Kejagung Tegaskan Negara Menjamin Kepastian Hukum Warganya Beribadah

Jamintel Amir Yanto berfoto bersama usai bersilaturahmi dengan Ketum DPP LDII KH Chriswanto Santoso, di Kantor Kejagung Jakarta, Senin (10/4/2023)/sriwijayamedia.com-ilang

Sriwijayamedia.com – Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen (Jamintel) Amir Yanto menegaskan negara menjamin kepastian hukum bagi warganya dalam berserikat dan beribadah. Jaminan tersebut merupakan nilai-nilai kebangsaan yang terdapat dalam Undang-undang Dasar 1945, yang tertuang dalam pasal 28 maupun pasal 29.

Jamintel Amir Yanto menegaskan hal tersebut, saat menemui Ketua Umum (Ketum) DPP LDII KH Chriswanto Santoso, di Kantor Kejaksaan Agung (Kejagung) Jakarta, pada Senin (10/4/2023).

Bacaan Lainnya

“Dengan peraturan itu, semua warga negara Indonesia mempunyai hak untuk beribadah, begitu juga LDII,” ujarnya.

Apalagi LDII, kata Amir Yanto, terus bersilaturahim dengan berbagai pihak. Silaturahim tersebut menunjukkan LDII adalah organisasi yang sifatnya terbuka dan siap dikritisi.

“Kejagung menilai positif terhadap LDII, karena telah menerapkan nilai-nilai kebangsaan sebagai program prioritas dari delapan program kerja LDII. Ini bisa ditiru ormas lain,” tutur Amir Yanto menanggapi tudingan LDII eksklusif.

Amir  mengatakan konsep berpancasila LDII dapat menjadi contoh ormas-ormas lainnya, terutama dalam memandang perbedaan harus tetap mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa,

“Keberagaman itu dipersilakan, asal jangan membuat keragaman menjadi perbedaan. Kita memiliki NKRI yang harus ditopang dengan Empat Pilar Kebangsaan, sebagai warga negara Indonesia harus memahami hal itu,” mantan Jaksa Agung Muda Bidang Pengawasan.

Pada kesempatan tersebut, Ketum DPP LDII KH Chriswanto Santoso memaparkan pandangan LDII mengenai Pancasila.

Dia mengatakan, sila pertama Pancasila harus menjadi pondasi sekaligus mewarnai empat sila yang lain.

“Dengan sila pertama menjadi pondasi, maka Indonesia tidak akan menjadi negara agama. Negara yang plural dengan dominasi agama tertentu bisa melahirkan konflik berkepanjangan,” imbuhnya.

Dengan memahami semangat dan jiwa yang tergali dari sejarah kelahiran Pancasila, maka LDII meyakini sila ketiga Persatuan Indonesia haruslah menjadi bingkai.

“Jadi, apapun agama yang dipeluk, aktualisasi kemanusiaan yang dilakukan, bentuk demokrasi yang dijalankan, dan model keadilan yang diterapkan, harus tetap dalam bingkai persatuan Indonesia atau NKRI,” papar KH Chriswanto.

Menurut dia, jika sila pertama dijadian sebagai pondasi, sila ketiga sebagai bingkai, sila kelima sebagai tujuan.

“Maka sila kedua dan keempat sebagai semangat dan cara untuk mencapai tujuan berbangsa dan bernegara,” pungkasnya.

Dia menerangkan, bangsa Indonesia tanpa Pancasila akan rapuh karena tidak punya pondasi yang kuat. Akan bercerai-berai karena tidak ada bingkai yang jelas. Akan kehilangan arah karena tidak punya tujuan jelas.

“Akan menjadi tidak beradab, karena kehilangan semangat kemanusiaan dan kebersamaan,” jelas KH Chriswanto.

KH Chriswanto mengapresiasi Kejagung yang telah memfasilitasi warga LDII untuk literasi hukum dalam program Jaksa Masuk Pesantren.

“Interaksi dan komunikasi antara Kejaksaan Negeri dengan pondok pesantren (ponpes) kami betul-betul luar biasa. Semoga sinergisitas ini bisa terus dijalin dalam sehingga tercipta persatuan dan kesatuan dalam bingkai NKRI,” ulasnya.

Sanggahan Isu-isu Negatif Terkait LDII

Sementara terkait isu-isu negatif yang dituduhkan kepada LDII, Direktur Sosial Kemasyarakatan (B) Jamintel Ricardo Sitinjak menyatakan, pihaknya telah melakukan pemetaan dan pendataan. Mulai dari LDII di Kediri yang menjadi pusat pendidikan para santri, kemudian ke Solo, Cilacap hingga Manado dan Ternate.

“Kami belum menemukan bukti terkait isu negatif yang dikabarkan orang-orang,” tegasnya.

Dia menyoroti salah satu isu negatif yang kerap dihembuskan pihak-pihak yang tak bertanggung jawab, seperti masjid LDII dipel setelah dipakai jamaah lain.

“Soal masjid dipel, kalau memang dibersihkan untuk kebersihan, itu merupakan sebagian dari iman. Mengapa harus dianggap esklusif,” ujarnya.

Ricardo menegaskan masjid adalah tempat beribadah, demikian pula masjid LDII.

“Siapapun bisa beribadah di sana, ya boleh-boleh saja dan sah-sah saja. Yang penting bagaimana kita melakukan ibadah dengan baik dan benar,” tegas Ricardo.

Ricardo mempersilakan ormas-ormas Islam melaksanakan metodenya masing-masing dalam beribadah, termasuk LDII.

“Terpenting tidak berbicara tentang penodaan agama. Kalaupun ada penodaan agama, bisa dikenakan pasal 156 KUHP, yang bisa diterapkan bersama ancaman pidana dari undang-undang lainnya,” pungkasnya.

Ricardo menambahkan, umat beragama di Indonesia bebas melaksanakan ibadah dan keyakinannya, karena mendapat jaminan dari negara. Namun ormas juga memiliki kewajiban, yakni mentaati peraturan pemerintah dan tidak merasa benar sendiri, kemudian menyalahkan pihak lain yang dianggap berbeda.(ilang)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *