Klaim Pemilik Lahan Sah, KT Penyeberangan Harimau Pedamaran OKI Tuntut Keadilan

Kuasa hukum KT Penyeberangan Harimau Hermanto, SH., MH., menjelaskan perihal lahan ke sejumlah wartawan, Kamis (1/9/2022)/sriwijayamedia.com-jay

Sriwijayamedia.com – Anggota Kelompok Tani (KT) Penyeberangan Harimau, Desa Cinta Jaya, Kecamatan Pedamaran Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) terus berjuang meminta keadilan agar haknya atas tanah seluas 2.233 hektare (ha) yang diduga dikuasai PT Mutiara Bunda Jaya selama 12 tahun dikembalikan.

Didampingi kuasa hukumnya, Hermanto, SH., MH., KT Penyeberangan Harimau Desa Cinta Jaya beserta anggota mengklaim sebagai pemilik lahan yang sah dengan luasan 2.233 hektar di Kecamatan Pedamaran.

Bacaan Lainnya

Bahkan KT Penyeberangan Harimau memiliki surat yang dikeluarkan oleh Pjs Pasirah Marga Danau atas nama Fikri Saleh.

Kuasa Hukum KT Penyeberangan Harimau Hermanto, SH., MH., mengatakan, hal ini sesuai dengan surat keterangan kepemilikan tanah yang dikeluarkan oleh Fikri Saleh Pesirah Marga Danau yang meninggal tahun 2021 lalu.

“KT ini sebelumnya telah memberikan kuasa, tersisa yang masih hidup empat orang yakni Sohargani, Tanjung, Lukman dan Umar Dani,” terang Hermanto, Kamis (1/9/2022).

Selaku kuasa hukum, pihaknya akan terus berjuang agar tanah milik KT Penyeberangan Harimau yang saat ini diklaim dan dikuasai oleh pihak lain tanpa adanya musyawarah dan ganti rugi, agar bisa dikembalikan.

Berbagai langkah telah dilakukan untuk membela kaum tani ini, diantaranya dengan mengumpulkan surat-surat sebagai bukti kepemilikan tanah para anggota KT. Kemudian melayangkan surat kepada Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung, Badan Pertanahan Nasional (BPN), Biro Hukum Pemkab OKI, Catatan Sipil serta ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan berbagai pihak lainnnya.

“Semula lahan tersebut seluas 2.233 hektar, lalu tinggal 400 hektar yang tidak dibuka oleh pihak PT. Lahan ini terletak pada satu hamparan di Desa Cinta Jaya Kecamatan Pedamaran Kabupaten OKI. Tahun 2008 pengerjaan oleh eskavator tersebut dihentikan. Lalu pada (5/1/2009) terbit Surat Keputusan (SK) Bupati OKI tentang Izin Lokasi Perkebunan kelapa Sawit seluas 12.400 Ha yang ditujukan kepada PT Mutiara Bunda Jaya (PT Sampoerna Agro Tbk),” terangnya.

Dia melanjutkan surat yang diterbitkan pada masa pemerintah Bupati H Ishak Mekki, memerintahkan perusahaan untuk menginventaris kepemilikan lahan sesuai izin lokasi dan selajutnya untuk memberikan ganti rugi bagi pemilik tanah yang masuk dalam izin lokasi tersebut.

Diduga proses menginventarisasi kepemilikan lahan yang tidak benar, sehingga turun SK Bupati OKI pada 9 Februari 2012 Nomor 170 yang berisi penetapan yang berhak memperoleh ganti rugi sebagai pemilik tanah yang sah di lokasi tersebut dan KT Penyeberangan Harimau tidak masuk dalam keputusan tersebut.

Kemudian pada September 2012 Kades Cinta Jaya mengajak Tanjung membuat Surat Pengakuan Hak (SPH) di PT Sampoerna Agro seluas 600 hektar dan mengukurnya dengan melibatkan pihak perusahaan. Setelah pengukuran tersebut juga tak terjadi kesepakatan sehingga tidak ada ganti rugi.

“Belum adanya titik temu dari musyawarah tersebut, kemudian pada tahun 2014 Bupati OKI mengundang rapat kepada para pihak pada 2 Desember 2014 yang dihadiri oleh Tanjung dan Ewasari. Pertemuan itupun tidak menghasilkan kesepakatan hingga tahun 2015 Bupati dan Wabup OKI HM Rifai mengundang rapat lagi. Saat itu mantan Pesirah Fikri Saleh juga hadir,” paparnya.

Lalu pada tahun 2018, Kementerian PUPR memerintahkan PT Hutama Karya untuk menitipkan uang konsinyasi kepada Pengadilan Negeri (PN) Kayuagung OKI uang senilai Rp 9 miliar lebih untuk membayar lahan sepanjang 33 km yang terkena pembangunan jalan tol.

Penitipan uang tersebut untuk membayar ganti rugi 56 orang yang punya atas hak sesuai keterangan Kementerian PU PR.

“Anehnya dari ke-56 orang yang akan memperoleh ganti rugi tersebut, tidak ada satupun anggota dari KT Penyeberangan Harimau,”ctegas Hermanto.

Melihat kenyataan itu, para anggota KT Penyeberangan Harimau melakukan gugatan dalam Register Nomor 40/Pdt.G/2021/PN Kayuagung. Hakim dalam putusan tersebut menolak gugatan KT Penyeberangan Harimau, namun dalam fakta persidangan terungkap adanya 50 SHM yang terbit di September 2015. 

Hal tersebut terlihat aneh karena Mei 2015 lahan tersebut masih dalam pembahasan Bupati dan Wabup OKI HM Rifai dengan Kelompok Tani Penyeberangan Harimau beserta perusahaan PT Mutiara Bunda Jaya (PT Sampoerna Agro Tbk).

Saat ini, KT Penyeberangan Harimau melalui kuasa hukumnya dari Integrity Law Firm menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan upaya non litigasi dengan mengirimkan surat permohonan mediasi sebanyak 2 (dua) kali ke BPN mengacu pada peraturan undang-undang dan peraturan Menteri ATR/Kepala BPN bahwa dalam menangani kasus pertanahan, mediasi adalah cara yang terbaik. 

Diketahui, mediasi merupakan proses perundingan untuk memperoleh kesepakatan yang dilakukan oleh para pihak yang difasilitasi oleh Kementerian ATR/BPN bersama dengan mediator pertanahan. 

Dengan mediasi, tidak perlu lagi proses peradilan yang dijalankan di pengadilan dengan tugas memeriksa, memutus, dan mengadili perkara.

Tetapi tidak mendapatkan respon dari pihak BPN, oleh karenanya kami menduga adanya peran dari kelompok mafia tanah dan dalam kesempatan ini juga kami menagih janji Menteri ATR/Kepala Badan Pertanahan Nasional Hadi Tjahjanto yang berjanji akan memberantas mafia tanah yang selama ini merugikan masyarakat luas.

Sementara itu, Humas PT Sampoerna Agro Tbk., Fajar mengaku, permasalahan tersebut terjadi antar calon petani plasma dalam memperoleh lahan yang akan diajukan ke perusahaan.

“Dalam mengelola lahan perkebunan, perusahaan tetap patuh terhadap putusan hukum berlaku. Begitupun ketika ingin memperoleh lahan untuk plasma harus sesuai dengan prosedur berlaku dan sesuai dengan SK Bupati,” imbuhnya.(Jay)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *