Demokrat : Dimana Ada Kecurangan Pemilu? Tunjukkan!

Ketua DPP Partai Demokrat Herman Khaeron/sriwijayamedia.com-adjie

Sriwijayamedia.com – Ketua DPP Partai Demokrat Herman Khaeron mengaku bingung dengan kubu paslon 01 Anies – Muhaimin dan kubu paslon 03 Ganjar – Mahfud, yang hanya mempersoalkan hasil Pemilu Presiden dan tidak mempersoalkan hasil Pemilu Legislatif.

Padahal kedua Pemilu tersebut dilaksanakan secara serentak.

Dia pun menantang kedua kubu paslon tersebut untuk membuktikan dugaan kecurangan yang dilakukan oleh paslon 02 Prabowo – Gibran.

“Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden sebenarnya tidak bisa dipisahkan karena Pemilu-nya serentak. Kalau kemudian ada anggapan dari pihak 01 dan 03 bahwa pasangan Prabowo-Gibran melakukan kecurangan, dimana? tunjukkan,” kata Herman Khaeron, kepada wartawan di ruang kerjanya, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (29/2/2024).

Terkait wacana hak angket DPR, anggota DPR RI Dapil Jabar VIII ini mengaku bisa memahami karena hak tersebut merupakan hak konstitusional DPR.

Namun menurutnya hak angket saat ini belum diperlukan.

“Hak angket itu belum urgen, karena kalau kemudian ada indikasi kecurangan, tentu ranahnya ada Bawaslu. Kalaupun kemudian nanti masuk dalam sengketa, sesuai ketentuan perundang-undangan, penyelesaiannya di Mahkamah Konstitusi. Oleh karena itu kalau kemudian persoalan Pemilu ditarik-tarik ke ranah politik, tidak tepat karena penyelenggara Pemilu melaksanakan Pemilu berdasarkan Keputusan Pemerintah,” ungkap Herman.

Herman mempertanyakan alasan mengapa hak angket ini digulirkan setelah pemungutan suara.

Dia pun khawatir, hak angket ini akan mendelegitimasi pelaksanaan Pemilu, dimana rakyat telah memberikan suaranya.

“Kenapa hak angket dilakukan sesudah Pemilu?. Apabila yang menang misalkan pasangan 03 apakah tetap akan ada hak angket? Jangan sampai hak angket mendelegitimasi terhadap pelaksanaan Pemilu ini. Orang sudah berjuang, bekerja seoptimal mungkin, bahkan ada korban dalam penyelenggara Pemilu dan hak rakyat sudah digunakan, sebagian besar rakyat memilih Prabowo-Gibran. Ini semua adalah suara masyarakat, tegasnya.

Jika suara masyarakat di delegitimasi oleh elit-elit politik melalui keinginan mengusung hak angket, maka suara masyarakat yang selama ini disalurkan melalui Pemilu, jangan di down grade.

“Hargai suara rakyat. Hargai suara yang telah disalurkan oleh rakyat. Kalau kemudian elit-elit politik mendelegitimasi suara rakyat melalui hak angket, ini sama dengan tidak menghargai suara rakyat yang telah diberikan pada waktu 14 Februari 2024,” jelas Herman. (adjie)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *