Sriwijayamedia.com – Heru Budi Hartono resmi menjabat Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta. Dia menggantikan Anies Baswedan yang telah berakhir masa jabatannya. Pelantikan Heru dilakukan di Gedung Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Jakarta. Mendagri Tito Karnavian memimpin langsung pelantikan tersebut.
Presiden Jokowi menunjuk Kepala Sekretariat Presiden Heru Budi Hartono sebagai Pj Gubernur DKI Jakarta. Penunjukan dilakukan setelah mempertimbangkan usulan DPRD DKI Jakarta dan Kemendagri. Heru akan menjabat selama setahun dan bisa diperpanjang untuk satu tahun berikutnya. Selama itu, ia juga tetap akan berposisi sebagai Kasetpres.
Posisi Heru tergolong menarik. Sebab baru saja dilantik, dia sudah dipersepsikan akan menjadi antitesa bagi Anies. Tidak sepenuhnya salah, sebab pagi-pagi setelah dilantik Heru sudah menghadirkan “Cita Rasa BTP” di Balaikota Jakarta dengan menghadirkan kembali ruang pengaduan yang menjadi trademark Basuki Tjahaja Purnama (BTP) saat menjabat Gubernur DKI Jakarta.
Meskipun Anies Baswedan telah mengalahkan BTP pada Pilkada 2017 yang menjadikannya Gubernur DKI 2017-2022, namun di level pendukung masing-masing pertempuran seolah tak pernah usai. Serangkaian isu, baik rasional maupun irasional, kerap menjadi alasan dua kelompok ini berseteru, terutama di media sosial.
Lima tahun Anies menjadi Gubernur, selama itu pula pendukung BTP konsisten menjadi oposisi kritis. Bahkan sebagian ada yang ultra kritis hingga cenderung nyinyir.
Koordinator Forum Diskusi Kebangkitan Indonesia (DKI) Bandot DM, Senin (17/10/2022) memandang penunjukan Heru sebagai Pj Gubernur DKI akan berdampak langsung terhadap nasib karier politik Anies pasca lengser.
“Di tahun pertama tugasnya (sesuai Keppres), dia akan melakukan evalauasi dan revaluasi terhadap program-program yang telah dijalankan dan dianggarkan,” ujar Bandot.
Sebagai orang yang ditunjuk presiden, maka tugas utama Heru adalah revaluasi APBD.
“Bayang-bayang krisis dan upaya bangkit pasca pandemi, mestinya akan ditindaklanjuti oleh Heru dengan kebijakan pengetatan ikat pinggang. Ini berarti dia akan mulai memilih dan memilah program mana yang layak diteruskan dan mana yang akan dihentikan,” tutur Bandot.
Hal ini tergolong urgen. Sebab, dalam APBD 2022 yang masih berjalan, tampaknya DKI belum menjadikan krisis sebagai pertimbangaan dalam menyusun anggaran.
Namun, revaluasi dan evaluasi APBD ini sedikit banyak akan berpengaruh terhadap upaya Anies meniti karier sebagai Calon Presiden. Setidaknya, sudah ada Partai NasDem yang mengusung Anies Baswedan sebagai Bakal Calon Presiden (Bacapres).
Kebijakan Heru terhadap kegiatan Pemda DKI Jakarta akan menempatkan nasib Anies di tangan Heru. Sepanjang administrasi Anies terdapat sejumlah temuan BPK yang mengarah pada kelebihan bayar.
Sejauh ini, belum dijelaskan ke publik apakah sudah ada tindak lanjut dari temuan tersebut. Pihak Anies selalu menjawab bahwa BPK telah menerbitkan laporan Wajar tanpa Pengecualian (WTP) dalam audit rutin.
Batu sandungan terbesar dan terberat bagi Anies Baswedan tentunya adalah kasus dugaan korupsi penyelenggaraan Formula E yang kini tengah diselidiki oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
KPK kabarnya masih kekurangan alat bukti dalam gelar perkara yang digelar awal bulan lalu.
“Apakah Heru akan membuka akses seluas-luasnya kepada KPK? Tentunya hal ini akan memudahkan kerja KPK, sehingga kesimpulan kasus ini akan cepat dicapai. Apakah akan dihentikan atau ditingkatkan ke penyidikan,” tanyanya.
Tetapi, nasib Anies akan benar-benar di ujung tanduk seandainya Heru memutuskan untuk tidak melanjutkan program Formula E seri berikutnya tahun 2023-2024.
“Jika ini terjadi, maka biaya komitmen yang telah dibayarkan harus dikembalikan atau akan menjadi kerugian negara yang nyata,” jelasnya. (Irawan)