Sriwijayamedia.com – Terbukti melanggar kode etik, advokat berinisial BIY dikenakan sanksi pemberhentian sementara selama 12 bulan dari profesinya sebagai advokat.
Hal itu berdasar putusan yang dibacakan oleh Majelis Kehormatan Dewan Kehormatan Daerah (DKD) Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) Sumsel, dalam persidangan diketuai Majelis Amirul Husni, SH., didampingi Majelis Anggota Dr Davis Edwar, SH., M.Hum., dan Dr Else Suhaimi., SH., MH., di Kantor DPC PERADI Palembang, Senin (15/1/2024).
Akbar Tan, SH., dari kantor hukum Akbar Tan & Partners sebagai penasihat hukum yang mendampingi Direktur PT Amen Mulia menjelaskan, pengaduan pelanggaran kode etik ini bermula dari adanya pemberian kuasa dari PT Amen Mulia (pengadu) kepada Advokat BIY (teradu) untuk melakukan perlawanan terhadap penetapan eksekusi yang cacat hukum dan non executable di atas objek yang terletak di kawasan Jakabaring, Kota Palembang.
Upaya perlawanan ini dikuasakan oleh PT Amen Mulia kepada advokat BIY guna mempertahankan objek sita eksekusi, dengan alasan hukum, salah satunya adalah dikarenakan terdapat beberapa objek milik pihak ketiga yang ikut diletakkan sita eksekusi.
Namun bertentangan dengan kuasa yang telah diberikan, advokat BIY justru mengeluarkan surat yang mengatasnamakan PT Amen Mulia, yang berisi penyerahan secara sukarela bangunan dan tanah objek eksekusi yang seharusnya dipertahankan.
“Tindakan inilah yang kemudian menjadi pokok pengaduan pada perkara ini, dan dengan putusan yang telah dibacakan oleh Majelis Kehormatan pada hari ini. Artinya Majelis Kehormatan memandang tindakan yang dilakukan Advokat BIY terbukti secara hukum adalah tindakan yang telah melampaui kuasanya,” jelas Akbar saat diwawancarai usai persidangan.
Menurut dia, hal inilah yang menjadi dasar pertimbangan terjadinya pelanggaran Kode Etik Advokat Indonesia tanggal 23 Maret 2002 dan Undang – Undang (UU) No 18/2003 tentang Advokat.
“Kami memahami betul jika hal ini merupakan tahap awal dari perjuangan Kami, karena bagi pihak yang merasa keberatan dengan putusan ini, masih ada upaya hukum untuk mengajukan banding ke Dewan Kehormatan Pusat PERADI,” imbuhnya.
Selanjutnya, Akbar Tan memberikan apresiasi penuh kepada Majelis Kehormatan DKD PERADI Sumsel yang telah memeriksa dan mengadili perkara ini.
Dia menilai, Majelis Kehormatan telah memimpin jalannya pemeriksaan persidangan dengan baik, sesuai dengan hukum acara yang diatur, sehingga atas kepemimpinan Ketua Majelis Kehormatan Bapak Amirul Husni, SH., dapat terungkap fakta-fakta dalam perkara ini secara tepat.
“Setelah melalui alur proses persidangan akhirnya terbit putusan yang telah memenuhi nilai-nilai keadilan bagi Pengadu, karena adanya ketegasan Ketua Majelis dalam memberi sanksi kepada advokat teradu BIY yang terbukti melanggar kode etik advokat, dan hal ini dapat dilihat sebagai bentuk penegakkan harkat dan martabat advokat, sebagaimana yang diamanatkan oleh Kode Etik Advokat Indonesia tanggal 23 Maret 2002 dan UU No 18/2003 tentang Advokat,” ungkap Akbar.
Apabila ada upaya banding yang dilakukan oleh advokat teradu BIY, ia berharap Majelis Kehormatan yang ditunjuk oleh Dewan Kehormatan Pusat PERADI untuk memeriksa dan mengadili pada tingkat banding.
“Agar dapat mempertahankan dan menguatkan putusan yang telah baik ini,” jelasnya.
Sementara itu, Advokat BIY saat dikonfirmasi menilai bahwa putusan Majelis Kehormatan itu ngawur, dan nyata sekali Majelis Kehormatan tidak paham hukum dan kode etik advokat.
“Putusan Majelis Kehormatan sangat berbahaya, oleh karena akan memaksa advokat sebagai penegak hukum tidak menaati hukum. Saya akan banding terhadap putusan tersebut dan saya akan minta dilakukan pemeriksaan terhadap kompetensi Majelis Kode Etik,” urainya.(Cha)