ekonomi dan Pembangunan Setda Muba Andi Wijaya menuturkan bahwa tuntutan massa aksi sejalan dengan apa yang tengah diusahakan oleh Pemkab terkait tata kelola minyak tradisional di Muba.
Pemkab Muba sejak tahun 2021 – 2024 sudah menginisiasi agar adanya revisi terhadap Permen Nomor 1/2008. Beberapa langkah yang telah dilakukan diantaranya audiensi ke Kementerian ESDM dan Deputi IV Menko Marves, studi tiru tentang pengelolaan sumur minyak masyarakat ke Desa Wonocolo Kabupaten Bojonegoro, hingga pada 16 Mei 2023 menerbitkan Surat Keputusan Bupati tentang Satuan Tugas Sosialisasi, Edukasi, Penataan Teknis dan Penataan Lingkungan Sumur Minyak Masyarakat di Kabupaten Muba.
“Pemkab Muba akan terus mengupayakan solusi terbaik, dan mendorong adanya legalitas tata kelola minyak,” ujar Pj Bupati Sandi Fahlepi.
Ketua Umum LSM POSE RI Desri, SH., menuturkan bahwa kepastian berusaha bagi masyarakat di perlukan payung hukum terkait tata kelola pertambangan dan penyulingan minyak tradisional harus segera diterbitkan. Karena hal ini berkaitan dengan hajat hidup masyarakat banyak.
“Ada sekitar 230 ribu lebih warga Muba bergantung hidup dan mengais rejeki pada sektor minyak tradisional. Jadi, bila belum ada solusi konkret dan payung hukum berupa aturan yang mengakomodir kepentingan masyarakat, maka jangan sampai ada tindakan represif berupa penutupan kegiatan usaha masyarakat baik sumur minyak atau tempat penyulingan. Masyarakat hanya mencari makan dan memenuhi kebutuhan sehari-hari, bukan mencari kaya,” ujarnya.
Menurut Desri, POSE RI dan gabungan 5 lembaga lainnya akan terus mendesak pemerintah baik itu di tingkat kabupaten, provinsi, maupun pemerintah pusat agar segera menerbitkan aturan terkait tata kelola minyak di Muba.
“Kami dalam waktu dekat juga akan mengadakan aksi di Kantor Gubernur Sumsel dan Kementerian ESDM di Jakarta untuk menyampaikan aspirasi 230 ribu masyarakat pekerja minyak tradisional,” terangnya.
Ditempat sama, perwakilan massa aksi Ahmad Jahri mengatakan bahwa kedatangan dirinya bersama ratusan massa aksi bermaksud mengetuk hati pemerintah agar memberikan kelonggaran kepada masyarakat selagi belum adanya aturan legalitas terkait tambang minyak dan penyulingan tradisional.
“Kami hadir disini bermaksud membantu Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Muba mendesak pemerintah pusat agar menerbitkan aturan baru atau solusi, sehingga masyarakat diberikan kelonggaran mengola minyak. Karena yang terjadi di lapangan saat ini sedang marak kegiatan penutupan sumur minyak, masyarakat dipersulit untuk melakukan penyulingan atau masak minyak, sehingga mereka terkendala memenuhi kebutuhan keluarga,” jelasnya. (berry)