Sriwijayamedia.com- Pada setiap perhelatan pemilihan umum (pemilu) tentu diwarnai dengan berbagai potensi konflik.
Namun sejauh mana konflik bisa diminimalisir bahkan dicegah tergantung dari kesigapan aparat dalam mengatasinya dan kecerdasan masyarakat dalam menyikapinya.
Hal demikian disampaikan Kepala Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayoga, di secretariat ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Jum’at (15/3/2024).
Dia mengatakan potensi konflik dalam pemilu 2024 bisa saja terjadi seperti halnya pemilu 2019. Mulai dari konflik keluarga hingga konflik eksternal yang terjadi diluar rumah.
Kondisi itu, masih kata Egi, sudah biasa terjadi dan aparat keamanan pastinya sudah menduga hal itu akan terjadi serta melakukan antisipasi.
Meski masalah konflik bukanlah ranah ICW, namun ketidakpuasan masyarakat terhadap proses pelaksanaan pemilu (pilpres) bisa saja terjadi.
“Konflik itu selama bisa menghasilkan suatu hal negatif seperti kekerasan, tentu masyarakat dapat menghindarinya agar tidak terjadi hal-hal yang tdak kita inginkan,” terang Egi.
Egi menegaskan masalah konflik bukanlah ranah ICW, namun adanya dugaan korupsi yang diisukan saling menyandera kalangan elit akan mengurangi greget pembentukan hak angket di parlemen dan perjuangan melawan pemilu curang yang kini sedang diperjuangkan oleh para kelompok relawan bersama tim pemenangan pemilu pasangan calon (paslon) yang terancam kalah dalam perolehan suara (paslon 01 dan 03).
ICW sendiri belum mendapatkan informasi yang valid terkait rumor tersebut.
Isu adanya praktik korupsi dalam pilpres, lanjut Egi, masih sebatas rumor dan dugaan, sehingga ICW belum bisa mengomentarinya lebih jauh.
Kedepan, ICW berencana akan tetap melakukan pengawasan terhadap jalannya pemilu sampai pilkada serentak yang akan berlangsung pada tahun ini juga.
Pada pilpres 2024 ini, ICW akan menelusuri laporan dugaan money vot dan penyelewengan dana kampanye melalui laporan alat peraga kampanye (APK) yang tersedia.
“Jika terjadi kekalahan dalam jumlah besar tentu juga akan berpotensi menimbulkan kecurigaan terjadinya kecurangan,” papar Egi.
Dugaan kecurangan itu, harus diusut karena dalam pemilu kali ini diduga terjadi banyak kecurangan dan hal itu harus diusut sampai ke akar-akarnya, termasuk salah satunya soal Sirekap yang menjadi fokus kerja ICW lantaran adanya dugaan perbedaan data antara data pada Sirekap dengan lembar formula C1.
ICW tidak bisa menyatakan itu sebagai kecurangan sebelum melihat dokumen-dokumen datanya, apakah betul ada dugaan pelanggaran kearah sana.
Jika belum ada titik terang penyelesaian dugaan kecurangan pemilu, maka yang terpenting adalah KPU harus bisa menyelesaikan perhitungan suaranya jangan sampai melebihi.
Karena jika ini terjadi tentu akan memperkuat dugaan banyak orang bahwa kecurangan itu benar terjadi. Namun ini bukan semata-mata hanya tugas KPU.
”KPU dan Bawaslu sebenarnya bisa bekerja sama, namun saya belum bisa lihat ini. Untuk menunjukan kecurangan yang terjadi bisa saja berlanjut meski proses perhitungan suara sudah diselesaikan KPU,” jelas Egi.(santi)