Sriwijayamedia.com- Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Palembang, menggelar sosialisasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK), di Gedung Atyasa Palembang, Senin (26/8/2024).
Sosialisasi ini diikuti 85 peserta orang tua wali murid dari Sekolah Luar Biasa (SLB) -A PPRCN, Sekolah Dasar (SD) Negeri 30 Palembang, SLB Negeri Pembina, SLB Karya Ibu dan SLB- C Karya Ibu yang interaktif tanya jawab dengan Psikolog Moalisa Sukyadewi, M.PSi., terkait tantangan dan inovasi ABK.
Ketua Peyelengara sekaligus Kepala Bidang (Kabid) Perlindungan Khusus Anak Dinas PP3A Kota Palembang Dra Hj Yuli Riati, MM., mengatakan sosialisasi tentang ABK ini diadakan agar adanya pemahaman dan pencerahan tentang keberadaan ABK.
“Kita ingin semua lapisan bisa menerima keberadaan ABK, sehingga mereka dapat tumbuh dan berkembang serta berpartisipasi dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan,” tuturnya.
Dia menjelaskan, penanganan ABK perlu dilakukan sejak dini. Banyak hak yang harus diperoleh oleh para ABK.
“Selain meliputi pemenuhan hak sipil dan kebebasan ABK juga berhak atas lingkungan keluarga dan pengasuhan alternatif, hak pendidikan, hak kesehatan dan kesejahteraan dasar,” paparnya.
Sementara itu, Penjabat (Pj) Wali Kota (Wako) Palembang Abdul Rauf Darmenta melalui Kepala DP3A Kota Palembang Altur Febriasnyah, SH., M.Si., menjelaskan, ABK juga harus mendapatkan hak perlindungan khusus meliputi kesehatan, terapi dan rehabilitasi, pendidikan dan pelatihan, perlindungan hukum, serta pengembangan keterampilan hidup (life skill) untuk hidup mandiri.
“Orang tua yang memiliki ABK memiliki peran yang lebih kompleks dan dituntut memiliki pemikiran, tenaga dan pengelolaan perasaan yang lebih baik,” tegasnya.
Pentingnya pengetahuan dan kemampuan orang tua terkait cara penanganan ABK ini, kata Altur sangat diperlukan untuk anak dan orang tua.
“Sosialisasi ini juga dilakukan untuk menggali permasalahan dan perasaan orang tua. Melalui sosialisasi ini, diharapkan dapat memberikan manfaatkan secara maksimal, sehingga orang tua bisa mendidik anak penyandang disabilitas daruma,” ungkap Altur.
Altur menyayangkan, dewasa ini masih ada anggapan akan keberadaan ABK merupakan beban, aib, bencana dan kutukan. Banyak orang tua, keluarga dan masyarakat yang menyembunyikannya, sehingga ABK mengalami diskriminasi dan tidak terpenuhi haknya untuk memperoleh pendidikan dan kesehatan sebagaimana anak lain seusianya.
“Anggapan salah tersebut mengakibatkan anak berkebutuhan khusus mendapatkan kekerasan termasuk penelantaran dan pemasungan karena anak tersebut sering melakukan perusakan dan tidak bisa diatur serta meresahkan lingkungan sekitarnya,” imbuhnya.
Dia berharap dalam penanganan ABK, pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kota, serta pemangku kepentingan lainnya perlu membangun komitmen bersama dalam penanganan ABK.
“Dengan demikian program atau kegiatan yang dilaksanakan akan berkontribusi pada penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak ABK,” jelasnya.(wan)









