2 Oktober, Puluhan Ribu Buruh Geruduk MK

Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden KSPI Said Iqbal/sriwijayamedia.com-santi

Sriwijayamedia.com- Partai Buruh bersama seluruh elemen masyarakat lainnya berencana akan menggelar aksi massa secara besar-besaran, di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2 Oktober mendatang, untuk mengawal pembacaan sidang putusan Judicial Review (JR) Omnibus Law Undang-undang (UU) No 6/2023 tentang Cipta Kerja.

Dalam konferensi persnya, Presiden Partai Buruh Said Iqbal menyampaikan beberapa point, termasuk sikap partai terhadap jalannya aksi tersebut.

Bacaan Lainnya

“Bilamana dalam uji formil ini para penggugat kalah, maka masa depan buruh dan kelompok lain akan sulit,” ujarnya.

Oleh karena itu, Said Iqbal menyampaikan terkait sikap Partai Buruh dalam aksi 2 Oktober.

Pertama, Partai Buruh adalah satu-satunya partai politik yang meminta MK untuk mencabut Omnibus Law UU Cipta Kerja melalui JR Uji Formil.

Dengan demikian, Partai Buruh akan bersikap terhadap keputusan MK, bilamana gugatan uji formil ini kalah, yakni dengan mengorganisir aksi-aksi penolakan terhadap UU Cipta Kerja

Kedua, sebagai penggugat, Partai Buruh mewakili kelompok besar (buruh, petani, nelayan dan kelas lainnya) lewat 4 konfederasi serikat buruh terbesar, yakni Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) – Andi Gani Nena Wea (AGN), Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) dan Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (K)SBSI.

“Disamping itu, juga ada 60 federasi serikat buruh tingkat nasional, dengan demikian, lebih dari 80 persen buruh yang berserikat berada di Partai Buruh yang menggugat. Ditambah lagi elemen serikat lainnya, seperti buruh informal, petani, nelayan, perempuan, mahasiswa, miskin kota, disabilitas, dan lainnya. Kenapa ini harus disebutkan, karena untuk menjelaskan begitu meluasnya para penggugat untuk bersama menggugat UU Cipta Kerja, agar dibatalkan atau dinyatakan inkonstitusional,” terangnya.

Ketiga, Partai Buruh bersama para penggugat lainnya, berharap agar Hakim MK membatalkan atau mencabut UU Cipta Kerja. Serta menyatakan sebagai inkonstitusional, dan tidak berlaku di Wilayah Hukum RI.

Sikap keempat, jika gugatan Partai Buruh tidak dikabulkan, maka akan terjadi aksi massa terus-menerus, dan aksi tidak hanya dari Partai Buruh, namun juga dari elemen masyarakat lainnya, meluas dan bergelombang, bilamana tuntutan untuk mencabut UU Cipta Kerja tidak dikabulkan

Kelima, pada 2 Oktober akan ada pembacaan keputusan JR Omnibus Law Cipta Kerja, maka Partai Buruh akan melakukan aksi besar, yang dipusatkan di Gedung MK dan serempak di seluruh Indonesia.

“Aksi di daerah di antaranya Bandung, Serang, Semarang, Surabaya, Batam, Aceh, Medan, Pekanbaru, Bengkulu, Lampung, Jambi, Banjarmasin, Pontianak, Ternate, Ambon, Mimika, Jayapura, Makassar, Morowali, Manado, dan kota-kota industri lainnya,” urai Said.

Partai Buruh tersebar di 38 provinsi, 487 di kabupaten/kota dari total 514 wilayah. Dan aksi ini akan diorganisir langsung oleh Partai Buruh, dengan 2 tuntutan utama, yakni Cabut Omnibus Law UU Cipta Kerja dan Naikkan Upah 15% Tahun 2024.

Said memprediksi peluang Mahkamah Konstitusi untuk mengabulkan gugatan buruh adalah 50 persen.

“Dari berbagai sumber informasi, keputusannya tidak terlalu menyedihkan bagi buruh. Keputusannya tidak terlalu menyedihkan. Tidak menyedihkan bagi buruh saya menganggap jalan tengah, misalnya seperti dulu, diputus inkonstitusional bersyarat,” paparnya.

Meski demikian, informasi itu tidak bisa dikonfirmasi. Karena memang keputusan MK bersifat rahasia sampai dengan dibacakan secara terbuka di dalam persidangan.

Pihaknya berharap Para Hakim Mahkamah Konstitusi mendengarkan tuntutan kaum buruh untuk mencabut UU Cipta Kerja.

Dalam kesempatan ini, Said Iqbal juga menyerukan kepada kaum buruh untuk tidak memilih partai politik yang telah mengesahkan omnibus law UU Cipta Kerja.

Ada tujuh partai di Senayan yang mendukung omnibus law. Dan meskipun ada dua partai yang menolak, namun Partai Buruh menilai partai politik yang menolak tidak memberikan upaya yang maksimal untuk menunjukkan keberpihakan pada buruh.(Santi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *