Sriwijayamedia.com – Bicara sampah plastik, solusi atas permasalahan tersebut penuh dengan polemik dan dilema. Terlebih bila penerapan kebijakan tidak terimplementasi dengan baik.
Menyambut Hari Peduli Sampah Nasional (HPSN) 2023, Aliansi Zero Waste Indonesia menggelar media gathering HPSN 2023 dengan mengangkat tema Toward Zero Waste to Zero Emission, di Bakoel Koffie Cikini, Jalan Cikini Raya No 25, Cikini, Menteng, Jakarta Pusat (Jakpus), Senin (6/3/2023) siang.
Gathering ini menghadirkan sejumlah pembicara seperti Hatta dari Greenpeace Indonesia, Yobel Novian Putra selaku Climate and Clean Energy Officier GAIA Asia Pacifik, Yuyun Ismawati selaku Co Founder dan Senior Advisor Nexus3 Foundation, serta David Sutasurya selaku Executive Director YPBB Bandung.
Climate and Clean Energy Officier GAIA Asia Pacifik Yobel Novian Putra dalam paparan presentasinya menjelaskan bahwa sampah plastik dalam perjalanannya lebih emited dan mengandung limbah racun.
“Permasalahan sampah plastik menjadi permasalahan lingkungan hidup bagi dunia mengingat penyumbang limbah yang tidak dapat didaur ulang adalah plastik dan pernak perniknya,” ujarnya.
Sementara itu, Co Founder dan Senior Advisor Nexus3 Foundation Yuyun Ismawati menyampaikan bahwa dari semua sampah, plastik 9 persen – 10 persen yang hanya bisa didaur ulang, termasuk kimia penyertanya.
“Migrasi limbah plastik ini dinilai berbahaya karena berdampak pada masalah kesehatan mahluk hidup, khususnya pada masalah hormon,” terangnya.
Greenpeace Indonesia Hatta menambahkan bahwa sebenarnya penyumbang limbah plastik ada Indonesia. Hanya saja selalu dibandingkan dengan Singapura sehingga tidak terlihat bahwa sebenarnya Indonesia salah satu penyumbang terbesar.
“Untuk itu, produsen juga harus bertanggungjawab atas hal ini dan bukan ditujukan kepada masyarakat. Sesuai Permen LH No 75/2019 bahwa dalam permen tersebut ada jenis industri seperti manufaktur, jasa makanan dan minuman, serta ritel yang harus mengurangi produksi menggunakan plastik,” jelasnya.
Namun yang disayangkan kebijakan tersebut tidak transparan.
“Implementasi Permen LH No 75/2019 terlihat samar dan terkesan bahwa ditujukan bagi masyarakat,” akunya.
Terpisah, Executive Director YPBB Bandung David Sutasurya melanjutkan sesuai UU No 18/2008 pasal 4 tentang sampah, seharusnya pemerintah mulai mengimplementasikan, namun kenyataannya hal itu belum maksimal dilaksanakan.
“Yang jelas, zero waste sangat membantu adaptasi dalam perubahan iklim, dimana hal itu juga sudah terjadi seiring pemanasan global. Selain itu, zero waste banyak menghasilkan tenaga kerja yang dibutuhkan tanpa berpengaruh pada skill masyarakatnya sebagai pelaku kerja,” jelasnya. (irawan)