Diklaim Turunkan Stunting Signifikan, Bupati OKI Berpeluang Raih SWK dari Presiden

Bupati OKI H Iskandar, SE., bersama pelajar SD di OKI belum lama ini/sriwijayamedia.com-jay

Sriwijayamedia.com – Prevelensi stunting di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) diklaim turun signifikan pada tahun 2022 lalu dari 32, 2 persen (2021) menjadi 15,1 persen (2022) atau menurun sebanyak 17,1 persen.

Atas upaya signifikan tersebut, Bupati OKI H Iskandar, SE., berpeluang mendapatkan tanda kehormatan Satyalencana Wira Karya (SWK) dari Presiden Joko Widodo.

Bacaan Lainnya

Tanda kehormatan SWK merupakan tanda jasa yang diberikan Pemerintah Republik Indonesia kepada para warga negara yang dinilai telah memberikan darma bakti besar kepada negara dan bangsa Indonesia sehingga dapat menjadi teladan bagi orang lain, khususnya dalam meningkatkan pembangunan keluarga berencana serta inovasi-inovasi percepatan penurunan stunting.

“Hari ini kita melakukan verifikasi dan validasi terhadap usulan pemberian tanda kehormatan SWK bagi Bupati OKI, pasca melalui berbagai tahapan panjang mulai dari kelengkapan administratif bahkan melalui proses klarifikasi olen Badan Intelejen Negara (BIN), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan Kejaksaan Agung,” ujar Tim Verifikator Sekretariat Militer Presiden (Setmilpres) Gian Martika Kuswandi, di Kayuagung, Kamis (15/6/2023).

Gian mengingatkan bahwa tanda kehormatan SWK akan diserahkan langsung oleh Presiden pada Juli mendatang di Banyuasin.

Dalam paparannya, Bupati OKI H Iskandar, SE., mengatakan penurunan stunting signifikan di OKI berkat upaya konvergensi seluruh stakeholder.

“Kita menggerakkan seluruh stakeholder dari tingkat desa hingga kabupaten karena perlu kerja kolektif untuk mengintervensi angka stunting,” aku Iskandar.

Bupati dua periode ini mengatakan di awal kepemimpinan angka stunting di OKI merupakan tertinggi di Sumsel.

“Pernah di angka 36 persen pada tahun 2016. Artinya dari 5 kelahiran anak, 3 orang alami stunting,” imbuhnya.

Beberapa penyebab tingginya angka stunting di Kabupaten OKI karena adanya salah pola asuh, ketersediaan air bersih dan sanitasi, serta masih adanya kepercayaan masyarakat kepada mitos.

“Kalau makan ikan katanya nanti anak jadi amis atau cacingan. Ini mitos yang dulu dipercayai masyarakat. Padahal ikan memiliki nilai gizi tinggi,” papar Iskandar.

Untuk itu, berbagai langkah dilakukan untuk mengintervensi tingginya kasus stunting di OKI.

“Kita mulai dari hulu melalui pendampingan kepada calon pengantin, remaja, dan pasangan usia subur untuk diperiksa kesehatan atau menunda kehamilan jika berisiko,” terang Iskandar.

Upaya konkret lainnya melalui Tim Pendamping Keluarga (TPK). Ada 1.806 personil Pendamping Keluarga yang mendampingi keluarga berisiko stunting terdiri dari Kader PKK, Bidan Desa, Kader KB.

Selain itu, Pemkab OKI juga menggagas inovasi Perahu Desa, yaitu Perawat Handal untuk Desa, berupa Program Satu Perawat Satu Desa serta Revolusi KIA untuk memantau kesehatan ibu dan anak di masa 1.000 hari pertama kelahiran.

Tak hanya sektor kesehatan, dukungan lainnya juga melalui program Kawasan Rumah Pangan Lestari (KRPL), yaitu pengembangan rumah pangan yang dibangun dalam suatu dusun, desa, kecamatan dengan memanfaatkan pekarangan. Hingga dukungan dari pemerintah dan desa terhadap ketersediaan sanitasi, air bersih serta insentif kepada para kader penggerak posyandu melalui dana desa (DD).

“Kerja kolektif ini membuahkan hasil antara lain, angka stunting di OKI turun menjadi 15,1 persen dari 32, 2 persen pada tahun 2022. Demikian dengan, angka kematian ibu dan bayi menjadi 1 kasus di tahun 2022. Sementara angka harapan hidup masyarakat OKI bertambah menjadi 69 tahun dari 67 pada tahun 2014,” jelasnya.(jay)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *