Tetap Survive Hadapi Resesi Global, Ketua APKB Desak Pemerintah Berikan Relaksasi

Ketua Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat (APKB) Ade Restuti Sudrajat/sriwijayamedia.com-ocha

Sriwijayamedia.com – Pandemi Covid-19 telah berdampak terhadap sendi-sendi kehidupan, khususnya bidang ekonomi yang merasakan pukulan sangat berat. Salah satunya adalah pelaku usaha di kawasan berikat.

Ketua Asosiasi Pengusaha Kawasan Berikat (APKB) Ade Restuti Sudrajat mengatakan bahwa saat ini ancaman resesi global mengakibatkan 3 klaster industri anggota APKB yaitu garmen, Tekstil dan Produksi Tekstil (TPT) serta alas kaki mengalami penurunan, terutama tujuan ekspornya ke Amerika dan Eropa.

Bacaan Lainnya

“Dengan kondisi yang tidak baik ini, kami memohon kepada pemerintah untuk memberikan kami semacam relaksasi, sehingga kami tetap bisa survive menghadapi gejolak resesi ekonomi global ini,” kata Ade Sudrajat, Senin (19/12/2022).

Menurut Ade, beberapa kendala pengusaha kawasan berikat dilapangan diantaranya pertama kebijakan pemerintah dalam pemulihan ekonomi nasional (PEN) diharapkan dapat selaras dengan tuntutan dunia usaha serta memudahkan iklim investasi.

Aturan yang diterbitkan pemerintah hendaknya mempermudah dan memangkas birokrasi dalam mengurus perijinan usaha.

“Logikanya, apabila izin usaha dipermudah, maka investasi akan tumbuh pesat. Sehingga perekonomian otomatis akan terangkat, dan pendapatan negara juga turut terdongkrak. Karena disitu ada pajak, cukai, retribusi, PNBP dan lainnya,” tuturnya.

Selama ini, kata dia, banyak para pelaku usaha cenderung memilih pindah ke negara tetangga antara lain Vietnam dan Thailand. Kkarena negara tersebut aturannya lebih simple dan ramah terhadap para investor dan hendaknya Indonesia perlu mencontoh hal itu.

Dia mengilustrasikan dinegara Indonesia terkadang aturan itu berubah-ubah. Pusat dan daerah membuat aturan berbeda, dan banyak pungutan tidak resmi.

Hal itu kerap dikeluhkan para pelaku usaha, dan kalau ini tidak segera diperbaiki akan membuat minat investor berusaha di Indonesia menjadi berkurang.

Kedua, prosedur penjualan sisa bahan baku hasil proses produksi yang masih multitafsir dilapangan. Sisa proses produksi (waste/scrap/limbah/dead stock) masih terkendala dengan persyaratan safe guard/Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan persyaratan pembeli harus memiliki Persetujuan Impor (PI) sesuai persyaratan larangan terbatas (lartas) dari Kemendag.

Ketiga, pihaknya memohon untuk penundaan audit terhadap anggota APKB yang terdampak krisis global, karena ini betul-betul diluar ekspektasi.

“Pada prinsipnya, kami mendukung segala upaya pemerintah untuk PEN, agar situasi ekonomi kembali membaik sehingga pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat dapat berjalan beriringan dan saling menguntungkan untuk kemakmuran bersama,” jelas Ade.(ocha)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *