OPINI : Pemilu Sebagai Pilar Demokrasi, Sebuah Tantangan dan Harapan

Oleh : 

Darfian Mahar Jaya Suprana, SE., Pimpinan Redaksi sriwijayamedia.com

Bacaan Lainnya

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan momen penting dalam kehidupan demokrasi suatu negara. Proses ini tidak hanya sekadar menentukan pemimpin, tetapi juga mencerminkan kesehatan dan kedewasaan sistem politik.

Dalam konteks ini, saya akan membahas beberapa aspek kunci yang terkait pemilu.

Partisipasi Masyarakat

Pemilu menjadi wahana partisipasi masyarakat dalam menentukan arah suatu negara. Keterlibatan aktif warga negara dalam proses ini memperkuat legitimasi pemerintah yang terpilih. Lalu bagaimana dampak partisipasi masyarakat terhadap kekuatan demokrasi.

Partisipasi masyarakat, pentingkah. Kita ketahui bersama bahwa komponen penting dalam suksesnya pelaksanaan pemilu adalah penyelenggara didalamnya yaitu KPU, Bawaslu dan DKPP. Kemudian komponen berikutnya adalah peserta pemilu yaitu partai politik (parpol) dan perseorangan, baik dalam pemilu maupun Pilkada.

Komponen lain yang juga tak kalah pentingnya ialah pemilih, dimana partisipasi pemilih/masyarakat sangatlah menentukan akan tingkat demokrasi dalam suatu negara.

Partisipasi masyarakat dalam pemilu dan pemilihan diatur dalam PKPU No 9/2022. Dalam peraturan tersebut dijelaskan secara detail fasilitasi KPU dalam partisipasi masyarakat, subyek partisipasi masyarakat, hak dan kewajiban masyarakat dalam pemilu.

Kita sebagai warga Kabupaten OKI patut berbangga hati karena pada pemilu di Tahun 2019, partisipasi masyarakat di Kabupaten OKI, terutama pada partisipasi pilkada OKI tahun 2018 lalu sekitar 75,14 persen. Sedangkan pada pemilihan legislatif (pileg) lalu sekitar 80 persen. Semoga dalam Pemilu 2024 nanti, partisipasi masyarakat tetap tinggi dan melebihi dari target yang diharapkan.

Transparansi dan Akuntabilitas

Keberhasilan pemilu tidak hanya terletak pada hasil akhir, tetapi juga pada transparansi dan akuntabilitas selama proses pemilihan. Betapa pentingnya proses yang terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan untuk menjaga integritas demokrasi.

Politik uang masih menjadi momok yang muncul di setiap penyelenggaraan pemilu maupun pemilihan kepala daerah. KPU pun terus berupaya agar praktik penyalahgunaan ini terus berlangsung salah satunya dengan menerapkan aspek transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana kampanye oleh peserta pemilu.

Dilansir dari keterangan Anggota KPU Idham Holik saat hadir sebagai narasumber Rapat Koordinasi (Rakor) Tahunan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Tahun 2023 di Jakarta, Kamis (19/1/2023), penerapan aspek transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana kampanye dilakukan dengan mendorong peserta pemilu rutin menyampaikan penggunaan dana kampanyenya. KPU mewajibkan mereka untuk melaporkan baik diawal (Laporan Awal Dana Kampanye/LADK), pada saat kampanye (Laporan Penerimaan Sumbangan Dana Kampanye/LPSDK), dan diakhir (Laporan Penerimaan dan Penggunaan Dana Kampanye/LPPDK).

Tidak sampai disitu, guna mewujudkan aspek transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana kampanye perlu melibatkan Kantor Akuntan Publik (KAP) guna mengaudit penggunaan dana kampanye para peserta pemilu.

Tantangan dan Hambatan

Pemilu acap kali dihadapkan pada berbagai tantangan, seperti manipulasi, penipuan, atau bahkan intervensi asing. Dalam hal ini, saya akan merinci tantangan-tantangan tersebut dan mencari solusi untuk memperkuat integritas pemilu.

Sejak dilaunching tahapan Pemilu oleh KPU pada 14 Juni 2022 lalu, dinamika perpolitikan di Indonesia terlihat mulai dinamis. Terutama sejak sejumlah parpol dan gabungan parpol mulai menjalin komunikasi-komunikasi politik untuk saling membangun koalisi. Pun saat masuk tahapan pencermatan data pemilih dan kini pencalegan. Dinamika terus berubah dan berkembang.

