Soal Gibran, TPDI dan PEREKAT Nusantara Ajukan Dialog ke KPU RI

Koordinator TPDI Petrus Selestinus dan Erick S Paat serta Koordinator Perekat Nusantara Carrel Ticualu, Selasa (24/10/2023)/sriwijayamedia.com-ismi

Sriwijayamedia.com – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023, dalam perkara Uji Materil mengenai konstitusionalitas pasal 169 huruf q, UU No 7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) terkait pemaknaan terhadap sifat putusan MK yang “Final” dan “Mengikat”, dimana KPU sebagai salah satu pihak yang sangat berkepentingan dengan pelaksanaan Putusan MK dimaksud.

Koordinator TPDI Petrus Selestinus dan Erick S Paat serta Koordinator Perekat Nusantara Carrel Ticualu, Selasa (24/10/2023) mendatangi Kantor KPU RI yang di Jalan Imam Bonjol, Jakarta Pusat meminta permohonan dialog terkait soal Gibran Rakabuming.

Bacaan Lainnya

“Kami menyampaikan beberapa pokok pikiran tentang pelaksanaan Putusan MK dimaksud dan sekaligus ingin mendapatkan penjelasan dan informasi terkait kesiapan KPU dan apa hambatan yang dihadapi KPU dalam pembentukan Peraturan Pelaksana sebagai tindak lanjut dari Putusan MK No 90/PUU-XXI/2023,” ujar Carrel Ticualu, dihadapan para media.

Menurut dia, pihaknya telah menyampaikan permohonan untuk bertemu Komisioner KPU RI dalam rangka menyikapi Putusan MK No 90/PUU-XXI/2023 terkait dengan kepentingan dari Gibran.

Hal ini karena Gibran digadang-gadang jadi cawapres Pak Prabowo.

“Dalam kesempatan itu, kami juga sudah sampaikan bahwa KPU adalah bagian yang melaksanakan undang-undang tapi Peraturan KPU belum mengakomodir putusan MK ini. Kami sempat berdiskusi sebentar dengan KPU bahwa putusan MK ini final and binding,” jelasnya.

Persoalannya, lanjut dia, PKPU ini harus diubah dulu. Untuk merubah PKPU ini harus persetujuan Komisi II DPR dan sampai saat ini belum ada.

“Kalau KPU melaksanakan ini, kemungkinannya akan menjadi tidak sah pendaftarannya (Gibran). Namun KPU bilang ini masih pendaftaran belum diverifikasi. Kalau diverifikasi nanti tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, maka disuruh ganti calonnya,” paparnya.

Carrel mengatakan kalau Gibran masih tetap dimajukan kemungkinan akan bermasalah. Bukan karena dia anak presiden, tapi karena dalam putusan MK itu menyatakan yang bisa dijadikan capres atau cawapres adalah yang berusia tidak dibawah 40 atau yang sedang menjadi kepala daerah.

“Disini terpecah dua, antara yang menyatakan kepala daerah itu gubernur dan Wali Kota (Wako) atau bupati. Gibran ini adalah Wako, itu hanya tiga hakim yang menyatakan itu. Sementara dua hakim lainnya gubernur. Kalau Gibran ini gubernur, mungkin tidak masalah. Kalau putusan MK ini dianggap sah dan bisa dijalankan,” imbuhnya.

Bila dipaksakan, masih kata dia, ini pasti akan menuai masalah di kemudian hari.

“Karena itu, kami berkepentingan sebagai masyarakat jangan sampai nanti presiden terpilih anggaplah Prabowo Gibran ini akan menuai gugatan tidak ada habisnya. Karena proses nya pun tidak sah,” pungkasnya.

Diketahui bahwa terkait Surat KPU No 1145/PL.01.4-SD/05/2023, Perihal : Tindak Lanjut Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 90/PUU-XXI/2023, tanggal 17 Oktober 2023, yang ditujukan kepada Pimpinan Partai Politik Peserta Pemilu 2024, agar Pimpinan Partai Politik Peserta Pemilu 2024 mempedomani putusan MK No 90/PUU-XXI/2023, dalam tahapan pencalonan Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2024.

Perekat Nusantara dan TPDI menyampaikan beberapa pokok pikiran, sebagai berikut :

1) Sifat Putusan MK, “final dan mengikat” sesuai dengan ketentuan pasal 10 ayat (1) UU No 8/2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi, yang menyatakan bahwa “putusan Mahkamah Konstitusi bersifat final, yakni langsung
memperoleh kekuatan hukum tetap sejak diucapkan dan tidak ada upaya hukum yang dapat ditempuh (final and binding).

2) Hal ihwal Putusan MK bersifat final dan mengikat, tentu saja berlaku bagi
Putusan MK No 90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023, meskipun di sana sini terdapat beberapa persoalan pelanggaran Etika, Hukum Acara, Hukum Materiil (UU No 48/2009) dan Sumpah Jabatan Hakim Konstitusi yang diduga terjadi dalam proses Uji Materil pasal 169 huruf q UU No 7/2017 tentang Pemilu, yang saat ini sedang ditangani oleh Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) dalam perkara Pelanggaran Etik dan oleh KPK dalam dugaan “Kolusi dan Nepotisme” dalam proses Uji Materiil perkara No 90/PUU-XXI/2023.

3) Tanpa menyangkal sifat putusan MK yang final dan mengikat sebagaimana didalilkan di atas, namun satu hal yang berbeda dan tidak boleh disamakan adalah, sifat final dan mengikat itu tidak boleh dimaknai dengan wajib dilaksanakan seketika itu juga. Karena dalam banyak hal sebuah keputusan termasuk Putusan Hakim, meskipun sudah final dan mengikat, belum dapat dilaksanakan karena terdapat persoalan yang muncul dalam diri putusan itu itu sendiri atau karena sebab dari luar yang bersifat prosedural. Misalnya masih memerlukan peraturan pelaksana atau hal lain yang secara hukum dapat mengganggu pelaksanaannya dan tidak dapat dipertanggungjawabkan.

4) Selain dari pada itu, Putusan MK No 90/PUU-XXI/2023 tanggal 16 Oktober
2023, terdapat permasalahan yang serius, karena terdapat persoalan factual yaitu ada pelanggaran secara bersama-sama oleh Hakim Konstitusi, Pihak Pemohon dan oleh Pihak Pemberi Keterangan (Presiden dan DPR), yaitu menyangkut pelanggaran terhadap “asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman” sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 ayat (6) UU No 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan : “dalam hal terjadi pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), putusan dinyatakan tidak sah dan terhadap hakim atau panitera yang bersangkutan dikenakan sanksi administratif atau dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

5) Dengan demikian, faktor adanya hubungan sedarah atau semenda antara
Hakim Konstitusi Anwar Usman yang merupakan ipar Presiden Jokowi dengan kepentingan Perkara Uji Materil No 90/PUU-XXI/2023 yang diperjuangkan oleh pemohon adalah untuk dan demi kepentingan Gibran Rakabuming Raka, putra sulung Presiden Jokowi atau keponakan Anwar Usman menjadi Capres atau Cawapres 2024, maka Hakim Konstitusi Anwar Usman sejak awal harus menyatakan mengundurkan diri dari persidangan perkara No 90/PUU-XXI/20231. Namun hal itu tidak dilakukan sehingga memperlihatkan adanya “Kolusi” dan Nepotisme” yang merusak marwah dan keluhuran martabat Hakim Konstitusi dan kemandirian MK itu sendiri.

Oleh karena terdapat persoalan hukum yang rumit dan sangat problematik, sehingga memerlukan langkah bijak dari KPU, berupa penundaan pelaksaan Putusan MK No 90/PUU-XXI/2023 tanggal 16 Oktober 2023, sementara batas waktu pendaftaran Calon Presiden dan Wakil Presiden akan berakhir besok (25/10/2023), kiranya KPU RI tidak terjebak dalam batas waktu yang akan berakhir akan tetapi memberikan solusi terbaik guna terselenggaranya Pemilu 2024 secara lebih bermartabat, terhormat, bebas dan adil.(ismi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *