Backlog Perumahan di Sumsel Terbilang Tinggi

Kepala Disperkim Sumsel Ir H Basyaruddin Akhmad bersama Ketua DPD REI Sumsel Zewwy Salim berfoto bersama usai kegiatan, Rabu (12/10/2022)/sriwijayamedia.com-ton

Sriwijayamedia.com – Backlog perumahan di Sumsel terbilang masih sangat tinggi. Hal itu dikarenakan orang yang menikah terus bertambah setiap minggunya.

Hal itu disampaikan Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Sumsel Ir H Basyaruddin Akhmad, M.Sc., disela kegiatan pembinaan teknis stakeholder pendukung perumahan menengah di Sumsel, Rabu (12/10/2022).

Bacaan Lainnya

“Kalau sudah menikah dipastikan akan menyumbang backlog. Makanya sekarang upaya pemerintah adalah menggelontorkan program Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) hingga Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT),” ujar Kepala Disperkim Sumsel Ir H Basyaruddin Akhmad.

Menurutnya, FLPP dan BP2BT merupakan program rumah untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Tapi rumah-rumah ini masih didominasi oleh MBR yang sulit menjangkau perbankan.

Dia melanjutkan masyarakat hanya membeli sebuah lahan melalui koperasi. Kemudian akan diberikan bantuan rumah dari pemerintah.

“Program itu sudah berjalan di Kota Prabumulih, Lubuk Linggau, Kabupaten Musi Rawas (Mura) dan Banyuasin,” tuturnya.

Saat ini, ada lagi program rumah inti tumbuh tahan gempa (RITA). Khusus di Prabumulih, program RITA sudah berdiri 50-100 unit di Pangkalan Benteng. 

“Untuk menekan backlog itu dengan membangun rumah untuk MBR, rumah murah melalui pembiayaan FLPP dan BP2BT. Harga rumah MBR saat ini Rp 150,5 juta,” imbuhnya.

Sementara itu, Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) REI Sumsel Zewwy Salim menambahkan backlog di Sumsel capai 400 ribu unit. Sementara REI Sumsel hanya mampu membangun hingga 15.000 unit rumah per tahun. 

“Otomatis tiap tahun backlog terus bertambah. Tapi, kami bersama Pemprov Sumsel berupaya menekan angka backlog,” ulasnya.

Dia mengimbau pembuat regulasi kebijakan agar dapat membuat suatu kebijakan yang menyentuh langsung masyarakat, terutama mereka yang non bankable atau tidak tersentuh akses perbankan..(ton)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *