Peringatan Hari Kerja Layak Sedunia, FSBPI Adakan Diskusi Publik

FSBPI bersama Organisasi Perempuan Mahardika menyelenggarakan Diskusi Publik, di Gedung Mawar KBN Cakung Cilincing, Sabtu (7/10/2023)/sriwijayamedia.com-santi

Sriwijayamedia.com- Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI) bersama Organisasi Perempuan Mahardika menyelenggarakan Diskusi Publik, di Gedung Mawar KBN Cakung Cilincing, Sabtu (7/10/2023).

Dengan mengambil tema “Berserikat Untuk Mewujudkan Kerja Layak”, kegiatan ini dilakukan dalam rangka memperingati Hari Kerja Layak Sedunia yang jatuh pada 7 Oktober.

Dalam diskusi tersebut, Sekjen FSBPI Damar Panca Mulya menyampaikan pihaknya menyayangkan Menteri Ketenagakerjaan Ibu Ida Fauziyah tidak dapat menghadiri undangan diskusi publik.

Padahal banyak kebijakan perburuhan yang dianggap semakin mendegradasi kesejahteraan kaum buruh di Indonesia, seperti Permen 05/2023 yg membolehkan pemotongan upah 25 persen.

“Ketidakhadiran dari pihak kemenaker, menunjukan bahwa ibu Ida Fauziyah tidak peduli terhadap nasib kaum buruh di Indonesia,” ujar Damar.

Ajeng perwakilan dari organisasi Perempuan Mahardika menambahkan bahwa regulasi perburuhan yang ada saat ini belum berpihak dan rentan diskriminasi terhadap buruh perempuan.

Dia mengilustrasikan didalam komponen upah biaya untuk pembalut hanya sebesar Rp6.000 dalam sebulan. Padahal penjelasan medis dari pihak kedokteran mengatakan bahwa untuk menjaga kesehatan pada saat perempuan mengalami menstruasi harus mengganti pembalut minimal 3-4 kali dalam sehari.

Jika dilihat dari sirkulasi jadwal menstruasi perempuan 14-21 hari, maka Rp6.000 tersebut tentulah tidak akan cukup.

“Hal ini membuktikan bahwa pemerintah belum serius untuk melindungi buruh perempuan, belum lagi dengan maraknya kasus pelecehan seksual yang terus meningkat di dalam lingkungan kerja,” terangnya.

Sementara itu, Ketua Serikat PT Amos Indah Indonesia sekaligus Kordinator Departemen Perempuan FSBPI Sri Rahmawati menambahkan kondisi perburuhan saat ini semakin tidak mendapatkan kepastian kerja, padahal UUD 1945 pasal 27 ayat 2a mengatakan bahwa setiap warga negara berhak untuk mendapatkan pekerjaan yang layak untuk mencapai penghidupan yang layak.

“Namun bagaimana bisa kita mendapatkan kehidupan yang layak jika kita tidak mendapatkan kepastian kerja yang layak,” paparnya.

Sistem kerja yang fleksibel semakin merajalela, bahkan dibeberapa perusahaan ada yg menerapkan perpanjangan kontrak cuma 1 hari.

Politik upah murah juga menjadi persoalan lain yang kemudian semakin mendegradasi tingkat kesejahteraan buruh.

Terbukti sejak disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja kenaikan upah tiap tahun tidak cukup signifikan, hanya naik 1,09 persen. Ditambah lagi pengusaha semakin mudah untuk melakukan PHK semena-mena karena nilai kompensasi pesangon yang diatur dalam UU Cipta Kerja mengalami penurunan.

“Dengan melihat situasi perburuhan yang semakin terpuruk dan penuh ketidakpastian, maka kami menyimpulkan untuk kerja layak di Indonesia menjadi PR kita bersama. Pemerintah harus benar-benar melakukan pengawasan yang serius terhadap perusahaan-perusahaan yang sering melakukan pelanggaran terhadap hak normatif dan serikat buruh harus bersatu untuk mendorong terwujudnya kerja layak dikemudian hari,” jelas Rahma.(Santi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *