Biodata
Nama : Cholid Novianto
Jabatan : Rektor Universitas Billfath Lamongan
Lahir : Lamongan, 3 November 1968
Pendidikan :
– Tamat S1 dari Universitas Indonesia tahun 1993
– Tamat S2 dari Universitas Indonesia tahun 2006 dalam bidang Perencanaan Kebijakan Publik
– Sedang menyelesaikan studi S3 di Universitas Trisakti, Jakarta
Berikut kutipan wawancara khusus reporter sriwijayamedia.com santi dengan Cholid Novianto.
– Terkait reformasi ditubuh Polri, khususnya pasca peristiwa Sambo, hal apa yang perlu dievaluasi di tubuh kepolisian, terutama dibagian intelijen?.
Selama ini Intelkam Polri konsentrasi utamanya adalah pencegahan potensi konflik dimasyarakat. Itu tupoksinya. Alhamdulillah, itu relative berhasil dilaksanakan. Paling tidak peristiwa politik besar bisa terkendali, tidak menimbulkan anarkhi sampai begitu besar.
Dari sisi itu, Intelkam termasuk relatif berhasil dalam melakukan antisipasi atau deteksi dini terhadap segala potensi kerusuhan yang krusial misalanya seperti saat pilkada, pilgub, dan pilpres. Kalaupun terjadi letupan kecil masih dikatakan wajar, namun secara umum masih seluruh proses politik dikatakan terkendali. Demikian pula halnya dengan masalah sosial budaya yang relatif bisa terkendalikan.
Hanya masalahnya kasus Sambo ini, sebetulnya membuka mata kita bahwa kepercayaan masyarakat terhadap institusi Polri mau tidak mau menurun. Penurunan ini akhirnya menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat (distrust) yang bisa melebar kemana-mana nantinya.
karena sumber masalahnya da di internal Polri, maka intelkam harus ada kewenangan untuk mengantisipasi persoalan-persoalan internal. Selama ini, intelkam tidak mempunyai kewenangan itu.
– Kewenangan itu apa karena ada propam?
Propam sebenarnya melakukan tindakan sama halnya dengan reskrim (post factum). Tiap ada kejadian/pelanggaran ditindak, tapi tidak sampai pada antisipasinya. Reskrim tidak melakukan upaya untuk mengantisipasi, sebab yang melakukan antisipasi biasanya intelkam. Yang mengantisipasi potensi konflik ada di intelkam. Hal ada kejadian barulah reskrim bertindak. Di internal Polri, propam juga sama. Propam yang bisa dikatakan sebagai polisinya polisi, yang sifatnya setiap ada kejadian diikuti dengan laporan maka ditindaklanjuti, tanpa melakukan antisipasi (tidak diantisipasi). Karena tidak ada fungsi antisipasi semacam itu, maka yang terjadi seperti sekarang ini. Masalah sudah besar dan meledak akhirnya.
– Propam kemarin bisa dikatakan superbody?
Ya, salah satunya bisa dikatakan seperti itu, propam menjadi superbody.
– Perlu ada pembatasan kewenangan propam agar tidak superbody?
Jelaslah harus ada pembatasan. Analoginya, kalau di internal instansi pemerintah ada bagian yang disebut inspektorat atau semacam BPK, Kalau sudah di inspektorat tidak boleh melakukan rangkap jabatan merangkap tugas/jabatan dimana-mana. Kalau tidak, maka ‘jeruk makan jeruk’.
Inspektorat tugasnya adalah melakukan infeksi pengawasan. Mereka yang bertugas disitu tidak boleh merangkap kemana-mana. Yang terjadi di propam kemarin, anggotanya masih merangkap tugas dimana-mana, termasuk di satgatsus. Artinya itu akan menjadi ‘jeruk makan jeruk ‘ dan propam menjadi superbody karena belum ada kejelasan.
– Propam nantinya hanya fokus bertugas melakukan penertiban di internal kepolisian?
Iya , kemarin kan ada Satgatsus dan segala itu, dengan dia ikut kesana-kemari akhirnya terjadi conflict of interest. Kalau anggota propam kemudian merangkap jadi satgasus menangani kasus di masyarakat itu namanya kan nanti ada conflict of interest. Katakanlah misal saya anggota propam tiba-tiba saya ditugaskan menangani tambang ilegal.
Nah, disitu dalam menangani kasus ini ada kemungkinan ada masalah, ada kesalahan saya umpannya. Siapa yang mengawasi karena saya juga intel propam? Nah, munculnya super body, disitu karena propam masih merangkap tugas-tugas lain. Dan itu menimbulkan conflict of interest yang akhirnya menimbulkan superbody. Kalau menurut saya, disitulah bagian propam yang harus dibenahi. Kedepan propam tidak perlu lagi merangkap kebidang-bidang yang lain. Propam, ya propam sama halnya dengan inspektorat kalau dikementerian.
– Kewenangan Intelkam ditambah ?
Iya dong. Jadi dia harus punya kewenangan untuk mendeteksi. Karena pelanggaran internal tinggi juga, sementara propam seperti reskrim. Ada kasus ditindak, sedangkan upaya pencegahannya dia tidak bisa melakukannya karena tidak memiliki kewenangan akan hal itu.
Seharusnya Intelkam juga diberi kewenangan untuk melakukan antisipasi dini terhadap persoalan-persoalan yang ada di internal kepolisian. Namanya Intelkam fungsi utamanya adalah mendeteksi dini dan melakukan antisipasi agar tidak menimbulkan masalah. Selama ini intelkam hanya melakukan deteksi dini dan antisipasi eksternal (diluar kepolisian). Karena dia tidak punya pengawasan internal, akhirnya semua dibuat kaget, termasuk mungkin Pak Kapolri karena masalah sudah sebesar ini.
– Bagaimanapun keberadaan propam masih dibutuhkan, bukan ?
Ya, jelaslah. Pasti dibutuhkan, tapi dia seharusnya lebih fokus pada pengamanan internal saja. Propam ibarat reskrim internalnya Polri. Kedepan propam fokus kesana. Kemudian intelkam diberi tambahan kewenangan untuk mengantisipasi , propam akan lebih ringan karena conflict of interest yang terjadi didalam sudah di antisipasi lebih awal.
– Belajar dari peristiwa Sambo, haruskah ada perbaikan perekrutan khusus bagi calon anggota propam ?
Disitu pentingnya uji kompetensi sebetulnya. Bagaimanapun menjadi propam harus membutuhkan kompetensi tersendiri. Harus ada ujinya dan Kapolri harus membangun instrumen uji kompetensi yang ketat untuk menyaring yang masuk. Biar yang masuk integritasnya terjaga. Karena ini sebenarnya masalah integritas.
– Untuk menjaga integritas, siapakah pihak yang menguji?
Atasannya, mungkin dua tingkat diatasnya.
– Ada masukan lagi, Pak?
Saya rasa itu yang paling pokok. Jadi yang pertama, propam harus focus ke masalah pengamana internal dan harus dihindarkan dari conflict of interest . Para anggotanya tidak lagi merangkap tugas di satgas-satgas yang lain. Karena fungsinya dia adalah melakukan pengaman internal. Kedua, intelijen harus diberi kewenangan untuk melakukan antisipasi dini terhadap masalah-masalah internal. Kalau tidak akan terjadi seperti yang sekarang ini dan masalahnya sudah terlanjur besar. Jadi repot, kan semuanya.
– Dari porsi personel, apakah komposisinya petugas intelijen atau propamnya sudah cukup sekarang ini ?
Kalau intelijen untuk melakukan pekerjaan antisipasi saya pikir sudah mumpuni. Sekarang ini saja intelkam dalam mengantisipasi persoalan dimasyarakat itu memang cepat sekali dia. Sehingga banyak masalah bisa dikendalikan. Tinggal kalau ada diberi kewenangan kesana, dia bisa diberikan itu.
Tapi hanya sebatas antisipasi, bukan penyidikan karena nanti bisa berbenturan dengan tugasnya propam. Jadi memberi feeding (informasi) terhadap propam akan permasalahan-permasalahan yang ada. Antisipasinya seperti itu, jadi tidak diberi tugas sebagai propam, melainkan hanya memberikan informasi berdasar hasil pendeteksian dini. Nanti follow up- nya silakan propam yang menindak lanjuti.
Jangan seperti kasus kemarin juga, yaitu pada kasus backing tambang yang sudah besar (viral) dan melibatkan nama Ismail Bolong. Coba kalau dari kemarin (sejak awal mencuat) intelkam diturunkan dari awal. Tidak akan mungkin terjadi seperti itu.
– Respon Kapolri sudah bagus atau belum ?
Ya, sudah baguslah dalam kompetensi ini. Cuma itu,kan terlanjur besar. Ada seorang polisi yang melakukan abuse of power, ini luar biasa. Lagi-lagi itu karena pengawasan/antisipasi diiternal lemah karena tidak ada institusi yang mengawasinya.
– Ada harapan khusus untuk kepolisian ?
Saya harap setelah ini akan jauh lebih baiklah. Saya lihat Pak Kapolri ini luar biasa, tegas. Presisinya kelihatan. Saya suka dengan Kapolri yang sekarang ini. Statemen-statmennya terukur enak.
– Imbauan untuk masyarakat terhadap kepolisian?
Jangan hilang kepercayaan (distrust) terhadap kepolisian. Sejelek apapun juga itu adalah institusi milik kita.
– Bagaimana dengan adanya usulan agar paminal kembali lagi ke intel (jangan lagi dibawah propam) ?
Gagasan saya bahwa intelkam perlu juga melakukan antisipasi potensi konflik atau conflict of interest di dalam internal kepolisian, mengarah ke sana. Hanya saja, harus tetap dibatasi, jangan sampai intelkam menjadi superbody.
Prinsip check and balance antar unit di dalam institusi Polri tetap harus ditegakkan.(santi)