Sriwijayamedia.com – Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) DR Atnike Nova Sigiro, M.Sc., mendukung pemerintah atas komitmennya terhadap rekomendasi dari Dewan HAM PBB.
Pernyataan itu disampaikan dalam acara diskusi publik “Laporan Pelanggaran HAM dan Situasi Keamanan di Papua” yang diselenggarakan oleh Yayasan Pusaka Bentala Rakyat di Kedai Tjikini, Jalan Cikini Raya, Jakarta Pusat, Rabu (3/5/2023).
Beberapa aktivis asal Papua seperti Ambrosius Mulait dan Esther Haluk, serta peneliti HAM Papang Hidayat turut hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut.
Menanggapi laporan Yayasan Bentala Rakyat akan berbagai peristiwa kekerasan di Papua yang terjadi sepanjang tahun 2022, Atnike mengajak masyarakat, khususnya para aktivis HAM untuk mengingatkan pemerintah agar benar-benar menjalankan komitmen yang pernah dibuat dalam menyikapi rekomendasi Dewan HAM PBB terkait penyelesaian masalah di Papua.
Menurutnya, konflik di masyarakat Papua dalam menanggapi kebijakan daerah otonom baru (DOB) sesungguhnya berbeda dengan konflik Tentara Pembebasan Nasional Organisasi Papua Merdeka (TPN-OPM).
Namun Komnas HAM justru tidak mendapat laporan dari berbagai peristiwa/konflik itu yang berdampak pada masyarakat setempat, seperti hilangnya penghasilan (mata pencaharian) dan kerusakan fasilitas umum (fasum) sehingga tidak dapat digunakan lagi oleh masyarakat.
Atnike juga menyayangkan nasib anak-anak asli Papua dan kaum perempuan di Papua yang tidak masuk dalam radar pemerintah.
“Kami sulit mendapat data dilapangan terkait jumlah pengungsi dan mereka bergerak kemana, sampai hari ini kami belum dapatkan. Tapi nanti akan kami upayakan. Dan ini memang akan menjadi bagian dari program kerja kami. Sehingga kritik terhadap kebijakan DOB bisa dievaluasi. Laporan ini sangat penting dan kita akan melakukan pemantauan agar penerintah bisa mengukur kebijakan yang dibuat,” tegas Atnike yang baru menjabat sebagai Ketua Komnas HAM sejak November 2022.
Dia mengatakan bahwa ekspresi terhadap kebijakan justru bisa menjadi masukan bagi pemerintah. Proses inilah yang menurutnya disebut sebagai ruang dialog bagi masyarakat dengan pemerintah terhadap pelaksanaan kebijakan DOB.
Apapun nama dialog tersebut, yang terpenting menurut Atnike adalah adanya jaminan untuk kebebasan berpendapat.
Terlebih pemerintah telah menerima rekomendasi dari Dewan HAM PBB dan mennyampaikan komitmennya terhadap rekomendasi itu, yakni pemerintah berkomitmen untuk melanjutkan penyelesaian kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Papua dan membawa akuntabilitas terhadap kasus-kasus tersebut.
Pemerintah juga akan menghormati serta melindungi hak-hak dasar (hak asasi) orang-orang asli Papua termasuk didalamnya adalah kebebasan berkumpul , mengeluarkan pendapat, berekpresi, kebebasan pers, dan hak-hak perempuan serta minoritas dan perlindungan bagi sipil, termasuk kaum perempuan dan anak-anak.
“Sebagai catatan, bulan April lalu sidang Dewan HAM PBB untuk universal PBB terhadap Indonesia selesai dan menghasilkan beberapa rekomendasi. Rekomendasi itu diterima pemerintah Indonesia dan komitmennya, yaitu meliputi penyelesaian dan penegakan hukum, jaminan kebebasan berpendapat dan akuntabilitas dalam penyelesaiannya. Mari kita dukung dan mengingatkan pemerintah akan komitmennya terhadap rekomendasi dari Dewan HAM PBB tersebut,” ajak Atnike.
Dalam laporan Pelanggaran HAM dan Situasi Keamanan di Papua sepanjang tahun 2022, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat menemukan 26 kasus yang diduga melanggar hak atas kebebasan berekspresi yang terjadi meluas diberbagai daerah di Papua, Jayapura, Nabire, Merauke, Wamena, Jayawijaya, Manokwari, Kaimana dan Sorong.
Terhadap temuan itu, Yayasan Pusaka Bentala Rakyat mendesak Pemerintah untuk segera mengevaluasi kebijakan pendekatan keamanan dan penggunaan taktik TNI-Polri dalam penanganan dan pengendalian aksi protes, melakukan penegakan hukum atas dugaan pelanggaran HAM dan memulihkan hak-hak korban, serta melakukan dialog damai yang efektif. (santi)