OPINI : Bawaslu Garda Dihulu Demokrasi

Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Moestopo (Beragama), Jakarta Dr Usmar, SE., MM.,/sriwijayamedia.com-irawan

Sriwijayamedia.com – Dalam menghadapi peristiwa besar proses jalannya demokrasi dalam konteks bernegara di tahun 2024 yang akan datang membutuhkan effort yang sangat besar khususnya dari Bawaslu sebagai pengawas sejak di hulunya proses demokrasi dimulai.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa desain kepemiluan yang digunakan pada tahun 2024 itu mengacu pada Undang-Undang (UU) No 7/2017 tentang Pemilu serta UU 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada).

Bacaan Lainnya

Berdasarkan Peraturan KPU (PKPU) No 3/2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilu Tahun 2024, peristiwa besar pertama yang akan dihadapi adalah pada 14 Februari 2024 akan berlangsung pelaksanaan pencoblosan serentak untuk Pemilihan Legilatif (PILEG) yaitu untuk memilih anggota DPR, DPD, anggota DPRD Provinsi dan anggota DPRD Kabupaten/Kota. Serta untuk Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres), tentu akan diramaikan dengan berbagai dinamika politik dan sosial yang terjadi dengan berbagai bentuk dan ragam tindakan dari para politisi dan peserta yang ikut dalam kontestasi politik tersebut.

Selanjutnya pada November 2024 akan dilangsungkan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak di 34 provinsi dan 514 kabupaten/kota.

Perhelatan besar ini adalah proses substantif rakyat memilih “Pemimipin” dalam berbagai level, dari Presiden, Wakil Presiden, Anggota Legisatif, dari TIngkat Pusat sampai tingkat Kabupaten Kota, dan Kepala Daerah dari tingkat Provinsi sampai Kabupaten/kota.

Eksistensi Bawaslu

Sejak keluarnya keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas judicial review yang dilakukan Bawaslu terhadap UU 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu yang memutuskan sepenuhnya kewenangan pengawas pemilu ada di Bawaslu termasuk untuk merekrut pengawas pemilu pada jajaran di bawahnya, telah memberikan energi yang mencukupi dalam menegakkan eksistensi Bawaslu.

Sebelum dilakukan judicial review Undang-Undang Nomor 22/2007 tentang Penyelenggara Pemilu, hanya memberi ruang pembentukan Bawaslu di tingkat pusat, sedangkan di daerah mulai provinsi, kabupaten/kota hingga tingkat kelurahan kewenangan pembentukannya masih menjadi domainnya Komisi Pemilihan Umum (KPU), dan ini tentu sangat tidak efektif dalam tugas utama Bawaslu untuk mengawasi proses pemilu yang penyelenggaranya adalah KPU. Karena akan sulit menghindari conflict interest untuk mengawasi kinerja dari lembaga yang berwenang membentuk lembaga yang akan bertugas mengawasi.

Meski sebenarnya embrio semangat pemisahan kelembagaan Pengawas Pemilu (Panwaslu) dengan Penyelenggara Pemilu (KPU) sudah dimulai pada UU No 12/2003 tentang Pemilu DPR, DPRD, dan DPD.

Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa dalam amanat dari UU 12/2003 adalah membentuk lembaga yang diberi kewenangan untuk mengawasi pemilu bersifat ad-hoc (sementara) yang terlepas dari struktur KPU.

Kelembagaan Panwaslu saat itu terdiri atas Panwaslu (Pusat), Panwaslu Provinsi, Panwaslu Kabupaten/Kota, dan Panwaslu Kecamatan.

Idealnya Bawaslu

Tujuh belas tahun sudah perjalanan waktu pembentukan Bawaslu yang mandiri pada tahun 2024 nanti, tentu tidak berlebihan jika harapan masyarakat terhadap Bawaslu untuk dapat mengawal jalannya proses demokrasi di Indonesia untuk berjalan sebagaimna mestinya baik secara prosedural maupun secara substansial, mengingat usia 17 tahun adalah masa awal berpindahnya dari masa anak-anak dan ke remaja awal yang lebih berenergi dan dapat lebih rasional.

Memang tidak mudah tentunya untuk berhasil bekerja dengan baik dan sempurna dalam mengawasi dinamika sosial politik yang terjadi, dari berbagai cara dan kemungkinan manuver para politisi yang ‘unpredictable’ itu, tetapi yang diharapkan oleh masyarakat adalah bagaimana Bawaslu mampu bekerja tidak hanya dimulai dari “Adil lah sejak dalam Pikiran”, tapi Juga “Cermat dan Waspadalah dari sejak dalam pikiran”.

Dengan Kewenangan yang dimiliki dalam menangani perkara pelanggaran pemilu, dari mulai untuk memutus pelanggaran administrasi pemilu dan pelanggaran politik uang setelah sebelumnya memeriksa dan mengkajinya, .jika mampu dimanfaatkan sebagaimana mestinya dalam menjaga proses jalannya demokrasi yang baik sangatlah efektif.

Penutup

Melihat dinamika sosial politik yang berkembang saat ini, membutuhkan respon yang cepat, tepat, berani dan cerdas dari para pemegang mandat BAWASLU, untuk mengawal berjalannya proses demokrasi dalam proses sirkulasi elit politik sejak di hulu dimulainya kontestasi politik baik itu kontestasi pileg, pilpres maupun pilkada.

Bawaslu sebagai garda di hulunya demokrasi, untuk dapat mengawal proses demokrasi berjalan sebagaimana mestinya, baik prosedural maupun substansial, membutuhkan dua syarat, yaitu ‘Keberanian’ dan ‘Kecerdasan’.

Sebab jika punya keberanian tanpa kecerdasan membuat orang jadi biadab, tetapi kecerdasan tanpa keberanian memberi tempat bagi orang-orang biadab.

Selamat bertugas kepada seluruh aparatur Bawaslu Republik Indonesia dalam berbagai level dan tingkatan, Karena suksesnya anda bekerja, tentu akan berkontribusi positif terhadap upaya menjaga Keutuhan NKRI yg berbasis Pancasilais, dan itu dengan sendirinya akan mengawal Negara dan Bangsa ini tetap tegak berdiri dalam keabadian, dan itu berarti Bawaslu sukses menjalankan mottonya yang mengatakan “Bersama Rakyat Awasi Pemilu, Bersama Bawaslu Tegakkan Keadilan Pemilu”.

Oleh : 

Dr Usmar, SE., MM., Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Moestopo (Beragama), Jakarta & Anggota Tim Seleksi Calon Anggota Bawaslu Provinsi Jawa Barat periode 2023-2028

 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *