Sriwijayamedia.com – Anggota DPR RI Fraksi DPR RI Aria Bima memastikan tidak ada pihak yang hendak menghambat pencapresan Anies Baswedan.
Hal itu disampaikannya menanggapi rencana deklarasi resmi tiga partai politik (parpol) untuk mendukung Anies Baswedan sebagai calon presiden (capres) 2024, yaitu Nasional Demokrat (NasDem), Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), di Gedung B DPP PDI Perjuangan Jalan P Diponegoro, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (5/2/2023).
Aria Bima mengatakan semakin cepat deklarasi dilakukan akan semakin bagus. Hal ini penting dilakukan supaya Anies tidak merasa ada pihak yang hendak mengambat langkahnya untuk maju ke Pilpres 2024.
Aria bahkan berharap agar dalam deklarasi tersebut nantinya juga disertakan nama calon wakil presiden (cawapres) pendamping Anies Baswedan.
Dengan adanya deklarasi Anies beserta pasangannya tentu akan membuat peta politik menuju pilpres 2024 akan semakin terlihat jelas.
“Makin cepat makin bagus, supaya Anies tidak merasa dihambat atau apa. Deklarasikan Anies bareng-bareng dengan wakilnya siapa, kok bingung? tidak akan ada yang mnghambat. Jadi semakin cepat Anies dideklarasikan semakin bagus. Jangan mereka tidak bisa mendeklarasikan secara bersama-sama menyalahkan orang lain,” papar Aria Bima.
Sementara terhadap deklarasi gabungan sayap-sayap partai Kuning IJo Biru (KIB) yang berlangsung di Hotel Atlet Century, Senayan, Jakarta, Rabu(1/2/2023), politisi asal Jawa Tengah ini memberikan respon positif.
Menurutnya, koalisi atau kerjasama itu dinamika yang memang proses pemilu dengan treshold (Parlementary Treshold) 20%. Sehingga memungkinkan terjadinya proses komunikasi atau silaturahmi baik melalui acara resmi ataupun tidak oleh parpol.
“Ini sebagai suatu hal yang positif dan itulah demokrasi kita. Dan saya harus memberikan apresiasi yang besar,” imbuh Aria Bima.
Proses komunikasi politik yang dilakukan oleh para tokoh masyarakat dan rakyat untuk membicarakan suatu konsensus dengan kriteria pemimpin yang diharapkan.
Sistem demokrasi konstitusional yang berlaku dinegara ini menurutnya memang mengharuskan dilakukannya pembicaraan, pemufakatan dan mungkin rekonsiliasi.
Koalisi yang dibentuk hendaknya tetap menjaga persatuan dan mengambil peran penting untuk perkembangan bangsa, serta penguatan jati diri bangsa dengan mewujudkan sila-sila yang ada pada Pancasila sebagai dasar negara.
Jika pengkotak-kotakan kelompok masyarakat atau agama terjadi, tentu hal ini tidak sesuai dengan keinginan bangsa dalam berketuhanan Yang Maha Esa (YME).
Inilah yang penting pula dibicarakan, sehingga bagaimana pertemuan-pertemuan itu dapat membicarakan persoalan keadilan sosial, baik secara parameter struktural maupun secara regional.
Tentu koalisi semacam itu menurutnya tidak ada yang mengkhawatirkan. Tetapi kalau koalisi yang dibangun hanya menyangkut bagaimana mendapat kekuasaan dan menang, serta dengan tujuan agar supaya mendapatkan pembagian kursi dengan mengabaikan berbagai hal. Padahal substansi kerjasama koalisi itu dibangun supaya memikirkan negara ini kedepan.
Maka jika hal Itu terjadi, akhirnya yang muncul nanti adalah cuma politik-politik partisan yang mendominasi politik-politik identitas untuk mendulang suara.
“Selama namanya KIB atau Koalisi Perubahan atau Merah Putih, terserah saja. Tapi bagaimana koalisi untuk bertemu mereka harus bersatu dan penting untuk perkembangan bangsa kita, bagaimana penguatan jati diri bangsa dengan mewujudkan keadilan sosial, perikemananusiaan, sila ketuhanan dengan beragama, yang saling menghargai. Sehingga Ketuhanan YME ini perlu dihargai dengan tingginya toleransi beragama yang akhir-akhir ini pemahaman itu terkotak-kotak dengan terlalu memikirkan ego atau pribadi maupun kelompok agama dan ini tidak sesuai dengan keinginan kita dalam berketuhanan YME, dalam kehidupan masyrakat yang berketuhanan YME,” jelas Aria. (santi)