Terlepas dari itu semua, dipastikan akan ada banyak hambatan, ancaman dan tantangan yang dihadapi oleh pemerintah, para penyelenggara pemilu dan seluruh rakyat Indonesia dalam upaya untuk mewujudkan pemilu berkualitas di Tahun 2024 mendatang.

Selain masalah teknis persiapan pemilu, partisipasi pemilih, transparansi, dan tata kelola pemilu yang akuntabel dan masa kampanye, masih ada hambatan, ancaman dan tantangan lain diluar itu. Salah satunya tentu soal praktik money politik.

Seperti pada Pemilu 2019 lalu, praktik-praktik politik uang, kemungkinan masih akan mendominasi di Pemilu 2024. Hal ini didukung sikap masyarakat / pemilih di Indonesia yang cenderung pragmatis. Para politikus, utamanya para caleg dan tim suksesnya masih akan melakukan segala cara agar mendapatkan simpati pemilih.

Dimungkinkan segala cara akan mereka gunakan untuk mendapatkan suara sebanyak-banyaknya. Halal atau tidak, melanggar atau tidak, mereka tidak memikirkannya. Terpenting bagaimana caranya agar mereka bisa menang dan terpilih.

Praktik money politik kemungkinan akan lebih terpampang nyata tidak seperti Pemilu sebelumnya yang lebih banyak dilakukan saat menjelang hari pemungutan suara atau populer disebut “Serangan Fajar”.

Pada Pemilu 2024, “transaksi suara” dengan para pemilih kemungkinan akan terjadi secara vulgar. Bahkan kemungkinan transaksi akan dilakukan tidak dengan “person to person”, tapi dengan kelompok/gabungan masyarakat. Bisa jadi dilakukan oleh caleg/tim sukses dengan perwakilan masyarakat yang mengatasnamakan RT/RW, kampung/dusun atau bahkan di tingkat desa.

Bisa juga dengan kelompok masyarakat tertentu ataupun organisasi pemuda lainnya. Untuk nominalnya pun kemungkian tidak lagi bicara nilai Rp20.000 hingga Rp100.000, tapi sudah jutaan untuk satu kelompok masyarakat tertentu.

Hal kedua bentuk hambatan, ancaman dan tantangan yang akan dihadapi adalah politik identitas. Diketahui, politik identitas adalah sebuah alat politik suatu kelompok seperti etnis, suku, budaya, agama atau lainnya untuk tujuan tertentu.

Seperti contoh sebagai bentuk perlawanan atau sebagai alat untuk menunjukan jati diri suatu kelompok tersebut. Dalam hal ini, identitas dipolitisasi melalui interprestasi secara ekstrim bertujuan untuk mendapat dukungan dari orang-orang yang merasa ‘sama’, baik secara ras, etnis, agama, maupun elemen perekat lainnya.

Sebagai salah satu upaya untuk menekan atau meminimalisir praktik money poltik, politik identitas, kampanye hitam maupun bentuk-bentuk kecurangan dalam Pemilu,  kontribusi kita sebagai bagian dari rakyat Indonesia adalah ikut dan mendukung upaya yang telah dilakukan penyelenggara pemilu Bawaslu. Meski sulit, tapi minimal akan mengurangi bentuk-bentuk kecurangan yang dapat menciderai proses demokrasi.

Peran Media Massa

Media memiliki peran yang sangat krusial dalam membentuk persepsi publik terkait calon dan isu-isu pemilu. Mengulik dampak dan tanggung jawab media massa dalam mendukung proses demokratisasi melalui penyajian informasi yang akurat dan seimbang.

Dalam proses penyelenggaraan pemilu dan pemilihan, tentu akan dilaksanakan lembaga yang ditetapkan berdasar UU No 7/2017 tentang Pemilu. Ada 3 penyelenggara pemilu yakni KPU sebagai penyelenggara teknis, Bawaslu sebagai pengawas dan DKPP yang menegakan kode etik penyelenggara pemilu. Ketiga lembaga ini merupakan satu kesatuan fungsi dalam penyelenggaraan pemilu.

Saya menyadari peran media massa cukup penting dalam hal penyampaian informasi terkait pemilu, baik dari proses, edukasi pemilih hingga informasi terupdate.

Dalam rangka peningkatan proses penyelenggaraan pemilu, salah satu upaya yang dilakukan adalah membangun kemitraan dengan stakeholder yang ada. Salah satunya melibatkan insan pers sehingga pesan dari penyelenggara Pemilu akan benar-benar dapat tersampaikan ke masyarakat umum.

Peran media massa dalam pemilu dan pemilihan serentak 2024 membutuhkan suatu pengetahuan pendidikan politik. Ketika kesadaran politik muncul, maka akan meningkatkan partisipatif politik dan ini menjadi tugas dan tanggung jawab kita bersama.

Karena partisipatif berperan sangat penting untuk mengontrol dan mengawasi jalanya penyelengaraan pemilu. Dengan begitu akan terhindar dari tindakan penyelewengan dan merubah kesadaran masyarakat dari apatis menjadi aktif dan ini tugas kita bersama membuat pemilu lebih berkualitas dan meningkatkan kepercayaan bagi publik.

Media juga harus memberikan informasi yang benar kepada masyarakat agar informasi itu mampu mengedukasi sehingga masyarakat hadir sebagai pengawas partisipatif dan mampu meminimalisir terjadinya pelanggaran pemilu.

Keterlibatan semua komponen masyarakat ikut berpartisipasi dalam pengawasan pemilu dipastikan dapat mewujudkan pemilu demokratis dan berintegritas.

Inovasi Teknologi dalam Pemilu

Perkembangan teknologi saat ini membawa dampak signifikan pada proses pemilu. Buktinya, memasuki tahun politik, media sosial telah disuguhkan berbagai macam berita terkait pencalonan, kampanye hingga munculnya isu penundaan pemilu.

Maraknya berbagai berita soal politik tetap saja menjadikan sebagian besar masyarakat belum paham esensi Pemilu dan bagaimana mencapai proses demokrasi yang ideal.

Saya melihat transformasi digital saat ini telah menjadi atensi KPU dengan tujuan agar terjadi transparansi kepada publik lewat Sistem Informasi Partai Politik (SIPOL), aplikasi Sistem Informasi Data Pemilih (SIDALIH), dan sebagainya.

Pemilu 2024 akan diwarnai oleh hadirnya para pemilih baru yang erat kaitannya dengan keberadaan sosial media.

Meski begitu, belum ada mitigasi risiko-risiko di media sosial. Risiko-risiko tersebut seperti disinformasi dan transparansi sehingga diperlukan penanganan serius terkait penangkalan disinformasi.

Hadirnya platform media sosial sebagai sumber informasi terkait pemilu tidak menutup kemungkinan munculnya kesimpangsiuran atau disinformasi, hoax dan lain-lain. Polarisasi melalui media sosial dinilai akan menjadi tantangan terbesar Indonesia di era Pemilu.

Oleh karena itu, diperlukan solusi mengikat untuk mendorong adanya ekosistem digital yang demokratis, berupa literasi digital. Untuk meningkatkan literasi digital memerlukan sistematika pemberantasan konten terkait penyebaran informasi.

Hal terpenting dari Pemilu 2024 adalah partisipasi dari pemilih yang mampu secara cerdas memilih informasi saat kampanye berlangsung.

Edukasi Pemilih

Kesadaran dan pemahaman pemilih terhadap hak dan tanggung jawab mereka sangat penting. Membahas upaya-upaya edukasi pemilih yang diperlukan untuk memastikan pemilihan umum berlangsung adil dan berdampak positif.

Edukasi yang tepat dengan berbagai strategi untuk mendorong partisipasi pemilih, terutama pemilih pemula atau generasi milenial dan generasi Z penting dilakukan semua pihak, termasuk partai politik dan penyelenggara Pemilu. Bayangkan saja di Pemilu 2024, lebih dari 60 persen pemilih merupakan pemilih muda.

Partisipasi aktif dari generasi muda sangat penting untuk mendorong demokrasi yang kuat dan berfungsi dengan baik.

Edukasi politik bisa dilakukan dengan memberikan pemahaman yang jelas tentang pentingnya pemilu, peran pemilih dalam proses demokratis, dan dampak suara mereka dalam memilih calon. Kampanye edukasi politik ini bisa dilakukan melalui sekolah, media sosial, forum diskusi, atau acara-acara komunitas.

Pemilih pemula saat ini cukup kritis dan rasa ingin tahunya sangat tinggi, sehingga pihaknya juga menginginkan semua informasi tentang pemilu harus bisa diakses dengan mudah dan menarik bagi pemilih pemula.

Dengan menggunakan kreativitas dalam mengedukasi maupun kampanye politik untuk menarik perhatian pemilih pemula, saya rasa akan lebih efektif untuk meningkatkan angka partisipasi pemilih pemula saat ini. Seperti membuat video pendek ataupun infografis yang informatif dan menghibur dan mudah dipahami pemilih pemula.

Dengan menggunakan kombinasi strategi yang tepat diharapkan partisipasi pemilih pemula dapat meningkat dan berdampak positif pada proses demokrasi secara keseluruhan.

Pemilu di Era Globalisasi 

Apakah fenomena globalisasi memengaruhi dinamika pemilu?. Isu-isu global seperti perubahan iklim atau ketidaksetaraan ekonomi menjadi bagian yang dapat menciptakan tuntutan baru dalam pemilu.

Demokrasi didefinisikan sebagai tindakan yang ada dalam sistem pemerintahan, dimana hukum, policy, kepemimpinan, secara langsung atau tidak langsung diputuskan oleh rakyat.

Sementara dalam KBBI disebut bahwa demokrasi adalah bentuk atau sistem pemerintahan yang seluruh rakyatnya ikut serta memerintah dengan perantara wakilnya yang terpilih.

Dalam setiap negara terdapat sebuah demokrasi, walaupun berbeda implementasinya dalam suatu negara dengan negara lain. Di Indonesia yang dikatakan sebagai negara hukum dimana sangat menjunjung tinggi demokrasi, dalam kenyataannya belum sepenuhnya menjalankan demokrasi tersebut dengan baik dan benar.

Menurut saya, demokrasi di Indonesia masih perlu pembenahan. Karena masih banyak sekali pelanggaran hak demokrasi di Indonesia. Seperti saat pileg, pilkada maupun pilkades yang masih banyak ditemukan oknum tertentu yang melakukan aksi money politik terhadap calon pemilih agar dapat memilih ‘jagoan’-nya.

Padahal dalam pemilu terdapat asas atau prinsip langsung, umum, bebas rahasia, jujur dan adil (luberjurdil), sesuai dengan amanat Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) No 3/2022 Pasal 2, dimana Pemilu dilaksanakan secara efektif dan efisien dengan memperhatikan asas luberjurdil.

Aksi oknum tersebut melakukan money politik akan merusak asas luberjurdil, karena masyarakat memilih calon pemimpin dengan paksaan atau iming-iming uang. Akhirnya, asas jujur akan hilang dalam pemilu tersebut.

Hal yang seharusnya ditanamkan dalam berdemokrasi adalah pandangan masyarakat terhadap betapa pentingnya pilihan mereka dalam menentukan masa depan kehidupan bernegara.

Dengan begitu, masyarakat akan lebih cermat dalam menentukan pilihan yang akan menjadi wakilnya serta mengakomodir aspirasi masyarakat.

Pun untuk calon pemimpin haruslah memperhatikan asas luberjurdil agar pemilu dapat berjalan sesuai dengan aturan berlaku.

Kesimpulan

Dalam kesimpulan ini dapat saya deskripsikan bahwa pemilu memiliki peran sentral dalam mewujudkan prinsip-prinsip demokrasi dalam suatu negara. Proses pemilu bukan hanya sekadar menentukan pemenang, tetapi juga mencerminkan keterlibatan dan kepedulian masyarakat dalam menentukan arah pemerintahan.

Tantangan seperti manipulasi, kurangnya transparansi, dan intervensi asing menjadi fokus perhatian dalam upaya meningkatkan integritas pemilu. Pentingnya partisipasi aktif masyarakat didukung oleh edukasi pemilih yang baik, menjadi kunci untuk memperkuat fondasi demokrasi.

Peran media massa dan kemajuan teknologi membuka peluang baru, tetapi juga menimbulkan risiko. Oleh karena itu, perlu regulasi untuk memastikan bahwa perkembangan ini mendukung, bukan merusak integritas pemilu.

Pemilu di era globalisasi menghadirkan dinamika baru, dimana isu-isu global dapat memiliki dampak langsung pada kebijakan nasional. Oleh sebab itu, kolaborasi antarnegara menjadi semakin penting untuk mengatasi tantangan bersama.

Dengan menjaga prinsip-prinsip demokrasi, memperkuat integritas pemilu, dan melibatkan masyarakat secara aktif, saya yakini pemilu tetap menjadi pilar kuat dalam membangun dan mempertahankan sistem politik yang sehat dan berkelanjutan.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *