Gelombang Aksi Unjuk Rasa Penolakan UU Cipta Kerja Terus Bergulir

Presiden Presma Usakti Vladima Insan (kanan), Menlu Faiz Nabawi (tengah), Wapres Lamdahur Pamungkas (kiri) saat melakukan aksi penolakan UU Cipta Kerja, Kamis (30/3/2023)/sriwijayamedia.com-santi

Sriwijayamedia.com – Sejak disahkannya Rancangan Undang-undang (RUU) Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) No 2/2022 tentang Cipta Kerja disepakati oleh DPR RI, Selasa (21/03/2023) menjadi Perppu Cipta Kerja yang kemudian menjadi Undang-undang (UU) Cipta Kerja, gelombang aksi unjuk rasa penolakan UU Cipta Kerja tersebut terus bergulir kembali.

Tidak hanya didominasi oleh kalangan buruh saja, pada aksi-aksi berikutnya kelompok mahasiswa dan LSM/NGO lainnya ikut meramaikan.

Gelombang aksi pertama dari kelompok mahasiswa,  dimotori oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Seluruh Indonesia (SI) Rakyat Bangkit melakukan aksi di depan gedung DPR RI Jalan Jenderal Gatot Soebroto, Jakarta, Kamis (30/3/2023).

Adapun untuk gelombang aksi kedua diinisiasi oleh Presiden Mahasiswa (Presma) Universitas Trisakti (Usakti) yang siap turun aksi pada Kamis, 6 April 2023 mendatang, di persimpangan Harmoni, Jakarta.

Rencana aksi tersebut berdasar hasil konsolidasi umum yang telah dilaksanakan Rabu malam (29/03/2023) di Presma Usakti, kampus Universitas Trisakti Jalan Kyai Tapa, Grogol, Jakarta Barat.

Dalam wawancara khusus dengan Menteri Luar Negeri (Menlu) Presma Usakti Faiz Nabawi sekaligus mahasiswa Usakti jurusan Teknik Planologi, aksi dilaksanakan di Harmoni karena para mahasiswa mempunya sejarah pada tahun lalu, saat menggelar aksi soal penundaan pemilu.

Harmoni juga dianggap sebagai tempat yang tepat untuk menyuarakan aspirasi lantaran ada ketidak percayaan publik terhadap lembaga-lembaga Negara yang ada, yaitu eksekutif, legislative dan yudikatif dengan simbolnya masing-masing seperti istana Presiden, Gedung MK dan gedung DPR RI.

“Kita tidak harus menuntut ke Presiden di istana Negara dan juga bukan ke para anggota dewan di DPR RI, ini suatu bentuk ketidakpercayaan kita kepada DPR sebagai legislative, Presiden sebagai eksekutif dan MK sebagai majelis yudikatif. Makanya kami mengambil jalan dengan menggelar aksi di Harmoni sebagai bentuk kekecewaan kami terhadap negara itu sendiri,” jelas Faiz.

Para peserta konsolidasi juga sepakat mengambil tanggal 6 April 2023 sebagai puncak kemarahan aksi.

Disisi lain juga menyesuaikan aktivitas para mahasiswa dan hari libur pada keesokan harinya (7 April). Sehingga dengan demikian memberikan kesempatan dan intensitas kepada para mahasiswa lainnya agar bisa hadir.

Ditambah pada tanggal 10 April waktunya para mahasiswa melaksanakan UTS.

Aksi yang diinisiasi oleh Presma Usakti kali ini diikuti oleh gabungan massa, dengan modal saling percaya antar setiap gerakan yang ada diantara peserta aksi, maka gerakan aksi ini diklaim sebagai gerakan moral.

“Ini sebagai bentuk ultimatum pertama dari mahasiswa atau masyarakat. Selanjutnya adalah gerakan ultimatum kedua pada 6 April 2023. Apabila kedua ultimatum itu tidak didengar oleh DPR, maka kami akan melakukan gelombang aksi yang lebih besar dan lebih marah dan lebih militan. Mengingat tuntutan aksinya sama yaitu menolak UU Cipta Kerja, maka kami mendukung,” ungkap Faiz.

Kalangan mahasiswa menyayangkan sikap elit politik yang dinilai tidak mampu memberikan produk hukum/kebijakan yang baik ditengah krisis masyarakat yang terjadi saat ini.

Sehingga kebijakan-kebijakan yang lahir bukannya menciptakan suatu ketertiban tetapi justru membuat masyarakat semakin bergejolak/gelisah.

Karena itu, gerakan ini meminta pemerintah agar lebih peka terhadap keinginan rakyat dengan berbagai bentuk penolakan yang ada serta berharap agar seluruh lapisan masyarakat bersatu padu memberikan teguran kepada pemerintah yang dianggap sudah tidak sesuai dengan amanat dan cita-cita reformasi.

“Usulan dari gerakan pertama, kita minta agar pemerintah lebih peka terhadap keinginan rakyat dan juga bentuk-bentuk penolakan dari rakyat. Kedua, keinginan yang lebih besar adalah bagaimana seluruh elemen ini bisa menyatu, baik itu buruh, mahasiswa, nelayan, petani, dan lain-lain. Karena hari ini pemerintah dianggap sudah membangkangi konstitusi dan dianggap sudah tidak sesuai dengan amanat dan cita-cita reformasi itu sendiri. Maka dari itu apabila negara ini sudah tidak memperdulikan rakyatnya, maka akan lebih baik rakyat bersatu untuk sama-sama menggulingkan atau mungkin menegur kekuasaan itu sendiri,” imbuh Faiz.

Setali tiga uang, Wakil Presiden Presma Usakti Lamdahur Pamungkas menambahkan pihaknya bisa menjamin aksi nanti akan lebih besar karena semua elemen pastinya akan turun, terutama para mahasiswa se-Jabodetabek dan juga seluruh aliansi mahasiswa secara nasional akan menumpahkan emosinya terkait pembangkangan terhadap pemerintah dan aspirasi penolakan dari elemen-elemen masyarakat terutama teman-teman mahasiswa.

“Setelah kami analisis emosional massa se-Jabodetabek dan nasional akan memiliki peluang untuk mengulang sejarah saat aksi penolakan RKUHP saat reformasi dikorupsi tahun 2019,” tutur Lamdahur.

Tidak hanya menggelar aksi konvensional dengan turun kejalan, para mahasiswa juga melakukan aksi aktivisme di media sosial (medsos) dengan menyebarkan flyer-flyer baik melalui IG maupun aplikasi lainnya dengan hastag “#SudahTidakPercaya”.

“Untuk aksi aktivisme medsos, kami akan menyebar flyer-flyer kami yang berisikan bentuk-bentuk kekecewaan kami melalui IG di instansi masing-masing dengan hastag #SudahTidakPercaya untuk tanggal 6 April 2023. Aksi 6 April ini merupakan bentuk gerakan moral sehingga tidak ada mobilisasi diplomasi ataupun komunikasi formal yang coba dibangun Usakti dengan pihak lain. Ini adalah pure gerakan norma dan respon dari masyarakat dan mahasiswa untuk mengikuti konsolidasi yang ada di Usakti. Jadi tidak ada nama aliansi gerakannya. Sekali lagi tidak ada upaya idealism dari Usakti untuk membangun suatu komunitas atau lembaga untuk membentuk suatu sekat mahasiswa. Karena kami mengundang dengan flyer secara digital dan itu direspon baik dengan teman-teman lainnya,” jelas Lamdahur.

Mewakili kalangan mahasiswa, Lamdahur juga mengimbau masyarakat dan mahasiswa lainya agar memberikan kepercayaan kepada gerakan aksi 6 April mendatang.

Sebagai gerakan moral dari hati nurani yang harus dilakukan agar aspirasi-aspirasi yang disuarakan oleh masyarakat dapat didengar pemerintah.

“Kepada masyarakat dan mahasiswa tetaplah percaya kepada gerakan masyarakat khususnya mahasiswa dan teman-teman gerakan buruh pastinya. Bahwasanya gerakan kami adalah gerakan naluri hati kami untuk memperbaiki nilai-nilai reformasi. Apa yang kami lakukan untuk memperbarui suara-suara yang menggerakkan pemimpin. Jadi pemimpin bergerak karena masyarakat bersuara. Mungkin dengan tugas kami adalah menciptakan suara- suara masyarakat baru,” papar Lamdahur. (santi)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *