Sriwijayamedia.com – Rencana aktivis lingkungan Kawali Sumsel menggugat sindikat korporasi PT Musi Prima Coal (PT MPC), PT Lematang Coal Lestari (PT LCL) dan Pembangkit Listrik PT GHEMMI mendapat dukungan dari berbagai elemen masyarakat, termasuk akademisi maupun wakil rakyat.
Koordinator Aksi Junizar, saat melakukan aksi demonstrasi di halaman PT GHEMMI beberapa waktu lalu mengatakan dampak dari aktivitas yang telah dilakukan PT MPC sangat merugikan masyarakat.
Sebab terjadi abrasi di sepanjang Sungai Lematang akibat dibangunnya pelabuhan tanpa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Bahkan pelabuhan itu diketahui berada di luar IUP PT MPC yang dianggap sebagai pelanggaran yang harus mendapat sanksi tegas.
Tak hanya abrasi, saat ini ekosistem di Sungai Lematang sudah sangat rusak akibat ulah perusahaan tambang itu. Bahkan nelayan setempat kehilangan mata pencaharian.
“Sungai Lematang ini merupakan sumber kehidupan sehari – hari masyarakat. Kalau sungai sudah tercemar, maka akan berpengaruh terhadap kesehatan masyarakat, dan ekosistem yang ada. Oleh sebab itu, kami mendukung langkah rekan kami Kawali Sumsel mengugat PT MPC,” terangnya.
Berkaitan dengan aksi massa tiga kabupaten yakni Muara Enim, Pali dan Prabumulih sebelumnya, Junizar mengaku sampai saat ini belum ada tindaklanjut dari PT MPC dan sindikasinya.
Sehingga sesuai dengan apa yang disampaikan pada saat aksi 7 Juni lalu, pihaknya akan kembali menggelar aksi dengan jumlah massa yang lebih besar lagi.
Setali tiga uang, Ketua Umum (Ketum) DPP LSM Gerakan Masyarakat Suka Lingkungan Hijau (Gemasulih) Muara Enim Andi Chandra mendukung penuh gugatan class action Kawali Sumsel terhadap sindikasi korporasi terhadap warga tiga kabupaten.
Andi Chandra juga mendorong agar Kawali Sumsel bisa membuat MPC dan sindikasinya angkat kaki dari Sumsel.
“Jika hal ini menyangkut aktivitas manusia yang sudah semena-mena merusak lingkungan dan alam, semua aktivitas pertambangan harus ada kajian, dampaknya seperti apa. Kalau cenderung merugikan untuk apa dipertahankan, angkat kaki saja dari Sumsel,” tegasnya.
Poin pentingnya, masih kata Andi, adalah memperjuangkan keberlangsungan lingkungan hidup dan masyarakat, sehingga gugatan ini dianggapnya sebagai bukti keseriusan aktivis lingkungan untuk melestarikan alam.
“Langkah yang diambil Kawali untuk meningkatkan permasalahan ini ke arah yang lebih serius adalah keputusan tepat. Apalagi perusahaan sudah divonis karena merubah alur Sungai Penimur. Tapi dendanya belum setimpal,” jelasnya.
Gugatan yang akan diajukan Kawali Sumsel juga mendapat atensi dari pengamat hukum dari Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP) Sri Sulastri, SH., M.Hum.
Dia menilai peran masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) seperti Kawali penting dalam mengawasi aktivitas pertambangan yang serampangan seperti yang dilakukan oleh sindikasi perusahaan.
Sebab, selama ini pemerintah terkesan tidak punya gigi melawan korporasi yang secara nyata sudah merusak lingkungan dan merugikan masyarakat.
“Class action ini diperlukan untuk menyelamatkan lingkungan. Langkah ini sudah tepat karena ini juga sebagai bentuk peran dari masyarakat,” ungkap Sri.
Berbicara soal pengawasan, Wakil Ketua Komisi IV DPRD Sumsel Hasbi Asadiki menyerahkan sepenuhnya gugatan ini ke Kawali Sumsel. Karena selain memang sebagai hak warga negara, gugatan ini diharapkan dapat mengakomodir permasalahan yang dialami dan dirasakan dampaknya oleh masyarakat.
“Class action sebagai bentuk pengawasan dan hak rakyat untuk mengajukannya ke PTUN. Kita harapkan yang terbaik,” ujarnya. (kiki)