Sriwijayamedia.com – Tantangan di Indonesia terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM) dengan prevelansi balita stunting masih cukup tinggi yakni 30,8%, merupakan tantangan besar pemerintah serta sangat serius berupaya untuk menurunkan angka stunting yang diharapkan menurun hingga tahun 2024 diagregat 14% dan semakin berkurang hingga tahun 2030 melalui pembangunan berkelanjutan berdasarkan capaian tahun 2024.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Balita/Baduta (Bayi dibawah usia dua tahun) yang mengalami stunting dapat dikatakan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal, lebih rentan terhadap penyakit dan di masa depan dapat beresiko pada menurunnya tingkat produktivitas yang pada akhirnya secara luas stunting akan dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan memperlebar ketimpangan. Jika tidak diatasi dengan baik dapat memengaruhi kinerja pembangunan Indonesia baik yang menyangkut pertumbuhan ekonomi.
Kondisi tersebut mendorong pemerintah menyusun program-program dalam upaya percepatan penurunan/penanggulangan stunting mulai dari tingkat nasional hingga ke tingkat daerah dengan melakukan kolaborasi dengan pemerintah daerah. Program-progam pemerintah yang disusun tidak dapat dalam tempo yang singkat dapat menurunkan angka prevalesi stunting secara signifikan namun dibutuhkan waktu/proses untuk program-program tersebut dapat terlihat secara nyata pelaksanaannya dan terlihat signifikansi hasilnya.
Untuk saat ini, program-program penanggulangan stunting yang telah dilakukan diantaranya adalah; Pemberian Makanan Tambahan (PMT) pada Balita dan Ibu Hamil, Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) pada remaja putri dan ibu hamil, peningkatan cakupan imunisasi dasar lengkap pada bayi dan balita, pemberian vitamin A pada balita, dan pemberian zinc pada kasus diare terutama pada ibu hamil dan balita.
Berdasarkan data prevalensi balita stunting yang dikumpulkan World Health Organization (WHO) menunjukkan bahwa Indonesia termasuk ke dalam negara ketiga dengan prevalensi tertinggi di regional Asia Tenggara/South-East Asia Regional (SEAR) dengan rata-rata prevalensi balita stunting di Indonesia tahun 2005-2017 adalah 36,4%, sebagaimana dirilis oleh Utama n.d. pada tahun 2017, 22,2% atau sekitar 150,8 juta balita di dunia mengalami stunting. Pada tahun 2017, lebih dari setengah balita stunting di dunia berasal dari Asia (55%). Dedangkan lebih dari sepertiganya (39%) tinggal di Afrika.
Dari 83,6 juta balita stunting di Asia, proporsi terbanyak berasal dari Asia Selatan (58,7%) dan proporsi paling sedikit di Asia Tengah (0,9%). Kemudian prevalensi balita stunting pada 2019 sebanyak 27,67 persen, turun sebanyak 3,1 persen. Sementara itu, untuk prevalensi balita wasting (kurus), berada pada angka 7,44 persen. Angka ini turun 2,8 persen. Dalam RPJMN 2020-2024 penekanan angka stunting ditargetkan menjadi 19% pada 2024 dari yang saat tahun 2018 sebesar 30,8% (Riskesdas 2018) (A,2019), namun dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No 72/2021 ditetapkan target angka prevalensi stunting menjadi 14% pada tahun 2024.
Peningkatan target angka prevalensi dari 19% menjadi 14% tidak terlepas dari strategi nasional (stranas) yang dalam Peraturan Presiden tersebut dicanangkan 5 (lima) Pilar Stranas Percepatan Penurunan Stunting yaitu:
1. Pilar 1 : Peningkatan komitmen dan visi kepemimpinan di Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Pemerintah Desa;
2. Pilar 2 : Peningkatan komunikasi perubahan perilaku dan pemberdayaan masyarakat;
3. Pilar 3 : Peningkatan konvergensi intervensi spesifik (9 penyebab langsung) dan intervensi sensitif (11 penyebab tidak langsung) di Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah;
4. Pilar 4 : Peningkatan ketahanan pangan dan gizi pada tingkat individu, keluarga, dan masyarakat;
5. Pilar 5 : Penguatan dan pengembangan sistem, data, informasi, riset dan inovasi.
Agar lima pilar tersebut terencana dan dapat terselenggara dengan baik perlu didukung program percepatan penurunan stunting yang dilakukan Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah hingga tingkat desa melalui Penguatan Perencanaan dan Penganggaran; Peningkatan Kualitas Pelaksanaan; Peningkatan Kualias Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan; serta Peningkatan Kapasitas SDM dengan melibatkan seluruh jajaran Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah hingga tingkat desa, bahkan para Tenaga Kesehatan Desa, Penyuluh KB, Tim Penggerak PKK, Kader Pembangunan Manusia, dan Kader Lainnya.
Daerah prioritas atau daerah yang menjadi lokus utama intervensi stunting adalah daerah yang memiliki angka prevalensi stunting tinggi dibandingkan dengan daerah lainnya. Hal ini berkaitan dengan anggaran yang dialokasikan untuk penanggulangan stunting. Daerah priotitas penanggulangan stunting memiliki anggaran khusus yang memang diperuntukkan bagi program-program percepatan penanggulangan dan pencegahan stunting.
Demikian pula yang terjadi di Sumsel target penurunan prevalensi stunting terus dikejar, pada tahun ini penurunannya diharapkan bisa 3,6 persen untuk menggenapi 10,8 persen dalam tiga tahun atau periode 2022-2024 agar menjadi 14 persen. Pada 2021, angka stunting di Sumsel sebesar 24,8 persen, lebih tinggi dari nasional 24,4 persen. Capaian itu, sedikit lebih baik dibandingkan 2019 sebesar 27,6 persen. Sedangkan berdasarkan data BKKBN Provinsi Sumsel terdapat 15 daerah masuk prioritas, sebagai berikut:

Keterangan : Data BKKBN Provinsi Sumsel terdapat 15 daerah masuk prioritas © 2022 sriwijayamedia.com/dok
Terhadap kondisi daerah tersebut di atas, langkat-langkah yang perlu dilakukan antara lain:
– Melakukan survei studi status gizi Indonesia, dengan tujuan untuk melakukan pemetaan dan menetapkan daerah dengan prevalensi tinggi memiliki prioritas yang tinggi, kemudian diperkecil lokusnya sampai tingkat desa.
– Mendorong dan menekankan Kepala Daerah berkontribusi dan berpartisipasi melalui penggunaan alokasi dana transfer se-efisien dan se-efektif mungkin jangan sampai pelaksanaan program tidak dapat dilaksanakan dengan baik.
– Mendorong kontribusi dari semua pihak termasuk peran perusahaan di wilayah Sumatera Selatan melalui program CSR masing-masing perusahaan.
– Sosialisasi yang masif kepada generasi muda agar menghasilkan kelahiran yang lebih berkualitas yaitu dengan tidak kawin usia dini, tidak putus sekolah, pemenuhan gizi yang baik dan lain-lain, karena generasi muda berkualitas dan tidak stunting menjadi modal pembangunan dan kesejahteraan bangsa.
Program-program yang telah dicanangkan dan dilaksanakan oleh Kementerian/Lembaga dan pemerintah daerah tentunya terkadang tidak berjalan sesuai dengan rencana. Untuk itu, perlu menjadi perhatian bersama bahwa program/kegiatan yang dilakukan bisa lebih efektif menurunkan stunting adalah dengan melakukan pendataan secara terpadu (data balita stunting by name by address) sehingga program/kegiatan yang dilakukan bisa tepat sasaran dan efektif dalam menanggulangi dan menurunkan stunting. Hal tersebut sebagai langkah perbaikan pendataan yang belum dilakukan secara terpadu, sehingga balita stunting tidak teridentifikasi secara jelas dan pasti, hanya berupa data gambaran umum saja, tidak berdasarkan by name by address balita stunting.
Kemudian perlu dilakukan pemantauan atas program-program yang sudah dijalankan dalam rangka memastikan pencapaian tujuan program sebagaimana yang diharapkan. Misalnya, pemberian makanan tambahan untuk balita dan/atau keluarga miskin, makanan tambahan yang diberikan hendaknya benar-benar dipantau apakah dimakan atau tidak oleh objek sasaran. Hal ini pada akhirnya menyebabkan program yang dijalankan tidak mencapai target sasaran, sehingga upaya untuk penanggulangan dan penurunan stunting menjadi kurang.
Sementara itu, terkait besaran dan alokasi anggaran, besaran anggaran yang dialokasikan terkait penanggulangan stunting sudah dirasa memadai, hanya perlu pengoptimalan dalam pelaksanaannya saja agar dapat terlihat signifikansi hasil yang diharapkan.
Hal lainnya yang penting menjadi perhatian antara lain:
1. Kerjasama dan sinergi lintas sektor terkait upaya penanggulangan stunting yang dimulai dari desa
2. Peningkatan peran tim penanganan stunting dari pusat hingga ke daerah tentunya dibekali payung hukum yang memadai;
3. PMT khusus untuk anak stunting yang telah ada perlu lebih ditingkatkan, karena anak stunting sangat membutuhkan gizi/nutrisi khusus yang tidak sama dengan anak-anak lainnya yang tidak stunting.
Dengan berbagai program demikian, maka optimistis angka prevalensi stunting Sumsel pada tahun 2024 dapat tercapai. Terlebih dengan dukungan dana APBN tahun anggaran 2023 teralokasi untuk Sumsel sebesar Rp13,9 triliun untuk 513 Satuan Kerja dan alokasi Transfer ke Daerah (TKD) Rp29,02 triliun untuk 18 pemerintah daerah, tema APBN 2023 “Optimis dan Tetap Waspada” selasar dengan Optimistis Sumsel menangani stunting.
Oleh :
Eko Budiyanto, Kepala Bagian (Kabag) Umum Kanwil DJPb Sumsel









