Warga Riding OKI Pertanyakan Dana Bagi Hasil Panen Akasia, PT BMH Pilih Bungkam

Lokasi lahan seluas 3.500 hektar milik warga Desa Riding yang dikelola langsung PT BMH ditanami pohon akasia, dengan sistem pola kemitraan/sriwijayamedia.com-jay

Sriwijayamedia.com – Tak singkronnya informasi pencairan dana bagi hasil panen pohon akasia membuat warga Desa Riding, Kecamatan Pangkalan Lampam, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumsel kalang kabut.

Tak harmonisnya hubungan antara Badan Koperasi Riding Bersatu (KRB), dengan Pemerintah Desa (Pemdes) Riding menjadi salah satu pemicu disinformasi penyaluran bagi hasil itu.

Diketahui, lahan seluas 3.500 hektar milik warga Desa Riding dikelola langsung PT Bumi Mekar Hijau (BMH) dengan sistem pola kemitraan.

“Kami mendapat kabar kalau hasil panen akasia akan disalurkan, tapi sampai sekarang belum terealisasi,” ucap Ju, salah satu penerima asal Desa Riding, Minggu (22/1/2023).

Pada tahun 2021 lalu, masih kata dia, sebagian warga diminta uang oleh pengurus koperasi Rp50.000 untuk pembuatan Anjungan Tunai Mandiri (ATM).

Sayangnya, sampai saat ini sebagian besar warga belum menerima ATM itu.

“Kami selalu bertanya-tanya kapan hak kami diberikan,” terangnya.

Kepala Desa (Kades) Riding Samson menjelaskan, penanaman pohon akasia dikelola secara kemitraan oleh PT BMH sudah dilakukan dari tahun 2017 lalu diatas lahan seluas 3.000 hektar.

Berdasarkan siklus yang baru panen tahap pertama yaitu 1.000 hektar dengan estimasi nominal dana Rp1 miliar.

“Ya, sudah ditanam sejak tahun 2017 lalu. Umur masa panen itu 3 tahun 8 bulan. Pada tahun 2022 panen pertama baru dibayar separuh oleh PT BMH. Ada sekitar 1.000 KK di Desa Riding dan 113 KK Desa Sunggutan. Harusnya penerima dibagi rata,” ujar Samson.

Soal pembuatan buku rekening, Samson berdalih tidak tahu. Sebab itu dikelola koperasi.

Dia mengklaim pihaknya hanya mengetahui rincian panen seluas 470,9 hektar yang telah ditandatangani.

“Setahu saya baru dibayar pihak PT BMH sekitar Rp556 juta dengan rincian 470,9 hektar,” akunya.

Sementara itu, Ketua KRB Kusmiran melalui Pengurus lain Kenedi mengungkapkan, ketidakharmonisan antara pengurus badan koperasi dan Pemdes Riding l diduga menjadi pemicu mangkraknya pencairan pola kemitraan itu.

“Kensatipun dananya sudah ada, tapi dananya belum bisa dibagikan ke warga Desa Riding karena datanya belum valid. Seharusnya Pemdes tak perlu ikut campur dalam urusan di badan koperasi,” imbuh Kenedi.

Dia menyebut per ton pohon akasia milik warga ini dihargai sekitar Rp12.000. Panen pada tahun 2022 seluas 1.100 hektar, bukan 400 hektar dengan estimasi jumlah uang capai Rp1,3 miliar. Namun baru dibayar setengahnya oleh pihak PT BMH.

Sesuai kesepakatan bersama antara pihak koperasi dan perusahaan, selesai panen harus dibayar lunas. Akan tetapi perusahaan tidak komitmen merealisasikan kesepakatan itu.

“Sampai saat ini belum ada kepastian kapan dilunasi sisa pembayaran panen pertama oleh pihak PT BMH,” jelasnya.

Menyikapi hal itu, Manager Distrik PT BMH Desa Riding Darianto dikonfirmasi memilih bungkam, tidak bisa memberikan keterangan apapun.

“Saya tidak bisa memberikan keterangan apapun, mohon maaf sebelumnya, itu bukan wewenang saya,” singkatnya.(jay)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *